Tiga Dongeng yang Jatuh dari Langit

1.
Penulis

Suatu ketika, ada seorang pria yang ingin menjadi penulis, namun pria itu tidak tahu cara melakukannya.

Kau harus mencari sebuah cerita, duduk, dan mulai menulisnya. Kata kebanyakan orang, itu mudah!

Lalu pria itu duduk dan mencoba, dan mencoba, namun karena suatu alasan yang tidak diketahui, hal itu tidak berhasil.

Apa ceritanya? Tanya pria itu. Bagimana kau tahu? Bagaimana kau tahu kalau itu cerita?

Suatu hari, pria itu, melihat di koran bahwa akan ada seorang penulis terkenal di kota. Penulis itu akan membacakan karyanya di toko buku terdekat.

Aku akan menanyakannya! kata pria itu.

Pada malam pembacaan, pria itu duduk dan mendengar dengan takzim saat penulis terkenal itu membaca. Dan setelah selesai, pria itu mengangkat tangannya.

Aku ingin menjadi penulis, kata pria itu. Tetapi untuk suatu alasan, aku tidak bisa melakukannya, aku memiliki masalah dengan bagian cerita, aku tidak mengerti bagaimana kau tahu hal itu, bagaimana kau bisa menulis?

Penulis terkenal yang sedang duduk itu melihat ke arahnya.

Jadi, kata si penulis terkenal. Kau mulai dari awalan cerita, dan biarkan itu berkembang dengan sendirinya. Ketika kau mencapai akhir, tinggalkanlah.

Oke, kata pria itu, dan ia pulang ke rumah, dan menuju mejanya. Duduk dan memulai halaman pertamanya, mencoba awalan cerita.

Tetapi, apa itu awalan cerita? kata pria itu frustrasi. Tidak ada satupun yang masuk akal!

Malam harinya pria itu mengemudi ke kota selanjutnya, menuju tempat ke mana penulis terkenal itu kembali membacakan karyanya.

Bagaimana kau mengetahui apakah itu awalan cerita? teriak pria itu, ketika si penulis terkenal mengakhiri pembacaan dan menutup bukunya.

Penulis terkenal itu duduk, dan melihat ke arahnya.

Lihat, katanya. Kau dengar. Kau cukup duduk, diam, dan dengarkan hatimu. Ketika hatimu berbicara, mulailah menulis.

Lalu pria itu pulang, dan mengambil beberapa kertas. Dia meraut pensilnya dan duduk di meja kerjanya. Pria itu menutup matanya dan mengambil napas, lalu mendengarkan lebih dalam, mendengar isi hatinya.

Pria itu terus melakukan hal tersebut untuk waktu yang lama, sangat lama, tetapi tidak ada yang terjadi. Pria itu masih teguh menunggu hatinya berbicara.

Ini dungu! kata pria itu. Aku akan keluar.

Lalu pria itu beranjak dan melangkah keluar rumah. Ia melangkah menyusuri jalan. lalu seketika ia berbalik, namun terus berjalan. Sejak saat itu, pria itu tidak pernah lagi melihat ke belakang.

Pria itu berjalan dan berjalan melewati kota, bahkan melintasi negara. Pria itu mengembara tanpa arah.

Ia hidup seperti itu selama bertahun-tahun. Mengunjungi tempat manapun, bertemu banyak orang, melakukan sesuatu. Pria itu selalu sibuk; ia seolah tidak memiliki waktu untuk berhenti dan berpikir. Bahkan ia tidak pernah ingat untuk sekadar tidur.

Lalu, pada suatu malam, saat pria itu sedang berada di bar, ia melihat si penulis terkenal yang duduk di belakangnya. Penulis terkenal itu dia dapati tengah tertawa dan minum-munim bersama teman-temannya. Pria itu tidak beranjak, ia hanya memerhatikan si penulis terkenal itu sepanjang malam.

Dan ketika si penulis terkenal pergi, pria itu mengikutinya diam-diam—mengambil sedikit jarak, seperti detektif-detektif di TV, dan ketika penulis terkenal itu masuk ke hotel mewah, pria itu pun masih tetap mengawasi dari seberang, dekat lampu jalan yang menyala.

Di penghujung malam, pria itu masuk ke kamar penulis terkenal itu dan berdidi di sisi kasur, di dalam gelap. Ia melihat si penulis berbaring di depannya.

Lalu pria itu berlutut dan mendekatkan telinganya ke dada si penulis.

Pria itu mendengar dan berusaha menangkap isi hati si penulis itu di sisa malam, dan ketika pagi tiba, penulis terkenal itu akhirnya bangun.

Kau berbohong, bisik pria itu.

Penulis itu tersenyum.

Dan cerita, balas si penulis, memang seperti itu.

2.
Monster

Seorang anak baru saja membersihkan klosetnya, lalu ia menemukan monster kecil yang meringkuk gemetaran di belakang kloset.

Jangan sakiti aku! kata monster kecil itu.

Tentu saja, balas anak itu. Apa yang membuatmu berpikir aku akan menyakitimu?

Ya, balas si monter. Aku tidak tahu. Kau mungkin akan marah kepadaku karena aku menakutimu selama ini.

Selama ini? tanya si anak.

Ya, kau tahu, balas si monster. Saat aku membuatmu takut dengan suaraku pada malam hari.

Oh, balas si anak.

Ia pun duduk di lantai toilet.

Kau yang melakukan itu? lanjut si anak. Kupikir itu hanya imajinasiku saja.

Bukan, jawab si monster, itu aku. Memang apa itu imajinasi?

Imajinasi itu, balas si anak—ia berpikir beberapa  jenak—adalah ketika kau berpikir tentang sesuatu yang tidak ada.

Contohnya? sahut si monster.

Bisa apa saja, jawab si anak. Segala hal. Misalnya, naga.

Naga? Sahut si monster. Semua itu benar-benar nyata?

Tidak, jawab si anak.

Ia menggelengkan kepalanya.

Baguslah, jawab si monster.

Lalu monster itu ikutan duduk.

Kau punya roti isi? tanya si monster.

Tentu, jawab si anak. Aku bisa membuatkanmu beberapa.

Keduanya lalu turun ke bawah, menuju dapur. Anak itu lalu memberikan si monster sepiring besar roti isi dan mengajaknya ke meja makan yang sudah terdapat  segelas susu. Si monster duduk dan melihat ke arah luar jendela yang tak jauh dari meja makan.

Apa saja mahluk-mahluk itu? tanya si monster.

Itu adalah burung-burung, balas si anak. Dan itu adalah orang yang memberi makan burung. Burung-burung, orang yang memberi makan burung, gumam si monster.

Monster itu mulai memakan roti isinya.

Kalau itu adalah tupai, lanjut si anak.

Keduanya pun menghabiskan petang di meja makan, dan memberikan nama-nama pada apa yang mereka lihat di luar jendela.

Ibuku akan segera pulang, kata si anak tiba-tiba.

Apakah aku harus kembali ke toilet, tanya si monster.

Mungkin, balas si anak. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi jika ibuku melihatmu.

Keduanya pun kembali ke atas.

Si monster kembali ke toilet.

Terima kasih untuk roti isinya, kata si monster, begitu lembut. Dan kurasa kau bisa menutup pintu toilet ini sekarang.

Di penghujung malam, si anak terbangun. Ia keluar dari kamarnya dan melihat ke arah toilet. Ia mencoba menangkap segala macam suara yang keluar.

Hei, monster, bisik si anak. Kau ada di dalam?

Si anak kembali fokus mendengar dan menangkap segala macam suara dari dalam toilet, tapi tak kunjung mendapat jawaban.

Hei monster, bisik si anak lagi. Kau baik-baik saja.

Si anak kembali mendengar dan mendengar.

Ia mulai mengerutkan keningnya. Ia berdiri, lalu melangkah perlahan dengan berjinjit.
Ia pegang gerundel pintu dan perlahan memutarnya.

Pertama-tama, si anak tidak melihat apapun; toilet benar benar gelap.

Tak lama kemudian, mata si anak mulai menatap ke sudut yang di mana terdapat sesuatu yang meremang dan mulai tampak jelas. Terdapat burung-burung, pepohonan, jalan, bunga-bunga, sekumpulan kupu-kupu, pemberi makan burung, dan tupai.

Sebuah dunia di dalam toilet, dunia yang nyaris tak terlihat. Dan tunggu—apakah itu si monster, yang melambai di sana.

Lalu anak itu menghampiri mereka, dan menyalakan lampu tak lama kemudian. Setelahnya, hanya ada isi toilet, bersih dan kosong.

3.
Menuju Bumi

Seorang perempuan terjun dari pesawat, dia merentangkan kedua tangannya dan terbang.

Seekor angsa muncul di balik awan.

Mahluk apa kau ini? tanya si angsa sembari menatap perempuan itu keheranan.

Aku manusia. Jawab perempuan itu, sembari mengepakan kedua tangannya.

Tidak, tidak mungkin. Balas si angsa. Manusia tidak bisa terbang, tak satupun, itu mustahil.

Tapi begitulah kenyataannya. Sahut perempuan itu. Aku memang manusia!

Dan perempuan itu mulai terjun ke bawah.

Angsa itu pun mengekor ke arah perempuan itu terjun.

Tarik kata-katamu! Katakan kau bahwa kau dari jenis yang lain. Sesuatu yang bisa terbang.

Mendengar itu, si perempuan hanya tersenyum.

Itu benar. kata perempuan itu. Tetapi itu sudah terlambat sekarang!

Meskipun begitu, aku yakin semuanya akan baik-baik saja.

Mengapa kau berkata demikian? Teriak si angsa.

Perempuan itu tertawa.

Karena angsa tidak bisa bicara, sahut si perempuan.

________                

Bagikan:

Penulis →

Ben Loory

Seorang penulis muda asal Amerika Serikat. Ia menulis beberapa buku fiksi dan buku anak bergambar, di antaranya Stories for Nighttime and Some for the Day, The Baseball Player and the Walrus, dan yang terbaru Tales of Falling and Flying. Beberapa karyanya juga tersebar di beberapa surat kabar seperti The New Yorker, Tin House, READ Magazine, dan Fairy Tale Review. Karya-karya Ben Loory juga telah diterjemahkan ke beberapa bahasa, diantaranya Jepang, Arab, hingga Farsi. Edisi bahasa Indonesia diterjemahkan oleh Doni Ahmadi dari The Writer, The Monster, dan Toward the Earth, dalam kumpulan cerita Tales of Falling and Flying (Penguin Books. 2017) karya Ben Loory. Doni Ahmadi lahir dan tinggal di Jakarta. Menulis cerita pendek, esai dan sesekali menerjemahkan. Mengelola Penerbit Anagram bersama beberapa rekannya. Bukunya, kumpulan cerita Pengarang Dodit (Basabasi. 2019)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *