Dalam Pelukan


Kali Ini Ia Tak Dapat Sembunyi

kali ini ia tak dapat sembunyi
bunga  berganti buah mengkal
seperti pada perutnya yang makin mekar
adalah silam, saat hujan- saat malam
ia melukis sejarah dari gairah yang parah

setelah perkelahian malam itu
ia bersumpah tak kan kembali
karena berdiri di bawah pohon itu
seperti dalam tungku

kekasih mengabaikannya, tak menikahinya
ia meminta pohon ditebang agar hilang segala kenangan.

tapi kini, usai isa, saat hujan
ia datang memungut buah muda
buah yang membuat selalu terjaga
buah yang mulanya selalu menggairahkannya dalam pelukan
kini menggairahkannya di meja makan.

buah mulai memerah, hari-harinya mulai dijarah
dijarah oleh ketakutan
Buncit tak bisa terelakkan
mangga muda di meja makan
dengan sabar
berkabar
rahasia terbongkar.

Tanjung, 2019




Gadis Masochist

saat aku menjumpaimu
kau bicara tentang luka
luka yang membuatmu bahagia

kau berkisah bagaimana sayatan membuat setapak
bagaimana api membuat jejak
lalu kau katakan bentuknya seindah sajak
kau bukanlah pohon gaharu 
karena luka ia makin berharga

gadis masochist
gadis yang bicara sadis
izinkan aku menitip rindu dan cemburu
pada semut api yang sengaja kau biarkan
memenuhi bak mandimu

maka tiap malam kuberdoa
semoga tuhan mengutukiku
jadi kalajengking gurun
menyengatmu sampai ke jantung

Tanjung, 2019




Dari Foto yang Kau Kirimkan

dari foto yang kau kirimkan ku lihat kau duduk
pada sebuah kursi di pekarangan 
negeri jiran
pada matamu kau menggelayutkan genang
kantung matamu menyimpan sisa malam

apa hari harimu dijarah
hingga darahmu tak lagi merah
apa perapian di tubumu telah dipadamkan 
hingga tak ada lagi gairah

tak perlu kau bicara 
dari foto yang kau kirimkan
aku bisa melihat duka

pulanglah 
sebelum kami menangis darah.

Tanjung, 2019



Pesan Ibu Kepada Menantunya

anakku kemanapun suamimu pergi, jangan terlalu kau sesali
kau tetap saja disini, merapikan kenangan
yang ia tinggalkan. kelak ia akan kembali
karena waktu dengan segala rahasianya
akan tetap membuntutinya. kalau tidak hatinya yang kalah
maka tubuhnya bagai pelepah pisang yang patah
jika sudah demikian, ia akan datang minta perhatian
meyerahkan diri tanpa harga diri
menyerahkan hidup tanpa pernah menuntut.

anakku aku tahu perasaanmu, kau harus tahu
bahwa seorang isteri akan lelah menahan amarah
dan waktu mengajarkan dan memaksanya berpasrah

seorang isteri tampak seperti wanita yang sabar dan tabah
tapi sesungguhnya ia tak pernah bersabar
hatinya bagai api yang terus berkobar
ia hanya lelah, dan lelah membuatnya tampak tabah.

anakku ia pasti kembali
karena hanya lelaki tua dan tak berdaya yang bisa setia.

Tanjung, 2019

Bagikan:

Penulis →

Imam Safwan

Lahir di Pemenang, Lombok Utara 12 April 1978. Merampungkan studi jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia FKIP Universitas Mataram. Puisi-puisinya telah diterbitkan di beberapa media lokal dan nasional Juga termaktub dalam antologi bersama Simpang Lima (2009), Dari Takhalli Sampai Temaram (Dewan Kesenian NTB, 2012) Indonesia di Titik 13 (2013) Tifa Nusantara (2013). Negeri poci”Negeri langit”( 2014), Negeri poci”Negeri Laut”, Negeri poci”Negeri Awan”. Atologi Puisi pilihan suara NTB. “ Kembang Mata”, dan “Ironi Bagi Para Perenang”.  Bersepeda ke Bulan (Indo Pos), NUN (Yayasan Hari Puisi 2015),. Jalan Cahaya (KSI),.Diundang membaca puisi dalam event Temu Karya Sastrawan Nusantara di Tangerang, Banten (Desember 2013), Fokus Sastra 14 di Bandung (April 2014). Menjadi Narasumber Penulisan Karya Sastra, Lombok, Sumbawa, Bima ( Kantor Bahasa Provinsi NTB 2015 ), Cerpennya pernah terbit di Suara NTB dan majalah Ekspresi Bali. Buku puisinya yang sudah terbit adalah Gili Tiga Bidadari (2012) Rindu Desir Pada Pasir (2012), Langit Seperti Cangkang Telur Bebek ( 2014), Kembali Melaut (2019),Naskah Drama 3 babak Maling. Buku reprensi tentang kebudayaan berjudul Memulang (Dikbudpora KLU, 2013).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *