Melahirkan Bunga Jelita




Tentang Pernikahan

Saya pikir pernikahan adalah
Pertemuan bagi cerita-cerita
Lama mencari telinga tuannya

Saya pikir pernikahan adalah
Tempat hati berakar, tumbuh
Melahirkan bunga-bunga jelita
Setiap hari

Saya pikir pernikahan akan
melenyapkan suara-suara tokek
di musim hujan yang
Terus-menerus mengintai
Isi kepala, hendak membunuh
Kehidupan

Saya pikir pernikahan akan
Menjadi muara segala harapan yang
Dirindukan semua bujang dan perawan

Rupanya pernikahan adalah
Teka-teki tak berkesudahan.
Saya digiring untuk menebak-nebak
Tak henti-henti.

Tidore, 30 Januari 2020





Rumah Tangga

Sampai di mana kerut di jidat
Suami istri mesti digantung?

Sampai kapan bisu di mulut
Dalam rumah tangga bisa ditanggung?

Sementara rindu telah menggunung
Mengaduk-aduk lahar keluar dari palung
Membentuk salju
Menuju beku
Dan hangat yang satu.

Tidore, 27 November 2019





Pernikahan Jarak Jauh

Kata Wawan,
Jika rindu itu hujan
Mungkin kamu
Telah kebanjiran.

Malam ini hujan turun
Deras.
Saya kebanjiran.

Tidore, 28 Oktober 2019





Setelah Persalinan
Terberkatilah malam-malam panjang
Milik seorang perempuan
Pejuang di kesendirian
Semenjak mulut mungil manusia kecil
Menggantungkan kelangsungan degup
Di dalam dadanya
Pada lumbung pangan, saripati
Kehidupan yang mengalir
Tak habis-habis
Dari dadanya.

Tidore, 3 Mei 2019





Setelah Persalinan (2)

Terberkatilah malam-malam sunyi
lekat pada diri seorang perempuan
berjuang setengah hidup, setengah mati
demi kelangsungan kehidupan
Setelah segala dalam tubuh yang pernah remuk
Tunduk
dalam kesetiaan yang tidak pernah majemuk
Tunduk
Walau sisa napas terus beradu
Dengan kantuk

Tidore, 2 November 2019





Setelah Persalinan (3)

Wajah-wajah itu
Ia pernah kenal
Terlihat beterbangan
Seperti kupukupu
Ramai, riang
Hinggap pada bunga-bunga
Di mana-mana
Ke mana-mana
Menggapai segala yang
Kehidupan tawarkan

Sementara ia di sini, duduk
Menepuk-nepuk gadis kecil di ayunan
Mendongak ke langit
Dengan banyak pertanyaan
Kapan dan mengapa
Pada kehendak

Bukan…
Bukan ia tak tahu
Apa itu terimakasih
Bukan…
Ia hanya tidak tahu
Menerjemahkan keinginan-keinginan
Dan rasa sukur yang
Lahir
Bersamaan
Dari dalam
rahimnya.

Tidore, 28 Juni 2020





Perempuan Itu Merindukan Matahari

: Zhie

Aku tak akan berkhotbah padamu
Tentang keharusan menahan wajah merah itu
Lalu menyimpannya di sudut kamar
Bersama matamu
Yang selalu mandi hujan

Padahal hari masih pagi
Dan mendung tentu tidak akan datang
tanpa pernah pergi, bukan?

Aku tahu engkau merindukan matahari
Memberi cahaya di hari-hari redupmu
Tidak cuma pada waktu itu
Ketika jumlah bulan telah banyak berlalu
Dari pelaminan merah mudamu

Aku tidak akan menghadapkanmu
Dengan banyak tugas kuliah
Seperti kulakukan pada para mahasiswa
Yang selalu enggan belajar dan mencari tahu
Bahwa di setiap perputaran waktu
Kita tetap akan sampai pada siang
Gerah dan panas tak tertahankan

Aku tidak akan begitu!

Aku hanya akan terus mengusap
Pundakmu
Membalur kunyit parut di sana
Lalu menutupi perban putih di atasnya
Setiap kali luka-lukamu
yang basah kemudian telah pernah kering itu
kembali berdarah

karena menunggu matahari

datang terlalu lama
hingga engkau tertidur
Lalu aku berbisik
Sebelum engkau betul-betul jatuh tertidur
“Tuhan tidak pernah bermain-main
dengan penciptaan matahari!”

Tidore, 29 Maret 2020






Bagikan:

Penulis →

Aida Radar

Nama pena dari Ummu Syahidah. Bekerja sebagai pegiat sastra dan literasi di Maluku Utara, istri dan ibu di rumah, dan dosen Pendidikan Bahasa Inggris di Universitas Muhammadiyah Maluku Utara. Berdomisili di Tidore dan Ternate.

One Response

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *