Pulang Ke Dalam Pelukan





Penyair Tua dan Mesin Ketik dari Masa Lalu

mesin ketik tua di sudut ruangan itu
mengirimkan detak rindu dari masa lalu
dengan irama tik tok tik tok
lalu terkadang berderit mengambil jeda
seperti menghitung jarak spasi
satu setengah ataukah dua
jarang waktu yang hendak dibangun
antara harapan dan rasa cemas
sebab waktu telah berlari sedemikian jauh

mesin ketik tua di atas meja baca itu
ingin mengabarkan sesuatu dari masa lalu
ada bunyi seperti suara kertas terpasang
lalu gesekan kertas karbon meminta duplikat
lima enam ataukah sepuluh lapis
lembar kenangan yang hendak diperbanyak
dari waktu yang tertinggalkan demikian jauh

mesin ketik tua di sudut ruangan itu
sepertinya ingin mengirimkan rindu dari masa lalu
tapi seperti waktu. nasibnya kini kelabu
juga pemilik mesin ketik tua itu

Ambon, 28 Mei 2019




Pada Sisa Hujan di Tanjung Marthafons

malam ini setelah hujan mengiris selepas tarawih
kutemukan potongan wajahmu yang gigil
di antara tiang-tiang jembatan yang membelah teluk Ambon
beringsut pucat menyembunyikan luka. mungkin juga siksa

apa yang kau tangis dari sisa hidupmu
setelah berlari sekian lama dengan dusta sepenuh tubuh
padahal ketika itu musim begitu akrab memelukmu
di pasir pantai ketika angin masih barat dan bulan sedang purnama

malam ini pada sisi hujan di tanjung Marthafons
kutemukan potongan wajahmu yang pasi
di antara warna-warni lampu jembatan yang menyambung dua tanjung
tenggelam dalam bayang-bayang yang kian membiru
di antara aroma hujan dan uap laut yang merapatkan maut

apa yang kau sembunyikan di dalam hujan
setelah semua catatan yang pernah kau tulis di tiang dermaga
tak lagi menjadi penanda bagi lelaki yang merindukan pulang

Ambon, 24 Mei 2019




Lelaki di Tepi Laut Banda

tak perlu lagi engkau bertanya tentang dia
lelaki yang pernah mengajakmu ke tepi laut banda
sebab di tubuhmu sampan-sampan terus meronta
entah mencari apa. hingga tenggelam di kolam tuba

air mata jangan kau tanya seperti apa
sebab garam tak lebih asin dari luka di ruang dada

dia lelaki. lengannya perkasa
tapi dalam soal cinta tak luput jua hatinya binasa
sama jua layar bisa koyak dilumat cuaca

tak perlu lagi engkau bertanya tentang dia
lelaki laut yang memelukmu di tepi laut banda
sebab di dadamu kapal-kapal terus saja mendaratkan cuka
entah demi apa. hingga lenyap segala penanda

luka di dada jangan kau tanya selebar apa
sebab bulan tak selalu datang membawa cahaya
demi hatimu yang selalu dilanda gerhana

Ambon, 16 Mei 2019



Salang-e Uihae Tuog Doen

pernah aku terperangkap di celah karang hatimu
tempat dimana ikan-ikan kau undang untuk menari
dan mencumbumu hingga patah dan terkoyak
dalam haru biru yang berujung nelangsa

pernah pula aku terpedaya mengejar bayangmu
hingga batas fatamorgana sebelum terjaga dari mimpi
bagai angin menarik tali-tali layar kesadaran
agar sang nakhoda tetap setia menjaga arah perahu

pernah aku tenggelam di palung terdalam hatimu yang gelap
membuatku kehabisan akal bagai ditawan seribu peri laut
hingga mataku tertutup dan tak bisa perpaling pada indahnya pantai
dan taman laut yang menawarkan kehidupan warna-warni

pernah aku terluka olehmu karena cinta yang haru biru
pada ketika itu dalamnya laut salah kuduga
lalu sengsara berderai air mata. aku terluka

Ambon, 13 Mei 2019




Er Zal Geen Woord Zijn Om Te Scheiden

ada banyak cara untuk mengucapkan selamat tinggal
tetapi pasir di pantai terlampau akrab menerima garam sebagai nasib
sudah begitu lama sejak takdir diberi nama
oleh garis panjang yang memberi batas pada laut
dari mana para pelaut berlayar dan pulang ke dalam pelukan

ada banyak cara untuk mengucapkan selamat berpisah
tetapi dahan bakau terlampau setia menerima burung-burung
juga angin pantai yang terkadang membuatnya patah
sudah begitu sejak lama ditakdirkan menjadi rumah
oleh kedatangan dari mana saja yang menjadikannya indah
juga bagi pelaut yang kalah dan ingin bercinta

ada banyak cara untuk mengucapkan selamat jalan
tetapi lelaki tetap setia untuk bertahan memikul ombak
sebab matanya adalah laut seperti katamu suatu senja
ketika kaca-kaca buram. seturut hujan yang turun di kotamu
dan engkau semakin gelisah menahan senyap dari dadamu
yang kering dibakar garam tersebab waktu bersilauan seakan hampa

ada banyak cara untuk mengucapkan selamat tinggal
tetapi lelaki tiada lelah menjaga hidup di sisa waktu. bersamamu

Ambon, 10 Mei 2019





Bagikan:

Penulis →

Dino Umahuk

Penyair, tinggal di Ambon, Maluku. Bukunya yang telah terbit antara lain: Riwayat Laut, Mahar Cinta, dan Panggilan Laut Halmahera.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *