Puisi yang Menetap di Tubuhmu



Lagu Ibu /7/

ibu, untuk seluruh puisi yang menetap dan
marak di tubuhmu
untuk laju kencang doa-doa yang
menenggelamkan hina
dan untuk pikir kafir penuh celaka
aku pulang ke rahimmu dan ingin
malas-malasan di situ
dongengkan aku dongeng cinta ribuan tahun
semisal pengusiran
Adam dari tanah purna
semisal meteor yang hempas seluruh
savana
yang menghancurkan peradaban jurasik
oh, ibu, basuh segala burukku
hina segala dosa
angkat aku, ibu
suruh bangun pukul 07 pagi
mandikan aku, ibu
agar purna intan dalam diri
pulang lagi ruh ke badan
dan buku-buku kiri yang mahal
segala peradaban yang alangkah gaya
bagaimana politik mungkin aku paham, ibu
untuk bodoh saja belum
dan tubuh hina ini
pikir lemah ini
kembali ingin pulang
ke rahimmu
tanah jauh alangkah panjang!
oh, doa-doa yang pending
oh kata kata
oh apa saja
bunyi jantung ribuan tahun
peluk, peluk, peluk!
tumbuk, tumbuk, tumbuk!

2019




Lagu Ibu /9/

ibukota tak pernah memihak pada ibu
oleh sebab itu, ibu selalu menyulam doa-doa
seharum edelweiss yang selalu saja cetek
oleh keringat ayah sendiri yang meraihnya
di puncak jauh
besok, selalu saja misteri
meski tetap saja, jidat ibu
selalu rebah
dan tangan ibu
selalu tengadah
aku yang nackal dan unfaedah
aku lari, sejauh apa?
tetap saja, ibu
akan kupulangkan ibukota ke tubuhmu!

2019




Lagu Ibu /5/

maafkan aku, ibu
tak hapal nomormu
eh, hapal kok
tapi jarang nelpon
sebab hidup pelik ini
dan lilin-lin kecil
di mulut seluruh manusia
telah membakar rumah
kita
bagaimana, bu?
kapan?
kita ke pantai, setelah menghabiskan
banyak uang di mall?

2019




Lagu Ibu /4/

ibu, oh ibu
lagi ngapain, bu?
bikin puisi yuk
tentang doa-doa yang pending
tentang listrik mahal
yang bikin ayah
lupa pulang
ibu, oh ibu
di pasar, harga cabe sudah berapa?
bolehlah kita
menangis sejadi-jadinya

2019




Lagu Ibu /8/

bila saja waktu bisa kutarik kembali
aku sungguh ingin kembali
ke dalam dekap ibu
ketika hangat dekapnya
dan belai lembut jemarinya
menjadi apa saja!
ibu, oh ibu,
aku selalu ingin pulang

2019

Bagikan:

Penulis →

Maulidan Rahman Siregar

Lahir di Padang 03 Februari 1991. Menulis puisi dan cerpen di berbagai media. Bukunya yang telah terbit, Tuhan Tidak Tidur Atas Doa Hamba-Nya yang Begadang (2018) dan Menyembah Lampu Jalan (2019)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *