Benih Karmila
Karmila, kembang desa pertama
putri kedua pasangan petani tua
puluhan tahun mengairi ladang
dengan air mata
di tengah kemarau panjang
namanya diambil begitu saja
dari judul lagu Farid Hardja
ia lahir sempurna
entah berapa lama
petani tua itu menanam benih Karmila
padahal tak ada kembang berbunga
hanya batu dan kayu yang semusim lagi jadi abu
bulankah yang melahirkannya?
rambut bijangnya memanjang
setiap siang terurai diterpa angin pantai
saat bukit-bukit digunduli jadi lahan jagung
orang-orang memandang laut dan Karmila
di ladang-ladang tadah hujan
petani dan nelayan menunggu
dikutuk Karmila jadi debu
Lombok, 2019
Menjadi Ayah
di hadapan cermin aku bertanya
akan jadi siapakah darah daging kita
saat ruh yang kudus berhembus
pada tiga bulan pertama
dari perut ibunya aku berbisik,
darahku mengalir di tubuhmu
seperti santan dan minyaknya
dan aku, dan kau adalah yang terpilih
yang terbaik bisa abadi
yang terburuk tak mungkin pergi
kenangan tak memberi pilihan
‘hidup yang kelak kau jalani
adalah langkah yang setiap saat kusesali’
Lombok, 2019
Pagi yang Lain
berikan aku pagi yang lain
tanpa surat kabar harian
suguhkan secangkir kopi
dengan gula semanis mimpi
meja sarapan
sepiring khayalan
di kamar mandi
apapun bisa terjadi
dan di atas ranjang
istriku berseru,
‘tidurlah sayang,
tak ada fakta hari ini’
Lombok, 2019
Nyanyian Musim Kemarau
seribu dulang tersaji di tanah lapang
perempuan desa memanggul harapan
di atas kepalanya
setundun pisang matang,
sepanggang ayam kampung
telur ayam, bebek, dan puyuh,
sepiring nasi kuning dan putih,
semangkuk kacang asin,
dan segala yang berkuah, digoreng,
juga dipanggang
mereka berpesta untuk menyatukan doa
meminta tuhan membuka kolam langitnya
seolah yang diminta telah mengamini
akan selalu ada keinginan
dibalik melimpahnya pemberian
sebelum pesta berakhir,
ladang-ladang tak bertuan
dengan sunyi menyimpan harapan
batang-batang jagung terbakar
berkelakar tentang petani
yang menggunduli bukitnya sendiri
di bukit itu
tak ada yang tahu
doamu dan doa tanah telah beradu
Lombok, 2019
Pengobatan Pakon
arang batok kelapa
tak membakar kaki telanjangnya
agar ia melihat mahluk tak kasatmata
menyakiti dengan halus budak jelata
saat gendang-gending ditabuh
seruling panjang mendengung
ia meneguk air kembang mekar
beralas kain putih
bertabur asap dupa
namun sebelumnya
dengan daun pinang muda
tubuhnya berulang kali didera
rasa sakit menyembuhkan derita
bisik tengkorong kepada ia
sebelum menari di atas bara
ia tahu, siapa mahluk tak kasatmata
merasuki dengan halus budak jelata
sebagai penyakit
sekaligus penyembuhnya
Lombok, 2019
Tenun Purba Pringgasela
tumbangkan dua ekor kerbau
untuk mengibarkan selembar kain purba
dengan tiang dari pohon aren
setinggi sembilan lelaki
kibarkan selama dua malam tiga hari
turunkan sebelum senja
tepat di saat tulang punggung keluarga
pulang dari ladang-ladangnya
delapan ratus lima puluh tahun silam
perempuan penenun pertama di Pringgasela
menyesek benang jadi bekal perang lelakinya
ikat erat jadi sabuk di pinggang
niscaya kau akan terjaga dari satu dua tebasan parang
dengan cinta seputih kapas yang kupintal semalam suntuk
kau harus pulang mengasapi dapur, memberi peluk
anak cucu harus tahu, kunamakan kain ini tunggul
agar kalian senantiasa gemar memanggul
memikul peninggalan leluhur
kain purba jangan kau puja
kami menenun merajut cinta
jadi selimut keluarga
Lombok, 2019