Badai yang Menampar-nampar





Dalam Laju Waktu

ingatan retak-retak direpas angin
sedang tubuhmu kian dingin.
kau terus memaksanya laju
dalam deru mesin waktu

batu-batu di kepalamu
tak pernah bisa dipecahkan
seperti teka-teki
yang selalu kau isi
tiap pagi hari

mesin-mesin melaju cepat
sedang sukmamu berjalan lambat

naiklah ke menara ingatan
bawalah kesaksian di peraduan
biarkan tubuhmu suluh
luruh, sendiri di tepi waktu

Yogyakarta, 2022-2023




Perahu Kertas

maka mengalirlah ke hilir waktu
yang dingin penuh penantian
kepada air yang menampung isi hatinya
hati ranum yang begitu mudah
terbaca dan digoda
hati tenang dan landai
yang rawan untuk dimasuki

kau yang menyamar dalam tubuh perahu kertas
naiklah ke punggung sungai
aku menunggumu di muara
tempat keabadian menjelma ingatan

kau yang tidak tahu apa-apa
hanya hanyut ke dalam dada
seperti perahu yang tak mengerti
ke laut mana akan mengalir
di tepi waktu, batu-batu menepi
menjadi saksi seorang lelaki
menunggu di dalam sepi

Yogyakarta, 2023




Suluh

dalam kegelapan di mataku
jadilah penerang di antara gas air mata
sebab aku belum tuntas membaca duka
di kantung matamu

kau adalah maut
dalam hitungan angka
kita begitu dekat, begitu lekat
rubuh sebelum subuh
waktu lelah menaruh tubuh

Yogyakarta, 2023




Di Batas Usia

jangan kau tanyakan kepastian
sebab aku tak bisa membaca nasib
di punggung waktu

sepanjang lintasan yang kita lalui
adalah badai yang menampar-nampar
kekang banal yang menyambar
lalu rebah menggelepar

maka sudahilah sedihmu
jadilah pasak di temaram usia
yang tinggal kerangka
tanpa nyawa

Yogyakarta, 2022




Selepas Hujan Kemarau

kemana kau akan pergi
selepas hujan musim kemarau
air mata payau makin deras
mengalirkan pupur di pipi
sepanjang sungai Brantas

ingatan belum beranjak dari tempatnya
mengental di ujung bayang-bayang
menebal di tepian kenang

kemana kau akan pergi
selepas basah oleh cinta
yang sekeras penolakannya
pada angin malam kelabu
aku masih sibuk menunggu

Yogyakarta, 2023




Temaram

malam menjauhkanku dari ingatan
di muka pintu sebelum kepastian

Yogyakarta, 2022


Bagikan:

Penulis →

Ahmad Radhitya Alam

Lahir di Blitar dan sedang bergiat di Yogyakarta. Menulis puisi, fiksi, dan esai yang termuat di beberapa media. Bergiat di Bunker Collective Space dan Teater Terjal.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *