Aku yang Senantiasa Memujamu

Airmata di Sepertiga Malam

Dendang angin di daun jendela,
bersahutan dengan detak ruh jam dinding
membaca waktu, saat semesta
terbaring lelap tanpa bunga.

Dalam hening
sujudku takluk di bumi. Menggapai-gapai
pengampunan. Doa-doa terdengar
meraung dan nyaring sampai ruang langit.

Sujud demi sujud aku menyebut
Mahasuci
Mahaluhur
Mahaterpuji.
Terjalinlah kisah cinta yang tiada
banding untuk kusanding.

Riak air mata
mengalir dalam tawaf zikir yang panjang
bagai perjalanan sufi mencari ihsan.

Lalu doa-doa kembali menyiram sepertiga malam.
Mencencang sunyi. Menambal retak kalbu.
“Jika ini jalan hijrah, beri aku
air mata untuk menakar penyesalan.”

Aamiin para malaikat,
menggetar telapak dada.

Sumbawa, 2019




Sepasang Kekasih

Gemersik helai-helai waktu fardu dari ranting hari, gemercik pula
doa-doa dari mata air iman
kala wudhu membasuh segala jejak

Dengan cinta yang sahaja
aku menemukan-Mu dalam ketiadaan berwujud, dan
cahaya-Mu menyulam sujudku
sampai ujung salam

Lalu menjemput air mata dalam zikir
mengalir ke telaga iman, tempat di mana kita bercengkerama
bagaikan sepasang kekasih

2019




Percakapan

Diamku
Adalah percakapan
Mendekatkan hati
Menjalin cinta kasih

Gerakku
Adalah percakapan
Berbisik di bumi
Menggema di langit

Tatapanku
Adalah percakapan
Bulan dan matahari
Membaca semesta

Percakapanku
Adalah jalan sufi
Merebut cintamu
Hidup dan matiku

Sumbawa, 2019




Lukisan Ilahi

Matahari melukis senja di jendela
tempat di mana mata menitip kenangan.
Cakrawala terbakar di kanvas, dan
burung-burung memburu waktu menuju sarang


Ombak selalu menyapa dengan buih, memungut
jejak manis anak-anak pantai
yang pulang melepas rindu.

Rindu pun menuju alunan adzan
yang jauh lebih merdu dari kicauan burung subuh.

Laut kehilangan biru.
Rimba kehilangan hijau.
Tetapi sujud tak akan kehilangan khusuk.

Waktu pun melukis doa dengan wangi air wudhu. Ayat-ayat

Ilahi semakin delima di bibir insan putih hati.

BIR, 2019




Bercinta dalam Tahajjud

malam lelap
ruh menuntun dalam hayat
menjumpaimu di sepertiga malam

jarum jam menghitung sisa waktu
gemercik air wuduh, cahaya
memancar dari mata langit

dalam hening
tahajud mengadu, terasa engkau
tak berjarak dengan detak jantung

bening cinta
mengalir dari ranting mata
menjadi sekuntum bunga

doa-doa semakin wangi
gugur dari bibir hati
sajadah berpeluh linang cinta

hanya aku dan engkau
bercinta di ruang sunyi
dalam samudra cintamu

Sbw, 30 Ramadan 1440 H




Jejak Zikir

saat melewati
anak-anak tangga waktu
bergenggam-genggam doa
kuterbangkan ke tahta langit
kalbuku menjadi rahim
seribu zikir

lalu Nur-Mu
lebih terang dari sinar matahari
memancar dalam airmata yang gerimis
di mana aku berharap
menimba cinta yang manis

bagai air zamzam
menetesi kalbu
ketika zikir
mengalir ke hilir rahmatallilalamin

Sumbawa, 2019




Sajak Hayat

di ruang mata
kutanak cahaya matahari
kemilaunya
tiada berbatas

di sulam sajadah
kuhitung butiran debu
tasbih pun berlisan
di ceruk kalbu

tanpa perantara

di khusuk sujud
di sejuk riak zikir
kubuka pelupuk hati
yang tiada mati

Sumbawa,2018




Lentera Tuhan

Menerangi biji-biji tasbih
Seterang warna darah
Mengalir dalam nadi-nadi
Adalah jalan tuhan

Menerangi ayat-ayat kitab suci
Lidah begitu fasih mengeja
Tanda baca menyala
Adalah firmanmu menyeru
Dari lembar-lembar langit

Menerangi gelar sajadah
Bulan tumpah di kening
Sujud pun kehilangan gulita
Ruang hati sebenderang matahari
Dialog saling menyatu khusuk

Aku bagai lilin
Meleleh dalam lenteramu
Menerangi jalan pulang

Sumbawa, 2017




Rumah Seribu Pintu

Beduk bertalu-talu di tabuh waktu
Bulan sepotong, membagi cahaya
Benderang setapak jalan menuju jannah
Rumahmu terbuka seribu pintu
Kalam menggelegar di ruang langit

Segenggam doa mengepak sayap pelangi
Langit menjemput ampunan. Tanpa percakapan
Guyuran rahmat serupa hujan
Shalawat subur di rahim bumi
Di mana akan menjadi seberkas cahaya dalam rumah terakhir

Sumbawa, 2017




Sebut Saja Aku Kekasihmu

Sebut saja aku kekasihmu
Tanpa ada keraguan saat aku meminangmu
Di antara siang dan malamku
Aku yang senantiasa memujamu
Seiring denyut hayat jantungku

Tiada cinta yang sempurna dari cintamu
Lebih dari sibak samudara
Tiada pula yang tulus dari setulus kasihmu
Lebih dari teduh seribu teluk

Ingin semua waktu menjadi fardu bagiku
Karena tak ingin dialogku berjeda
Dengan ayat-ayatmu yang paling wahyu

Sebut saja aku kekasihmu
Biar dalam sujudku yang makmum

Aku merasa selalu punya cinta selapang dada
Cinta yang paling baqa

Sumbawa,2017

Bagikan:

Penulis →

A. Rahim Eltara

Lahir di Sumbawa, Nusa Tenggara Barat, 16 Oktober. Penerima Anugerah Bahasa dan Sastra dari Kantor Bahasa Nusa Tenggara Barat.Tahun 2018 meraih Pemenang Puisi Pilihan dalam Gerakan 1000 Guru Menulis se-Asean. Sebagian karyanya dalam bentuk antologi tunggal dan bersama, Kepak sayap Rasa (tunggal) 2011, Kidung Tambora (Puisi Esai,2018), Ladang Kekasih (tunggal) 2018, Ketika Kata Berlipat Makna (bersama) 2018, Antologi Puisi 1000 Guru Menulis (bersama) 2018, Negeri Pesisiran (bersama) 2018-2019. Saat ini sebagai anggota aktif Perkumpulan Rumah Seni Asnur, Komunitas dari Negeri Poci, Dapur Sastra Jakarta (DSJ), Karya,Teori,Sejarah,dan Kritik Sastra, Rumah Litersi, Seni dan Sastra Reboeng.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *