Sehijau Engkau yang Masih Malu


Mekar Bunga Padi

bebunga padi
baru saja
bermekaran
harumnya tiba
di jendela kamar
hijau di tepiannya
sehijau engkau
yang masih malu
kala aku terbunuh
lalu melepas nyawa
karena cinta
mekar sebegitunya
padamu
pada bebungamu

September, 2019




Elegi

andai para petani tembakau
adalah penyair-penyair piawai meracau
tentang suka, juga galau
menjadi bapak-ibu berlembar hijau
maka musim termulia yaitu kemarau

tetapi petani tetaplah petani
semua musim adalah bratawali
meski tembakau, mereka miliki biografi
yang dipatri tak beda dengan kedelai, juga padi
kisah mereka hanya tentang bangun pagi
berkeringat di sengat matahari
tengkulak datang mengibuli
miskin itu pasti

atas kebaikan Tuhan
; mereka pun cepat mati

Oktober, 2019




Takziah
— Anshori Baru Saja Kehilangan Bapaknya

Lipatan bendera kuning masih kentara. Ungkap-ucap ikut berduka
masih hiasi telinga. /Kadang terdengar melolong panjang sarat lara,
kadang diseling gurau tawa, ingatkan bahwa  
kematian adalah milik siapa saja. Walau masa tibanya
serupa tanda tanya; seorang nabi pun tak tahu apa jawabnya.

Memandangi wajah anak muridnya yang tampak riang meski datang
dalam barisan duka pemakaman, Anshori seperti melihat bayangan
dirinya dalam cermin buram. Betapa kemiskinan tak harus ditangiskan.
Sepahit apa pun keadaan pun layak disenandungkan. Sebagaimana pilihan
yang dibuatnya untuk senantiasa bermimpi menjadi pegawai negeri
di ayun keterbatasan diri, juga keiblisan negeri ini.

November, 2019




Tetembangan Purbani

di ayunan tembang macapatan
debur ombak lautan hanya kenangan
mijil ingatkan tanpa memanggil
betapa yang lahir akan merasa gambuh
bersua asmaradhana, bertekuk pangkur,
sampai tiba kalamangsa bagi megatruh
kekasih pun serupa dwija
:”Nalikane mripat iki wis ketutup,
Nana sing bisa nulungi,
Kajaba laku kang luhur,
Kang ditampi marang Gusti,
Aja  ngibadah kang awon.” *)

November, 2019

*) lirik salah satu tembang Megatruh

Terjemahan:
Di saat mata ini sudah tertutup,
Tidak ada yang bisa menolong,
Selain amal kebaikan,
Yang diterima oleh Tuhan.
Jangan berbuat hal buruk.




Peringatan Daun

peringatanmu tempo hari
tiba ketika kering adalah pantai
di lelahku yang terayun lantun kecapi
kau torehan warna Tuhan di kulit pori
lalu masuk dan masuk dalam sekali
ku rasa bahwa cinta-Nya tak selalu mati
; “Siapa engkau?”
tanyaku di antara air mata sesal berarti

“Aku adalah rumah bagi
pelayar yang masih sudi menemui Tuhan,
apa kau membaca sayangnya?”

Samudera di depan pun ku belah dengan telanjang.

November, 2019




Tak Seikat

  tak menanti lama
akhirnya terlepas telah kenangan
akan sebuah kota;
    dingin namun berkerabat
    penuh ingin namun tak seikat

beranjak lalu menjauh
dari bayang-bayang teduh
dulu di masa-masa itu;
   “Pepohon rindang sepanjang
     jalan di Landungsari menyaksikan,”
    tak mungkin keabadian
jatuh di usia perjalanan
yang memiliki pertemuan;
    “Ku pinta perpisahan,”
     jauh sebelum serupa kau bisikkan

Desember, 2019




Dari Jantung Kota 

dari jantung kota; kesaksian akan terangkan
langit di atas ruam luka

yang mengatup pun ternganga

bebatang palem dengan daun melambai
juga mengingatkan – masa terpendam
yang ditindih dan ditindih oleh narasi berpanjangan
sampai kenyataan dirompak berulang
tanpa jeda kemudian hilang

yang ternganga pun mengatup

“Di boulevard ini mungkin kita
sedemikian keji mencurangi
peradaban sebuah kota?”

yang mengatup pun ternganga

ruam luka memang tak laik dipelihara
dari jantung kota; kita dilarang lupa

2019

Bagikan:

Penulis →

Anjrah Lelono Broto

Tinggal di Trowulan-Mojokerto. Aktif menulis esai, cerpen, serta puisi di sejumlah media masa (berbahasa Indonesia dan Jawa). Di antaranya Media Indonesia, Lampung Post, Riau Pos, Radar Mojokerto, Radar Surabaya, Harian Surya, Pojok Seni, Galeri Buku Jakarta, Roemah Cikal, Jaya Baya, Panjebar Semangat, Kidung (DKJT), dll. Sekarang bergiat di Lingkar Studi Sastra Setrawulan (LISSTRA)

One Response

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *