Menakwil Bayang-bayang


Oh Laila

Duhai malam warna-warni
gelap telah melebur diri
kerlip bintang sejak ufuk
kabur ke ruang paling sunyi dan sendu
terendus aromamu serupa kasturi
menguar di seantero cakrawala

Duhai malam yang tumpat
cahaya berjejalan mengisi sudut kegelapan
keluar dari hampar tak terjamah
tak terurai oleh tutur
sebab bahasa lamur
meruwat yang gersang dan subur

Duhai gelap yang fasih
melafalkan ketakutan
hingga mimpi enggan berselaan
malam yang rubuh
menghantui hingga lelap
terdampar jauh di taman subuh

Duhai malam pedat pelita
aku mengarang suluk
menempuhmu

Bandar Lampung, April 2023




Pinangan

Datanglah engkau
Pada hari yang basah
Ketika air mata bercecer
Hingga tak ada satupun
Yang butuh menangis
Meski
Kesedihan
Menziarahi mimpimu

Sebab malam tak pernah benar-benar tidur
Ia hanya terpejam
Sementara bintang
Masih gemerlap
Tak akan mungkin
Ia melewatkan kerlipnya
Yang menawan

Datang dan mainkanlah lagumu
Untuk mengingatkan fajar
Agar bangun dan menyiapkan sarapan
Untuk peri-peri kecil
Yang hendak pergi ke sekolah
Menjemput cahaya matahari

Matahari muncul sambil bercanda
Cahayanya malu-malu mewarnai ufuk
Sepertinya ia masih mengantuk
Tapi kau terburu-buru memukul lesung
Hingga ayam bergegas meniup terompet

Datang dan tidurlah
Di keluh kesah yang ramah
Pada dadaku yang tak bidang
Sampai senja nanti
Usiamu
Usiaku
Usia matahari

Bandar Lampung, April 2023




Rahim Rindu

Gelisah waktu menyemai benih rindu
di tubuhmu, aku pasrah
dalam peluk jarak, jemarimu menakwil
bayang-bayang
pertemuan yang ripuk ditiup angin

Kau dan aku dalam rahim rindu,
dikandung sendu,
di kolong gelap itu, kita
saling menyebut nama
akankah Tuhan mendengar senandung kita
karena kita janin dalam ruang kedap suara

Lewat waktu yang mengendap
Pada dasar tubuhmu, rawatlah aku:
Seorang pejalan kaki yang lelah meniti jarak
Dan sedang singgah di lorong gelap
Yang pengap dan sesak
dengan gemuruh kerinduan

Way Halim, 2 September 2022




Ulang Tahun
: Tania Safira

Dalam hilang kata
Aku akan menelusuri detak jantungku
Denyutnya menyebut namamu
Di subuh hari ketika lelapku menghitung usia
Kau tumbuh dari ranah cinta
Kau beriman pada rahim ibu
Kau bersandar pada punggung semesta
Dan sekarang kau dewasa pada angka
Semoga segala peluh dan tangis
Adalah cinta yang nyata
Pada hidup yang lebih baik

Lampung, Juli 2022

Bagikan:

Penulis →

Imam Khoironi

Lahir di desa Cintamulya 18 Februari 2000. Mahasiswa S1 Pendidikan Bahasa Inggris UIN Raden Intan Lampung. Tidak terlalu suka seafood dan durian. Suka nulis puisi, kadang-kadang cerpen juga esai. Buku puisinya berjudul Denting Jam Dinding (2019). Karya-karyanya pernah dimuat di berbagai online seperti Republika.id, langgampustaka.com, semilir.co, sastramedia.com, simalaba.com, marewai.com, kawaca.com, milenialis.id, duniasantri.co, mbludus.com, ceritanet.com dan lainnya; dan media cetak seperti Malang Post, Riau Pos, Radar Mojokerto, Banjarmasin Pos, Bangka Pos, Denpasar Post, Pos Bali, Bhirawa, Rakyat Sumbar, Rakyat Sultra, Kedaulatan Rakyat dan lainnya. Puisinya masuk dalam buku Negeri Rantau; Dari Negeri Poci 10 dan banyak antologi puisi lainnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *