Belajar Mencintai Sunyi
Sebenarnya tak pernah kuduga, di sudut
dingin diam-diam menggelayut. Berhasrat
jadi kata seraya berharap akan tercatat
serangkaian perjalanan dengan waktu yang dirajut
Bagaimana akan belajar mencintai sunyi
kalau sebagian rasa terbenam di sungai mengarus
tapi riak-riaknya terdiam tak berbunyi
wajahku nampak murung dan kurus
bermain dari satu musim ke musim yang lain
serupa aruh bermain di danau batin
dalam ingatan: sendiri tercekam
sunyi terasa menusuk menghunjam
Sunyi dilahirkan berulang-ulang
selalu bertemu serupa mendidihkan air tiap pagi
menyeduh segelas kopi sebelum pergi
lalu aku berbagi: secangkir untuk rindu dan sunyi
sisanya diam-diam kubawa pulang.
Parepare, 2020
Mengapa Daun Harus Jatuh Dari Dahan
Akhirnya diam-diam kausebut
sebaris tafsir dari waktu yang jauh
tentang batas pagi berkabut
mengurai arus yang masih mengeruh
Selembar daun yang jatuh
selalu meninggalkan riwayat
sementara angin runtuh
sunyi kaurasa semakin menyayat
Kasih tak selalu dilahirkan berbait-bait
serupa kembara puisi di ingatan
tangis hanya dipendam tanpa jerit
kaubiarkan waktu dalam perdebatan
Selalu saja berguru pada daun yang jatuh
sambil menyimpan usia dan tanya di dada
sebelum senja benar-benar runtuh
getar puisi pun seperti tiada
Padahal hujan yang ditunggu sejak musim timur
sudah tercatat dan kuberi tanda pada peta
tapi hanya memberi arah pada daun-daun yang gugur
di lembab angin perbukitan seusai bercerita
Sesungguhnya kautahu ada batas kisah
selalu menyambut datang dan kepergian
sebab selembar usia dibentang gelisah
isyarat siapa saja akan kehilangan.
Agustus, 2020
Pelayaran Menuju Senja
Masih tersisa bau amis di geladak. Mungkin takdir saat angin bermain gelombang
seperti bercinta antara ada dan tiada tanpa kegaduhan
hanya serupa cahaya jatuh dari bulir percikan air laut
Padahal pelayaran itulah yang memiliki kisah sendiri
menyesatkan di arus permainan gelombang dan terus berulang
sampai terhempas berderit layar tanpa luka yang terbaca
Tak ada yang benar-benar mengerti kapan pulang
meski pun musim sudah lama tersimpan di kepala
adalah takdir dari semesta menghempas tak henti di dada
Sudah sebagian matahari membenamkan sunyi
di jauhan arakan burung menuju entah
perahu masih melaju tanpa cemas kehilangan waktu
Masih saja gelisah ingatan tanpa tahu akan mengantar kepulangan
dan bahasa gelombang hanya menyisakan gemuruh di udara
membentur waktu yang tersimpan dari masa lalu.
Parepare, 2020
Nanti Yang Panjang Dan Pohon Sawo
Hampir lebih setengah abad halaman rumah ini tak berubah. Angin yang curiga
bermain di dedaunan rimbun pohon sawo kemudian menjadi nglangut
merindangkan suasana pada banyak keladi yang tertata rapi di dekat
tempat aku dulu membasuh waktu, samping pagar rerimbun pohon kapulaga
dan berlari sendiri mengejar capung-capung di pinggir selasar agak ke sudut
ingatan itu masih saja kuat melekat
Termasuk aku yang tak pernah mampu mengartikan pesan-pesan tentang nanti
saat ibu setia menemani tiap siang di bawah pohon sawo sambil mengelus lembut
sekuntum angan seorang anak sambil mengantarkan untuk istirah
tak juga selama bentangan musim. Hanya nanti bila telah paham arti
sebagai lelaki harus mampu menggenapi waktu yang paling kemelut
nanti pula harus bisa paling tidak mengayomi hidup yang gelisah
Menempuh waktu untuk nanti yang selalu ibu katakan terasa panjang
aku harus membawa luas ingatan halaman rumah untuk bertemu kekasih
menjelajah menempuh jalur yang sebenarnya harus menggenggam usia
bisa mendaki perbukitan, gunung, bahkan melintas laut yang garang
seperti musim yang tak pernah mengajariku untuk memilih
hanya misteri di dada tersimpan agar tak sia-sia
Senja pun telah memperistri pesan-pesan nanti yang panjang itu
dan lelaki yang pernah terlena di bawah pohon sawo meluruh bersama waktu
namun pesan-pesan itu telah menyatu dan berjejak
sebab antara usia dan waktu tak lagi berjarak.
Parepare, 2020
Waktu Diam Di Situ
Memunguti ketiadaan dalam diam serupa pamit
dari detik mengamati gerakan jarum meninggalkan
angka-angka menuju sunyi yang tak berujung
Sementara masih ada sisa suara yang dihempas jarum
detak berulang menyusupi ruang
seperti angin menggiring ombak menuju pantai
Waktu terasa diam saja tak berulang atau kembali
kapan bisa menjadi sepasang kuda yang berlari
memacu nafas di padang sabana meski tak harus bercinta
Tak senyata ada usia menjadi beban
membiarkannya diam tergolek pasrah
telentang memimpikan sunyi di sprei yang kusut
Malam pun menjadi terasa ganjil tanpa gerak
seperti tak tahu harus merawat ingatan
atau mungkin saja ikut menggenapi menjadi doa
Betapa letihnya untuk sekedar tahu dari waktu
menuju angka-angka yang merajut hari
di luar, semesta sedang memainkan musim
Begitulah selalu tak ada jawaban dari rahasia waktu
sedangkan usia selalu ingin dicatat dan dirayakan
sementara getar di dada meminta segera dibawa pulang.
Parepare, 2020
Menunggu Di Simpang Tiga
Bahkan aku selalu menanyakan arah menuju selatan
berulang mengingatkan diam-diam disimpan
adakah yang itu tak salah terus mencari di keremangan
Engkau tak selamanya persis menunjukan
karena keraguan mirip bayang-bayang berkelebatan
bila rindu kadang menunggu tak harus membosankan
Sekisahan tutur yang lembut
selalu serupa kopi dan malam saling berebut
ingatan dicelupkan biar cinta pun melarut
Menunggu selalu dilahirkan dari janji pertemuan
hanya tak pernah tekun membaca penantian
hingga senja bisa mekar bersama kembang di halaman
Sepertinya ini arah yang salah
di simpang tiga aku tak lelah tapi kalah
serasa menggenapi puisi-puisi yang gelisah.
Parepare, 2020