Rindu Berdarah Dalam Batinku
Ya habibana yang berdarah dalam batinku
Yang kurindu dalam dukaku
Sebelum fajar kusingkap
Datanglah engkau ke selubung imanku
Tak ada yang kusembunyikan
Dari sisa-sisa rahasia
Nestapa yang kutelan
Adalah derita yang kuterima
Bagaimana aku
Pantas mengaku
Paling sengsara
Sementara dunia diciptakan
Bagi kegembiraan
2019
Mata Airmata
Suara-suara tangis
menikam
datang dari
kegelapan paling
kelam
mendengung
dari tubuhku
yang lemah
dan parau
Suara-suara
meminta
rahmatMu
bagai
gemuruh
gerimis
menghapus
sisa
perih
dan luka
O, Duka Mulia
Airmata bagai syair
tak melenyapkan
kesedihan apa pun
Bukan keheningan
yang aku cari
atau diam yang
Agung
tapi riwayat api
membakar bulan
menjadikannya gelap
sebentuk lorong
sinar lilin
di ujung tepi
dilalui
pejalan sepi
dalam sekarat
bumi hangus
2019
Amsal Kesedihan
Api membara dalam tubuhku
Tetaplah menyala
Oh, tapi tidak
Aku telah menjadi abu
Aku telah diterbangkan
Kepedihan. Sejak nyala
Cintamu membuatku
Berdarah dalam dekap
Demi dekap, saat rebah
Di bibirmu.
Kau yang bagai sinar
Hampir pasti tak mungkin
Aku menyatu dalam moksa
Aku hanya sanggup
Menjadi pengintai
Bagi perasaan
Yang dicari pencinta
Dalam detak
Dalam cahaya
Dan aku menapaki kembali
Cuaca buruk
Bagai angin sakit
Menerpa lampu-lampu
Kenangan ambruk
Mirip angin ribut
Aku menjejakinya lagi
Kalender musim hangus
Seperti aspal
Aku tinju
Langit jahanam ini
Bagai duka
Nyanyian
Burung-burung
Kesedihan
2018-2019
Amsal Amarah
/1/
Dunia rebah
Ke dalam
Amarah
Seperti pohon
Pada gejolak api
Apakah awan-awan
Menyimpan lahar
Sehingga turun ke atas dendam
Bagai sengit
Mata api?
/2/
Kesia-siaan datang
Dari sela pintu
Di sepotong siang
Yang angkuh
Apakah jarum-jarum cahaya
Telah menjadi
Mata biru
Di mataku
Yang rapuh?
2019
Meninggalkan Desember
Aku
membiarkan diri
memasuki tahun-tahun asing
tersesat dalam suara-suara
ketenangan
dari balik kaca
Kebisingan terdengar lebih pelan
bagai nada jauh
dari hiruk pikuk orang-orang
yang melampaui kesedihan
setiap malam cahaya bulan tak berhenti
menembus dinding kesunyian
Aku
membiarkan diri tersesat
dalam lorong-lorong
musim yang risau
bergerak
dalam senyap yang kedap
mengikuti lentera dengan cahaya redup
dan retak
2019
Menanti Kabar
Dalam sepi yang asing, dalam sepi yang
Tak kukenal. Betapa panjang jarak
Perjalanan, jarak kerinduan. Jarak sakit
Menempuh jalan. Bagaimana
Menghapusnya? Mungkin dengan
Airmata. Atau anggur kecemasan.
Surat-surat yang tergeletak di meja, ingin
Aku mengirimnya. Tapi, kepada siapa?
2018
Setu Babakan
Arus yang mengarah kepadaku itu
Adalah engkau
Selembut maut
Semurni sengsara
Bagaimana bisa aku tenggelam
Dan hanyut
Dalam lagu-lagu yang kausenandungkan
Di malam sedih?
Sejauh aku melihat hanya danau sepi
Dan kekosongan mengalir ke dalam diri.
2019
Aku Akan
Aku akan menulis bagai air bah
Tsunami yang menerjang lembah
Kesedihan
Setelah kering sungai
Kata-kata
Barangkali aku akan menulis
Dengan tenaga ombak
Dirimu yang penuh kecemasan
Seperti kalimat yang tak selalu selesai
2019
One Response
Puisi yang apik dari Restu. Salam literasi