Tumbuh Menunggu Kematian



Palestina

Aku sebidang tubuh yang merah
Berdiri di atas tanah berlumur prahara berdarah

Siangku berteman bom-bom yang diledakan
Malamku bersama roket-roket beterbangan
Sekelilingku mayat-mayat terkoyak berserakan

Anak-anak yang kulahirkan
Tak mampu kubesarkan
Mereka tumbuh
Hanya untuk menunggu kematian

Aku adalah wajah yang menghitam
Karena asap peperangan
Dadaku bergemuruh dalam dendam
Saat kaki dan tanganku terbelenggu
Hanya untuk memeluk jasad anak-anakku

O, cahaya
Kapankah kegelapan ini sirna
Datanglah, datanglah wahai kedamaian
Enyahlah debu-debu kesombongan
Tiupkan angin kemenangan
Seperti janji yang telah ditetapkan

Madiun, 2023



Salam Kebangkitan, Palestina

Bulbul melayang di langit Palestina
Mengucapkan salam kebangkitan
Kemenangan pasti datang
Kemenangan pasti datang

Luka itu akan menutup
Tertutup gema juang

Genderang perang ini
Tak akan berhenti
Selama hidup tertindas tirani

Tuhan telah memberi
Sebuah negeri yang diberkati
Dan akan menjaga
Hingga waktu itu tiba

Bendera empat warna
Berkibar dengan gagahnya
Selamanya

Bulbul melayang di udara
Menyatu dengan semesta
Mengucapkan salam kebangkitan
Bangkitlah, bangkitlah
Meski dadamu terbelah
Kami bersamamu
Palestina!

Madiun, 2023




Aku Melihatmu dari Jauh

Aku melihatmu dari jauh, sayang
Saat kau berkata kepada dunia
Bahwa di sana
Kau tak mampu tumbuh dewasa
Tak ada cita-cita
Selain untuk menjadi syuhada

Aku melihatmu dari jauh, sayang
Saat seseorang bertanya kepadamu
Apa yang ada dalam tas sekolahmu itu
Dan kau berkata
Ini adalah serpihan-serpihan kecil
Dari tubuh adikku yang mungil

Aku melihatmu dari jauh, sayang
Saat kau berlarian, mencari ayah dan ibumu
Di antara reruntuhan itu

Aku melihatmu dari jauh, sayang
Langkah kakimu semakin melambat
Dengan wajah pucat pasi
Serupa sekumpulan burung
Yang tiada mengepak lagi

Madiun, 2023




Gelang Tali Baru

Bukan, bukan gelang bertahta berlian
Tetapi gelang tali biru
Yang melingkar di tanganmu
Sebagai penanda
Saat bom
Menghancurkan tubuhmu

Hidup tanpa pilihan
Selain untuk menanggung kesedihan

Gelang tali biru
Sebagai penanda
Saat kematian itu tiba

Madiun, 2023




Alaa Qaddoum

Ini tidak seperti maumu, Alaa
Riang bermain
Seperti angin di musim dingin
Karena waktu begitu terburu-buru
Untuk menjemputmu
Sebelum sempat, kau mengganti baju bonekamu

Seharusnya, dalam matamu
Adalah permainan-permainan kecil
Bukan bayangan maut
Yang membuat tubuh menggigil
Seperti meniup balon aneka warna
Saat terdengar bunyi dor!
Kau terkejut, lalu tertawa gembira

Dunia ini sangat mengerikan, Alaa
Lebih dari yang kau kira
Sekumpulan orang berkata, akulah manusia

Tetapi entah menunjuk apa dan siapa
Atau barangkali tak bernama
Karena mereka berjalan
Tanpa sepotong hati di dadanya
Tetapi kecintaan ayahmu dan air mata ibumu, pada tanah airnya
Menjadikan kepergianmu
Sebagai api dalam darahnya
Sebagai baja dalam tulang-tulangnya

Bahwa di sini
Meski surga mengelilingiku
Meski neraka mengepungku
Kami tetap berdiri
Agar tanah ini
Senantiasa bernama, Palestina

Madiun, 2023

Bagikan:

Penulis →

Alina Sukesi

Lahir dan tinggal di Madiun, Jawa Timur. Menulis puisi, cerpen, dan geguritan. Karya-karyanya telah dimuat di berbagai media antara lain: Koran Tempo, Nusa Bali, Bali Post, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Republika, dan lain-lain.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *