Perjanjian di Hari-hari Berkabung



Kembang Karnaval

Cobalah datang kepada gempita bumi
tanpa harus menumpahkan darah,
ini adalah akhir kegelapan dan kesepian
umat manusia

Langit, telah menanggung pucat tulang,
tak bisa dipandang resah dari juru-juru
hari yang naas. Namun lewat sepasang kaki
telanjang di atas setumpuk buku, kata-kata
mengasuh luap air mata dalam mimpi.

Hati-hati, suara-suara ganjil, mulai menembak
orang-orang gagal dari dalam tanah, lusuh dan retak
seperti seorang tua, meminta hidup baru
untuk membuang separuh pulau, di atas pundaknya.

Setelah haru tersisa di batang pohon jambu,
tapi kian cepat, bunglon gaib merubah waktu
sepanjang zaman, maka, segala sesuatu
menjadi akrab dengan ajal.

Sia-sia, untuk menerima salam pagi, karena pada
akhirnya, urat leher akan dibanjiri kabut usia,
kecuali yang pernah tidur di ranjang hujan
akan mekar pada tempat-tempat rahasia.

2020 




Titanomakhia

Sudah lama, terkepung, lonceng-lonceng gereja,
mengingatkan kita, kepada sepasang mata yang
meledak, tepat, saat hawa sakti tak menoleh ke
belakang, rasa ngeri terbang lagi, kulihat, ia
bertumpu pada sayur-mayur mekar dalam cahaya

Pasar pemantau dari dekat saja susah benar
untuk diselip dalam surat yang terbakar
pada pukul 06:00 pagi, tak ada bau wangi sampai
berlama-lama tinggal di atas pundak setiap anak

Mungkin di hari-hari lain, dengan kaki tergesa-gesa
kita berjalan di permukaan kata, membuat beranda
atau taman yang diambil alih oleh detak jam, tanpa
menyebutkan nama

Kelak jika bangkit, di atas paras negeri, para pekerja,
semangat baru, dari bau garam yang telah dituliskan
laut dengan cara paling diam. Mereka memanggul
balok besi yang licin ke panggung bercadar, di antara
tamsil-tamsil, kita masuk ke pusat abadi

2020




Sindrom Werner

Lewat kerut kening yang ramai oleh pelangi beratus makna,
tafsir telah mengaburkan warna gambar pada lukisan
di tembok dewan, diam-diam dengan tubuh menuju renta,
cemas berupa atap-atap rumah panggung, menyimpan luka.

Banyak orang begitu jijik kepada yang melarikan diri
ke hutan benda-benda, namun, nama kecil dari rasa
lapar dan takut, memberi bunyi dalam kepala yang menyusun
perjanjian di hari-hari berkabung

Inilah pertempuran di atas pucuk rumput ilalang, sejarah manusia
berdiri menjangkau mayat-mayat api dari kota paling sinting,
terimalah pedang binal yang menusuk nafas dan bahasa
bagi segala yang tergelincir jatuh

Kecuali, di sebuah tempat, para penari, mengintip gerak hitam
yang memainkan payung di bandul jendela, mungkin duka,
atau ketentraman air dan tanah dari teka-teki sebuah doa

Ya, memang ada yang membatalkan niat, untuk berangkat
dari gang panjang, menuju kebuntuan batas di hari yang kini hangus,
hanya tinggal jurang tercipta, bila ditutup, letupan-letupan dunia
menjelma bongkahan batu, tanpa kenangan.

2020




Vacuum Cleaner

Hisaplah sedikit cahaya lampu taman itu!
ketika dongeng langit, memberi sebaris
kata mutiara, pada tahun-tahun yang tidak
menamatkan langkahnya di jalan berlobang.

Kemana arah bangku-bangku itu menghadap?
ketika jarum jarm berbaring seumur hidup
di bawah pohon cemara

Bekas luka dan kesendirian menjadikan manusia
seperti seekor anjing, mengangkat kaki belakangnya
kemudian menyembunyikan keresahan ruh-ruh sapardi

Mengalami tragedi di lubuk yang hanya tersedia
untuk bukit-bukit biru dan burung yang terbang
ke rahim sunyi, menunggu rasa gemas
menyerbu kaki langit itu

2020




Penguping

Dekatkan telingamu pelan-pelan
ke jendela plaza itu, maka, kau akan
mendengar bunyi jarum jam
yang omong kosong, mengental,
dalam kaleng-kaleng minuman.

Saat siang hari mengerut di keningmu
rombongan ibu-ibu turun di tepi kota
doa-doa memancar di sana
bersama separuh ilusi

15 menit berlalu, jalan-jalan beraspal berubah
menjadi tempat para ruh menunggu
sebelum beribu-ribu bendera
saling teraduh-aduh dalam radio dan televisi

Nah, cobalah tentukan, di tempat manakah
orang-orang melintasi akalnya sendiri?

2020




Sharp Sandwich Toaster

Pada sepotong roti kering
terdapat warna krem tua dari mimpi,
menjelmalah paras dunia, tanpa lama-lama
juga basa-basi, namun, cukup untuk menerka
jalan bagi debar jantung di sebuah rumah sakit

Rasanya baru sampai di urat saraf
seribu musim dingin, membetot pikiranku,
mencari-cari daftar nama yang lain,
mungkin telanjang, tanpa daun dan telah
patah nilai, semenjak mata ini, luput dari
nyalang pandang.

Lihat, cakar paling bunyi hanya dilahirkan
dari seonggok batu gelap, tetapi kita tak
pernah sampai habis, membikin senjata
di teduh duka mana pun

Kini memang banyak orang bergegas
demi menyentuh bulan dan putih lampunya,
walau jalan ke arah tebing terlalu curam
untuk diinjak oleh tanahliat itu

Tak usah takut, pasanglah hitam yang rata
di tiap kepak elang yang menjadikan penempuh,
mesti, terkotak-kotak oleh harkat, ingatlah bahwa
sesisa air mengalir dari kaki cokelat, telah tumbuh,
dalam lorong-lorong keyakinan purba

2020



Bagikan:

Penulis →

Yuris Julian

Nama pena dari Diandra Tsaqib. Lahir di Pelabuhan Ratu, Sukabumi, Jawa Barat. Saat ini bekerja di Bandung. Beberapa Puisi saya telah tersiar, antara lain di: Koran Tempo, Bali Post, Suara Merdeka, Radar Tasik, Radar Cirebon, Radar Mojokerto, Kurung Buka, Apajake, Takanta dan Pojok Pim.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *