Menganyam Delusi, Mengikhtiarkan Masa Depan dan Menyalakan Api di Sorot Mata yang Padam

Judul      : Memetik Keberanian: Kumpulan Cerita Anak-Anak
Jenis      : Cerita Anak
Penulis    : Deasy Tirayoh, dkk.
Penerbit   : Gora Pustaka, Makassar
Cetakan    : Pertama, April 2019
Tebal      : 140 halaman 
ISBN       : 978-623-90475-1-1

Menghargai anak-anak sama dengan menghargai masa depan. 

Gempa yang terjadi di Lombok pada akhir bulan Juli 2018 lalu, disusul tsunami di Palu dan Donggala, masih segar dalam ingatan. Seruan doa, jerit tangis dan air mata dari berbagai penjuru terbentang di seluruh siaran berita. 

Duka ini menepuk haru biru ingatan kita pada tujuh peristiwa bencana tsunami, setidaknya, yang melanda Indonesia sejak bertahun-tahun silam. Dimulai dari bencana tsunami di Sulawesi Tenggara (1968), tsunami Sumba (1977), tsunami Flores (1992), tsunami Banyuwangi (1994), tsunami Banggai (2000), tsunami Aceh 2004) dan tsunami Pangandaran (2006). 

Seperti halnya tsunami di Aceh, bencana tsunami Pangandaran dimulai dari gempa yang disertai gelombang tsunami yang membuat warga di pantai selatan Jawa Tengah dari Kebumen hingga Cilacap panik. 

Bencana tsunami di Aceh membawa korban paling besar. Sekitar 230.000 orang dari 14 negara tewas akibat tsunami dahsyat yang melanda Samudra Hindia pada 26 Desember 2004. Tsunami ini dipicu gempa berkekuatan 9,1 skala Richter yang episentrumnya berada Samudra Hindia, sekitar 85 km di barat laut Banda.

Bencana, seperti apa pun bentuknya tentu selalu membawa korban. Baik materi dan non materi, baik nyawa mau pun harta benda. Tak terkecuali kaum dewasa dan anak-anak. Traumatika kemudian berdiri sebagai momok yang disisakan sesudahnya. 

Pasca bencana gempa Lombok, senyum anak-anak raib dari rautnya. Keceriaan hilang dari matanya. Ketakutan dan trauma mengambil mimpi mereka. Masa depan yang membayang di luar sana, bahkan turut lantak bersama luruhnya tembok-tembok sekolah.

Seorang anak kecil pada sebuah wawancara di televisi mengatakan ingin kembali ke sekolah dan bermain bersama teman-temannya. Di matanya yang bersih tak tersirat kekhawatiran pada rasa lapar, tak tersirat rasa kehilangan atas harta benda orang tuanya yang terkubur di bawah reruntuhan bangunan. 

Bisa jadi mereka belum memiliki kecemasan sejauh perasaan yang terdapat di dalam benak manusia dewasa. Bisa jadi mereka belum mempunyai getir sejauh luka kekecewaan yang ditanggung orang dewasa. 

Adakah mereka merasakan takut pada ancaman bencana? Tentu, mereka pun merasakannya. Pada wawancara yang sama, beberapa dari mereka mengungkapkan, bahwa pengungsian merupakan tempat yang paling membosankan. Di sinilah kita dapat mengukur ketakutan yang hinggap di hati mereka. 

Terpisah dari sekolah dan berjarak dari teman-teman sepermainan dalam kurun waktu yang tak jelas hingga kapan di pengungsian, adalah salah satu dari sekian masalah yang mereka hadapi, selain persoalan logistik dan kesehatan yang tak bisa dipandang remeh. 

Di luar wujud dukungan material, Lombok, sebagai salah satu lingkungan terdampak bencana, tentu saja masih membutuhkan perhatian dari para pihak demi pemulihan. 

Dukungan yang bersifat fisik dan temporal bisa jadi lebih dari cukup. Sayangnya, bentuk dukungan dari para pihak, tak banyak yang terkonsentrasi pada kebutuhan pemulihan psikis anak-anak korban bencana. Trauma healing barangkali merupakan salah satu bentuk upaya yang dapat dilakukan. 

Anak-anak korban terdampak bencana perlu dipulihkan kembali mimpi-mimpinya. Anak-anak korban terdampak bencana membutuhkan pendampingan agar mereka tidak pernah merasa sendiri. Anak-anak korban terdampak bencana harus dapat memetik dan memiliki keberanian kembali. 

Dan kehadiran buku cerita anak ini sedianya merupakan jembatan untuk mempertemukan kembali dengan segala yang pernah raib dari mereka disebab bencana. Melalui bacaan yang menggugah harapan-harapan inilah, kita ingin meyakini, supaya anak-anak dapat segera pulang menemui keceriaannya. Menyalakan api di sorot mata yang padam. 

Terakhir, penyusunan cerita anak ini tentu bukanlah hal yang mudah. Kami, tim penyusun berterima kasih terhadap tingginya antusias dari rekan-rekan penulis yang mengirimkan karya, hingga kami merasa perlu untuk melakukan kerja kurasi.

Kerja kurasi yang sesungguhnya merupakan bentuk penyesuaikan dengan perihal yang berkaitan dengan penerbitan buku ini, termasuk di antaranya, penyesuaian tema dan komposisi. 

Kami mohon maaf, dengan sangat terpaksa tidak dapat mengikut sertakan semua naskah yang kami terima. Persoalan terkait pendanaan merupakan alasan riil yang dihadapi oleh penerbitan buku ini. 

Kami memutuskan menaruh harapan tersebut kepada kerelaan kita semua untuk memberikan donasi. Kita menyadari, bahwa ada saatnya kita benar-benar ingin memberi. Kesempatan tersebut salah satunya saat kita turut membantu menyebarkan ide atau cerita-cerita dalam buku ini. Silakan bagi yang berminat bisa menghubungi
via email:
storybookforlombok@gmail.com
atau via Whatsapp
(0819 4222 249)

* Harga Rp. 100 ribu (satu examplar)
* Harga Rp.150 ribu (dua examplar)
* Harga Rp.200 ribu (tiga examplar)
* Setiap pembelian hanya dibatasi tiga examplar saja.

Bagikan:

Penulis →

Kontributor Magrib

Tulisan ini adalah kiriman dari kontributor yang tertara namanya di halaman ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *