Berpuncak pada Doa tak Berjarak

Dorak

kita melunaskan subuh di dorak. ada sisa embun
di dedaunan. ufuk timur masih samar. begitupun
wajahmu yang remang. sepanjang jalannya
mengukir wajahmu. waktu bergerak geliat melunaskan
mimpi yang masih kita cari jawaban-jawaban itu yang
mungkin menumpuk di antara bebatuan pantainya
yang keruh.

kita melepaskan pagi di dorak. seumpama mekar
kuntum wajahmu yang bening. menyulam debar
demi debar. diam-diam kau mengatakan janji walau
tak kita ingat lagi.

bergumam riuhnya di sini. kau mengabarkan debar
tapi ternyata luka. kau mengabarkan remuk ternyata
riang. kau mengabarkan suka ternyata sangsi.
tiba-tiba saja matamu berubah hujan tanpa tahu
harus berbuat sesuatu.

kita melunaskan siang di sini. seperti letihmu yang
meremuk tubuh. bahwa hanya disini kau mampu
menyimpan rindu walau tak utuh. Kau riang membuka
hasrat walau tak lepas.

Selatpanjang, Desember 2023




Dua Wajah di Singkep

sebaiknya tak usah berlayar sewaktu lautan gemuruh.
sebab rindunya tak dapat memberi baying wajahmu.
betapa angin meribut, petir bersambut, pecah laut
di karang, tetap saja rindu ini tak lunas untuk akhiri.
tetap pula hasrat ini ingin menuju.

kepada debar-debar hatiku, keluarlah dari ragaku.
saat jengah, dua wajah tetap membayangiku tanpa
jeda, tanpa lepas. wajah merekah memekarkan
kuntum bunga, wajah merekah menebarkan
wangi bunga.

Selatpanjang, Desember 2023




Munajat Aku

aku sedalam apa yang kau pikir. dari tiap kata
mengalir pada lisan takdir. aku menjelma sayap
putih membawa apapun doa-doa di sini.

aku terdiam dalam di sanubari yang berisi oleh
sekarung debar, oleh kelumit cinta, oleh runtut
harap, dan secemas luka.

bersama mereka aku menyusur tiap lebur hati.
merayap ke urat-urat nadi dan alir darahnya.
menggumpal di jantungmu yang kelak akan
merundung duka.

bersama mereka aku terbang. menyusur awan,
meneroka lika-liku takdir. berpuncak pada doa
tak berjarak, tak berdinding, menendang-nendang
langit tak berufuk, menerka-nerka kabulnya
di tiap mimpi. tak berdetak dan tak berlunas.

Selatpanjang, Desember 2023




Kepada Apakah

sedalam apakah kita melepas rindu?
hati menampung gerimis setiap waktu.

sejauh apakah kita melunas rindu?
hati kerucut menahan ungkapnya.

serumit apakah kita meruap angan?
hati tak berkata apa-apa saat diam.

segetir apakah kita menahan debar?
hati tetap enggan untuk meredup.

semanis apakah kita merasa cinta?
hati mengabarkan remuknya luka-luka.

sepahit apakah kita meraba degup?
hati menyempurnakan sekelumit kata.

sejauh apakah kita membuang kenang?
hati diam-diam tak mampu melupakan.

Selatpanjang, Desember 2023




Songket Dari Wak Long

bersulam benang emas. motif keris lekuk tujuh.
siluet bunga tanjung. diberikannya lepas zuhur.
doa tertampung hati diucapnya khusuk.

ini pemberian sebatas riang, tak bermaksud apapun.
hanya ungkap debar beruntun untuk melunaskan
janji. pakailah dengan gagah songket ini.

lilitlah di pinggangmu. sebagai sejati menjadi
puak melayu. lengkaplah sudah sebatimu sebagai
putra melayu.

Selatpanjang, Desember 2023

Bagikan:

Penulis →

Riki Utomi

kelahiran Pekanbaru 1984. Bukunya yang telah terbit Mata Empat (cerpen, 2013), Sebuah Wajah di Roti Panggang (cerpen, 2015), Mata Kaca (cerpen, 2017), Menuju ke Arus Sastra (esai, 2017), Belajar Sastra Itu Asyik (nonfiksi, 2019), Anak-Anak yang Berjalan Miring (cerpen, 2020), Amuk Selat (puisi, 2020), Menjaring Kata Menyelam Makna (esai, 2021). Puisi-puisinya tersiar di Kompas, Koran Tempo, Media Indonesia, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Indo Pos, Lampung Post, Banjarmasin Post, Serambi Indonesia, Padang Ekspres, Rakyat Sumbar, Riau Pos, Batam Pos, Haluan Kepri, Tanjungpinang Pos, Harian Vokal, Majalah Sabili. Kini bermukim di Selatpanjang, Riau.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *