KAKEKKU seorang bajak laut dan penyelundup. Tidak terlalu produktif dalam pekerjaannya menurut standar modern, tetapi meskipun begitu cukup lumayan sebagai pencari nafkah. Keluarga kami pada saat itu tinggal di salah satu ruko sepanjang Jalan Telok Ayer dekat Kuil Thian Hock Keng. Namun Ah Kong, begitu kami memanggil Kakek meski kami tidak pernah mengenalnya secara pribadi, hampir sepanjang waktunya berada di laut. Atau di tempat lain.
Usai karirnya yang panjang tapi tidak terlalu sukses Ah Kong akhirnya ditangkap oleh Inggris dan dideportasi ke Amoy, di mana tanpa terhalang oleh usia dia segera memulai dengan gairah yang wajar untuk membangun keluarga lain. Setelahnya, dia juga mulai memohon tanpa henti kepada keluarganya di Singapura untuk mengirimkan uang tunjangan guna membantunya dan cabang Amoy baru dari keluarga kami.
Nenek menolak mengirimkannya sepeser pun dari timbunan hartanya yang sedikit yang tanpa bisa dihindari tertinggal bersamanya. Tapi anak-anak lelaki Ah Kong berhemat dan mengirimkan uang mereka sendiri secara berkala. Ya, kurang lebih. Berkurang seiring berjalannya waktu. Sampai mereka kehilangan kontak dengannya untuk selamanya (syukurlah!) pada saat perang terakhir.
Ah Kong pastinya tokoh yang sangat menarik. Banyak kisah diceritakan tentangnya. Bagaimana dia bertarung sendirian melawan segerombolan bajak laut lain dan menghindari penangkapan dengan melompat dari tebing setinggi 100 meter (Dari mana coba dia menemukan tebing seperti itu untuk melompat di bagian ini?). Bagaimana kapalnya karam di pulau terpencil dan hampir dimakan hidup-hidup oleh kepiting-kepiting pemakan manusia besar (dia selamat dengan mengalahkan kepiting-kepiting dan memakan mereka). Bagaimana dia suatu waktu berhasil berenang dengan tenang dan aman melewati sekumpulan hiu tidur.
Cerita yang paling luar biasa adalah mengenai saat dia jatuh dari kapalnya dan tenggelam. Iya, tenggelam sebagaimana mati.
Setidaknya dia mengaku dia mati. Dia adalah perenang yang tangguh, tapi dia menjelaskan dia tertarik jauh ke bawah permukaan oleh rantai jangkar kapal yang telah melilit kakinya saat dia jatuh dari kapal.
Lalu suatu keajaiban terjadi. Dia melihat, dalam semacam penglihatan kematian roh bawah laut yang terkenal jahat itu, sang Raja Naga Lautan, Raja Neptunus jika kau mau, Hai Leng Ong dalam bahasa Tionghoa, Nick tua dari Lautan Dalam. Tuan itu memberikannya tawaran yang tidak bisa dia tolak.
Maukah dia menerima kutukan sebagai imbalan untuk menyelamatkan hidupnya yang menyedihkan?
“Tentu saja,” balas Ah Kong yang tahu dia tidak dalam posisi untuk menawar.
“Maukah kau memberikanku salah satu anak perempuanmu sebagai pengantinku? Siapa pun yang kupilih?” tanya Hei Leng Ong.
“Pastinya,” jawab Ah Kong tanpa ragu sedikit pun. Dia tidak memiliki anak perempuan saat itu, sah maupun yang bukan. Sejauh yang diketahuinya.
“Itu termasuk anak perempuan yang belum dilahirkan,” Hai Leng Ong menyatakan dengan ketentuan tambahan, tersiagakan oleh kesediaan penuh rela Ah Kong.
“Tidak masalah,” Ah Kong setuju hanya setelah ragu sejenak. Lagi pula anak perempuan mudah didapat.
“Bagaimana jika aku tidak menyukai satu pun anak perempuannya?” renung Hai Leng Ong, lebih kepada dirinya sendiri daripada untuk Ah Kong.
“Kalau begitu siapa pun dari generasi berikutnya. Cucuku yang mana pun.” Ah Kong menawarkan, murah hati dan, boleh dibilang, dengan sangat tidak peduli.
Dengan disepakatinya perundingan yang memuaskan, Hai Leng Ong mengibaskan ekornya yang pendek tetapi kuat (Dia memiliki satu dan ekornya mempunyai mata panah di ujungnya, setajam tanduk-tanduk kecil yang menghiasi dahinya). Dengan sapuan agung trisulanya, Hai Leng Ong membebaskan Ah Kong dari rantainya dan mengirim tubuhnya terayun-ayun naik ke permukaan lengkap dengan nafas kehidupan baru. Rekan-rekan Ah Kong melihatnya dan menariknya.
Ah Kong terlahir kembali, bisa dibilang begitu, keluar dari air dan sejenis roh. Tetapi dia telah meninggalkan keturunannya dengan iblis untuk membayar.
Nenek biasanya menakuti kelima anak perempuannya dengan kisah itu. Sebagai anak-anak mereka ketakutan setengah mati. Tetapi seiring mereka dewasa ketakutan mereka juga berkurang.
Mungkin itu karena mereka menyadari kalau mereka tanpa terkecuali adalah lima gadis paling jelek di Singapura masa silam. Dan tentu saja masing-masing dari mereka mulai berkhayal secara diam-diam bahwa Hai Leng Ong akan dengan senang hati datang dan mengeklaim mereka, sesuatu yang lebih baik daripada tidak ada. Siapa yang tahu, bisa jadi dia seorang suami yang seksinya minta ampun, meskipun omongan buruk beredar tentangnya?
Ternyata, Hai Leng Ong rupanya memeriksa dengan teliti semua dari mereka dan akhirnya mereka harus puas bertunangan melalui pernikahan yang diatur dengan beberapa orang jelata miskin yang (orang-orang malang!) menerima mereka dengan tidak melihat terlebih dahulu sebagaimana praktik adat yang berlaku dalam transaksi semacam itu.
Mei dan aku lahir dari anak laki-laki ketujuh dan termuda Ah Kong yang masih bayi ketika Ah Kong diasingkan. Ibu kandung kami meninggal saat kami masih kanak-kanak dan kami dibesarkan oleh ibu tiri yang memberikan kami seorang saudara laki-laki tiri.
Setengah saudara laki-laki adalah tepat. Ah Too tampak seperti setengah saudara laki-laki, setengah saudara perempuan. Dia bisa jadi sangat kecewek-cewekan kadang-kadang.
Semenjak kanak-kanak dia akan sering berpakaian seperti perempuan dan lebih memilih ditemani gadis-gadis. Ini mugkin karena ibu tiri kami selalu sangat memanjakan dan protektif kepadanya. Dan mungkin juga karena dia terbiasa mendandaninya sebagai perempuan sampai dia memasuki usia sekolah. Bagaimanapun, ini dilakukan dengan alasan yang sangat logis, yaitu untuk mengelabui para roh jahat yang memiliki kebiasaan membunuh anak laki-laki. Ini juga adalah alasan kenapa dia dipanggil Ah Too (yang berarti “babi”)untuk mengelabui roh jahat bodoh yang sama kalau dia bahkan bukan manusia apalagi maskulin.
Saat kami tumbuh dewasa, pertama ayah meninggal dalam perkelahian geng perkumpulan rahasia (perkelahian pertamanya dan sangat disayangkan juga yang terakhir, walaupun seperti yang dikatakan pemimpin gengnya pada kami, kelompoknya menang). Dan kemudian ibu tiri kami meninggal karena tuberkulosis. Kedua penyebab kematian ini sangat umum pada waktu itu.
Hidup tidak terlalu buruk meski tanpa ayah dan ibu dan ibu tiri. Nenek seorang yang tahan banting dan dia merawat kami dengan tenang. Dia bekerja sebagai penjaja. Untuk pekerjaan sampingan dia adalah penyelundup untuk sindikat judi chap-ji-kee. Dan dengan ancaman kasar dan kutukan vulgar sejenisnya yang jarang terdengar sekarang bahkan dalam lingkungan paling tidak sopan sekalipun, dia mengumpulkan upeti dari anak-anak lelakinya yang lain. Dia berhemat tetapi dia membesarkan kami dengan pendidikan yang layak, bahkan juga Mei. Ini tidak biasa karena tidak banyak perempuan yang diberikan pendidikan pada masa itu.
Ah Too dan aku menikmati masa kanak-kanak kami. Kami bisa berkeliaran ke mana-mana sesuai keinginan kami, aku lebih banyak daripada Ah Too. Aku menangkap ikan dari Johnson Pier, menerbangkan layang-layang di lapangan sekolah Ai Tong dan saat bulan membahagiakan Ulambana, kami menonton wayang jalanan dan pelelangan makanan berlimpah sisa dari persembahan untuk Hantu Lapar (yang barangkali tidak lapar sama sekali).
Bagi Mei, hidup tidak semudah itu. Dia harus membantu pekerjaan rumah tangga yang tiada habisnya. Kamu harus ingat ini terjadi bahkan sebelum gerakan pembebasan perempuan diimpikan di Barat, apalagi di Timur.
Meskipun kekurangan cahaya matahari dan air segar, Mei berkembang menjadi gadis muda yang menawan dan pintar terutama keika dibandingkan dengan saudara laki-laki dan sepupunya yang kasar dan gaduh.
Bukan berarti Ah Too begitu kasar dan gaduh. Tahun-tahun awalnya sebagai perempuan telah agak melembutkan otaknya dan acap kali aku harus memaskulinkan dia dengan dosis jitakan kepala yang telah dikelola dengan matang dan permainan kasar tak terkendali. Namun kapan pun dia bisa menghindar dariku, dia akan kambuh lagi bermain boneka dan masak-masak (pura-pura masak).
Bagi Mei ada beban lain yang harus ditanggung. Beban yang menakutkan. Bayang-bayang gelap dari Hai Leng Ong.
Dia bukan hanya cucu tercantik Ah Kong. Lebih buruk lagi, dia adalah satu-satunya cucu perempuannya, cucu lainnya seluruhnya adalah laki-laki. Itu seperti semua anak perempuan Ah Kong lainnya dan menantu perempuannya telah sukses dalam permohonan mereka kepada Dewi Mah Chor yang kuat di Kuil Thian Hock Keng untuk tidak memberikan mereka apa-apa kecuali anak laki-laki.
Jadi Mei berdiri sendiri, bertambah hari demi hari dalam kecantikan dan dihantui, seolah-olah, oleh pelamar yang tidak diinginkan mendahului jatuh tempo suatu hari nanti untuk muncul dari wilayah neraka.
Pastilah itu akan cukup untuk mengekang gaya perempuan mana pun. Mei terdidik. Dan dengan begitu secara normal skeptis. Jadi, meskipun dia was-was, dia menertawai kisah lama itu dan dia tidak membiarkan kisah itu menekannya secara berlebihan, setidaknya begitu pada awalnya.
Dia akan sering mencemooh cerita itu, menyebutnya sebagai kutukan keluarga. Dia bahkan menyampaikan dengan bercanda kalau Hai Leng Ong akan kaya dan tampan dan datang dengan kapal pesiar super cepat. Sedemikian rupa hingga Nenek harus mengeluarkan catatan peringatan untuk membuatnya serius tentang kutukan itu.
“Kakekmu berkata akan ada tanda yang jelas. Kakekmu bilang Hai Leng Ong setuju untuk memberikan tanda. Setidaknya dia mendapatkan janji itu dari Raja Iblis… Jadi hati-hati, Mei! Perhatikan tandanya.”
Mei tertawa tetapi di dalam hatinya dia mengingat peringatan Nenek dengan baik.
Terlalu baik. Karena tanpa disadari dia mulai mencari tanda yang jelas harus ada itu di mana pun tanda itu mungkin bisa muncul. Jadi, kapan pun dia mulai dekat dengan pria mana pun dia akan berhenti sebentar dan dengan kehati-hatian mulai memeriksa tanda dan gejala yang menunjukkan kutukan Hai Leng Ong.
Wajah Mei lembut dan berwarna krem putih dengan pipi sedikit merah muda dan mata bulat besar. Rambutnya hitam dan lembut saat disentuh. Telinganya halus dan berbentuk lucu. Suaranya semanis madu. Dan dengan begitu dia memiliki aliran tanpa akhir calon pacar yang terus datang untuk berdengung di sekitarnya.
Suatu hari, Mei bertemu dengan lelaki ini, pria muda kaya tampan dan berpakaian modis bernama Bobby. Dia adalah seorang pengusaha yang memiliki perusahaan yang menangani barang-barang olahraga.
Pada mulanya mereka berhubungan baik sekali. Mei tampak menyukainya. Aku pribadi merasakan dia agak rewel terhadap hal-hal kecil seperti kerapian dan kebersihan di sekitar rumah kami. Dia tampak merasa derajatnya lebih tinggi. Dan aku dengan jelas melihatnya mengendusi perabotan sederhana rumah kami.
Ah Too menganggapnya memikattetapi si lembek itu lagi pula memang selalu menyukai orang yang bergaya. Ah Too sendiri pergi berkeliling dengan pakaian unisex kebesaran terbaru dan celana baggy dan rambut lucu.
Anggota keluarga lainnya, Nenek dan paman-pamanku dan bibi-bibiku, menganggap kekayaan Booby memikat.
Mei dan Bobby menghabiskan banyak minggu bersama di pantai dan laut. Ski air, snorkeling, selam skuba, berlayar, berenang. Mereka tampak menghabiskan lebih banyak waktu basah dibanding kering.
Nenek merasa senang. Mei sudah lama memasuki usia nikah (untuk Nenek dalam segi pernikahan, usia lanjut dua puluh lima), dan dengan begitu akan segera tua dan tidak menarik lagi. Bobby akan menjadi tangkapan yang bagus untuk Mei.
Mei merasakan ke mana hal-hal mengarah dan meminta umpan balik padaku pada suatu malam ketika Bobby sedang pergi untuk urusan bisnis.
“Apa pendapatmu tentang Bobby?” Dia bertanya.
“Tidak punya,” kataku jujur. Kemudian aku menyadari maksud perkataannya. “Maksudmu sebagai ipar?”
Mei tidak menjawab pertanyaanku secara langsung. “Aku takut kepada kisah lama itu. Kamu tahu, kisah fantastis Ah Kong tentang Hai Leng Ong.”
“Oh?” Aku merespon. “Apakah Bobby memperlihatkan sikap jahat apa pun? Kecenderungan kejam apa pun?”
“Tidak seperti itu, tapi kamu tahu dia tidak bermain tenis ataupun skuas. Dia tidak joging atau bermain boling…”
“Lalu kenapa?” Aku tidak mengerti maksudnya. Banyak orang baik tidak bermain boling atau joging atau skuas atau tenis. Jadi?
“Jadi, semua olahraganya ada di laut!”
“Ya ampun!” Aku berseru. “Betapa pintarnya kamu untuk menyimpulkan! Kamu tahu, jika dipikir-pikir lagi, kamu benar sekali.”
“Apa kamu pikir…” Mei memulai.
“Itu adalah tanda jelasnya?” Aku menarik kesimpulan untuknya.
Kami berdua merenungkan pertanyaan mengerikan itu untuk sejenak. Kami tertawa gugup. Tetapi kami tidak dapat menghilangkan keraguan itu.
“Bagaimana untuk memastikannya?” Mei bertanya.
“Arahkan dia kepada subjek itu,” aku menyarankan. “Kemudian bersikap terus terang. Tanya dia blak-blakan. Lagi pula, Ah Kong bilang kita akan mendapatkan tanda yang jelas.”
“Apakah kamu mau menanyakannya?” Mei menyerahkannya padaku.
“Aku? Kenapa aku?” Lain kali aku tidak akan membuka mulut besarku, aku memutuskan. Dibutuhkan seorang idiot bermuka tembok untuk menanyakan pertanyaan seperti itu ke orang mana pun.
Jadi aku secara alami memikirkan Ah Too.
“Ah Too selalu terus terang. Dia melucuti orang-orang dengan kejujurannya. Mari kita minta dia melakukannya.”
Jadi kami memilih Ah Too secara in absentia. Dan pergilah kami untuk mengarahkannya.
Keesokan harinya Bobby datang untuk berpacaran dalam pakaian necis seperti biasanya. Kami membiarkannya menunggu di ruang tamu di bawah. Kemudian Ah Too muncul seperti yang sudah direncanakan. Mei dan Aku menguping di tangga atas.
“Hai, Bobby, dasar cowok ganteng!” Ah Too memanggil dalam suaranya yang musikal.
“Huh,” Bobby berkenan untuk merespon.
“Itu baju bagus banget yang kamu pakai,” mulai Ah Too. “Sebagai pembuka,” pikirku. Tetapi tidak begitu. Keduanya saling teralihkan ke dalam debat menyeluruh mengenai mode, cukup banyak untuk membuat gigi kami bergeretak kesal di atas tangga. Dan ketika mereka beralih untuk mendiskusikan gaya rambut, kami hampir menarik rambut kami sampai putus.
Lama kemudian, Ah Too mendadak teringat tugasnya dan langsung melontarkan pertanyaan ke intinya.
“Ngomong-ngomong, kamu bukan Hai Leng Ong, ya kan?”
“Hai Leng siapa?”
“Kamu tahu, Hai Leng Ong, Raja Naga Lautan yang terkenal, Iblis dari Lautan Dalam,” Ah Too menerangkan dengan sabar.
Ada keheningan sejenak. Kami menajamkan telinga kami di atas, tegang menunggu balasannya.
“Ada apa dengan urusan Hai Leng Ong ini?” Bobby bertanya dengan tawa ringan dalam suaranya.
Tak kami sangka, Ah Too mulai membocorkan rahasia keluarga, mengenai kukutan Hai Leng Ong. Lalu dia menceploskan dengan naifnya kalau Mei khawatir apakah Bobby bisa jadi iblis itu.
Bobby berhenti tertawa. Dia tersakiti. Baginya ini bukan lagi sebuah persoalan yang lucu. “Maksudmu, Mei benar-benar berpikir aku adalah iblis itu?”
Mei tidak dapat menahan dirinya lebih lama. Dia buru-buru menuruni tangga sebelum aku dapat mencegahnya.
“Bobby, dengarkan aku…” dia memulai.
“Apa? Kamu mendengarkan sejak tadi? Ini sudah diatur!” Bobby naik pitam. Dia seharusnya bisa lebih pengertian. Bagaimanapun kutukan Hai Leng Ong tidak dapat dipikul dengan mudah oleh gadis mana pun yang belum menikah.
“Kamu benar-benar mau menanyakan pertanyaan bodoh itu padaku?” Bobby menuntut, tajam dan kasar secara bersamaan pada adikku yang malang. Sisi terburuk dari si pria sombong telah keluar.
“Ya, Mei harus tahu,” aku tidak dapat menahan diri untuk tidak ikut campur. “Dan jika kamu benar-benar peduli padanya, kamu akan mengerti kenapa dia harus tahu.”
“Bagaimana kalau aku adalah Hai Leng Ong?” tantang Bobby dengan kilatan jahat di matanya, “bisa saja aku, kamu tahu. Ya! Ya! Aku memastikannya. Akulah reinkarnasi dari iblis tua itu.”
Mei menatapnya, mata membelalak, bingung, gemetar, tidak tahu harus mengatakan apa. Dia belum pernah melihat Bobby seperti ini sebelumnya.
“Kamu, aku tidak keberatan,” Bobby memanggilnya dengan kejam, “tapi aku tidak tahan dengan keluarga kampunganmu. Maafkan aku. Sangat disayangkan untukmu. Aku sudah terbiasa bergaul dengan orang-orang kelas atas.”
“Kamu tidak mungkin Hai Leng Ong,” Mei menemukan suaranya. “Iblis itu lebih berkelas! Pergi saja dan jangan kembali lagi. Selamanya!”
Dia melakukannya. Dan dia tidak pernah muncul di depan pintu rumah kami lagi.
Episode Carlos bahkan lebih singkat lagi.
Carlos diperkenalkan oleh salah satu teman universitas Mei. Dia adalah pengajar sains dalam pertukaran dari sebuah universitas Filipina.
Mei akrab dengannya pada mulanya. Aku acuh tak acuh seperti biasa tapi Ah Too tidak menyukai penampilannya yang berantakan.
Setelah mereka menghabiskan lebih banyak waktu bersama, Mei dan Carlos tampaknya berkembang perlahan secara mulus dengan Mei mulai mengucapkan nama Carlos secara terus menerus di setiap obrolan santai. Kamu tahu, Carlos ini dan Carlos itu, apa pun subjek yang kamu kemukakan.
Kemudian aku menyadari penurunan dalam penilaian Carlos. Aku dapat melihat dalam mata Mei tatapan dihantui yang lama. Ketakutan telah dibangkitkan. Kutukan Hai Leng Ong.
“Ada apa, Mei?” aku bertanya padanya. Dia tahu dengan jelas apa maksudku.
“Kamu tahu dia seorang ilmuwan?”
“Iya, dia memberi tahu kita,” aku membalas.
“Apa kamu tahu cabang ilmu apa?”
Aku menggelengkan kepalaku.
“Nah, itu biologi kelautan!” Mei mengungkapkan dengan dramatis.
“Jadi?” tanyaku.
“Ya, itu tidak hanya subjek baginya. Itu gaya hidupnya. Dia menikmatinya. Dia menyukai semua kehidupan di lautan. Pada mulanya itu agak lucu. Kamu tahu, tidak biasa. Tidak seperti pria lain. Tapi setelah beberapa waktu itu tidak mungkin. Menjengkelkan! Dia berbicara mengenai kehidupan laut setiap saat. Dia tenggelam di dalamnya dan tidak ada yang lainnya. Benar-benar terpukau pada subjeknya. Basah semua! Dia terus mengoceh dan mengoceh tentang itu.”
“Tetap, itu tak berarti…” aku memulai.
“Dengarkan ini. Seminggu atau lebih yang lalu di pantai, dia melontarkan pertanyaan dengan mendadak: Bagaimana aku mau tinggal di bawah laut dengannya?”
“Aku pikir dia bermaksud tinggal di salah satu stasiun bawah laut. Kamu tahu, mesin bola Jules Verne tempat kita memandangi kehidupan pribadi ikan-ikan malang itu.”
“Aku memintanya untuk menjelaskan maksud perkataannya,” lanjut Mei, “tapi perhatiannya teralihkan oleh beberapa kepiting pasir.”
“Apakah itu sebuah lamaran?” Aku bertanya-tanya dengan suara terdengar.
“Lebih seperti usulan,” balas Mei. “Lagi pula, aku mengabaikan subjek itu. Aku tidak membalas. Dan apa pun yang terjadi kehadiranku telah menjadi kepentingan kedua dari minat utamanya dalam hidup. Kepiting-kepiting pasir itu mengalahkanku secara telak.”
Bibit keraguan telah tertanamkan dalam pikiran Mei. Lagian, dia juga mulai merasa kehidupan laut membosankan. Jadi mereka berpisah, Mei kembali ke tanah padat sekali lagi dan Carlos semakin jauh kepada penghuni bawah laut tercintanya.
Ada orang-orang lain yang menderita akibat perhatian singkat karena bayang-bayang kutukan yang selalu ada.
Misalnya, pria muda baik yang diperkenalkan kepada kami di suatu makan malam pernikahan. Dia tampak mendapatkan perhatian Mei sampai akhirnya dia memberitahukan nama perusahaan binsis keluarganya: “Raja Laut Pte Ltd”. Mungkin keserasiannya juga belum tepat.
Kemudian ada juga manajer makanan dan minuman yang tertarik pada kuliner. Mei tampak terpikat padanya. Sampai akhirnya dia memberitahukan:
“Untukku sendiri, aku hanya menyukai makanan laut. Aku tidak terlalu suka yang lainnya. Berikan aku makanan laut kapan saja dan aku akan merasa seperti raja.”
Mungkin keserasiannya juga kurang tepat. Mungkin karena terlalu banyak makan ikan.
Kasus masuk-dan-keluar tercepat adalah teknisi kelautan yang berhubungan dengan Mei di pesta malam tahun baru. Dia tampak benar-benar memikat Mei, terbantu oleh sampanye yang melimpah. Sampai akhirnya dia mengungkapkan nama kapalnya: S.S Poseidon.
“Apa artinya Poseidon?” Mei bertanya.
“Oh, itu nama Yunani untuk raja lautan,” si pelaut menggali kuburannya sendiri.
Setelah lama berlalu, datanglah seorang pria yang tampaknya sangat jelas adalah jodoh.
Hock Leng adalah seseorang yang begitu tidak menyukai laut dan sangat berpengalaman menyoal bumi. Dia adalah teknisi geoteknik dan pekerjaannya berurusan dengan fondasi untuk bangunan. Tidak ada yang bisa lerbih berhubungan dengan tanah atau lebih jauh lagi dari laut. Dia juga seorang pria yang mempesona dan pengertian. Dan dalam hal keserasian, dia sangat tepat untuk Mei. Positif sepanjang jalan.
Mereka berhubungan sangat baik sejak semula. Mereka sampai pada tahap bergandengan tangan dalam beberapa hari, yang mana tidak terlalu cepat atau terlalu lambat.
Dalam hal kutukan, Hock Leng juga menambah poin demi poin. Dia membenci makanan laut. Dia tidak tertarik dengan olahraga laut. Dan yang lebih-lebih lagi, dia bahkan tidak bisa mengapung, apalagi berenang!
Walau begitu, pikiran menyeledik tanpa henti Mei berhasil menemukan satu poin minus utama. Nama Hock Leng.
Nama Hock Leng berarti “Naga Beruntung” dalam bahasa Tionghoa. “Beruntung” tak masalah tapi “Naga” mengkhawatirkan Mei.
Dia curhat kepadaku. Aku memberitahunya sejujur yang hanya kakak laki-laki bisa lakukan: dia paranoid. Banyak orang yang dipanggil “Sesuatu Naga” atau “Naga Sesuatu” di kalangan orang Tionghoa. Naga sangat biasa seperti Tom, Dick, dan Harry.
Mei merasa lebih tenang. Tetapi tidak untuk waktu lama. Oleh karena mimpi bodoh ini.
Dia berada di mobil bersama Hock Leng berkendara sepanjang Jalan Orchard. Tiba-tiba Jalan Orchard menjadi Sungai Singapura dan mobil mereka menjadi perahu. Banyak ikan yang mulai melompat ke perahu mereka, menatap Mei dengan mata melotot terbuka lebar. Mulut kecil mereka terbuka dan tertutup saat mereka berbisik.
“Waspada! Waspada!”
Kemudian dari belakang celana Hock Leng mencuat keluar ekor, sementara pakaiannya dan kulitnya berubah menjadi sisik ikan berlendir. Kepala tampannya berubah hijau dan berduri dan matanya terbuka lebar dan melotot dan menjadi merah dan menyala.
“Aku membodohimu! Aku membodohimu!” Hock Leng tertawa terbahak mengerikan.
Kemudian mata Mei sendiri mulai terbuka lebar dan melotot seperti ikan-ikan dan Hock Leng saat dia menemukan dirinya berubah menjadi bersisik dan berlendir.
Dia mencoba berteriak. Tetapi tidak ada suara. Dia mencoba lagi dan lagi, kengerian merasuki hatinya dan dengan cepat menguasai setiap serabutnya. Tidak ada suara. Itu adalah sejenis ketakutan yang melumpuhkan. Jenis yang mematungkan dan meninggalkanmu terjebak tanpa belas kasihan untuk terbebas bahkan jika itu hanya melalui jeritan putus asa.
Dalam perjuangannya untuk keluar, Mei akhirnya terbebas dari mimpinya. Dia terbangun mendadak, jantung berdetak begitu cepat dan butiran keringat membasahi keningnya.
Dengan begitu Mei menjadi tegang dan irasional. Kutukan Hai Leng Ong kembali menguasainya lagi. Tidak ada keraguan soal itu.
Itu sangat disayangkan tapi sepertinya Hock Leng akan segera disingkirkan tidak lama lagi. Mei merasa sama sekali tidak berdaya. Lebih buruk lagi, sangat fatal.
“Mungkin inilah makna sesungguhnya. Arti sebenarnya dari kutukan itu. Aku akan menjadi pengantin yang dijanjikan kepada Hai Leng Ong. Dia akan memaksaku menolak semua orang. Sampai akhir hidupku. Kemudian dia akan datang untuk menuntut jiwaku,” Mei memberitahukan padaku dengan sedih pada suatu malam.
Mereka bilang gelap terlebih dahulu sebelum fajar. Begitu pula dengan kutukan yang membebani Mei.
Bahkan saat Mei menyelami kedalaman keraguan dan keputusasaan, awan-awan hitam tanpa terduga menghilang dan hari cerah yang baru tampak di hadapannya. Solusinya berada sangat dekat daripada yang dia pikirkan.
Setelah acara malam, Mei dan Hock Leng menghampiri Jalan Bugis untuk makan malam. Keduanya tidak dalam semangat yang baik. Hock Leng sama murungnya dengan Mei yang muram.
Hock Leng hanya tidak tahu apa yang harus dikatakan pada Mei. Dia telah diberi penjelasan tentang segala hal mengenai kutukan Hai Leng Ong. Dia menganggap itu aneh. Tapi dia lekas memahami kecemasan Mei yang mengakar dan dia bersimpati padanya. Dia menenangkan Mei kalau dia adalah benar-benar dirinya. Bukan raja laut. Sudah pasti tidak menyukai laut. Tapi dia tahu Mei tidak bisa hanya menerima kata-kata.
Apa yang bisa mereka lakukan? Itu sangat membuat frustrasi. Bagaimana cara mengalahkan pelamar hantu ini, saingan dalam bentuk bayangan yang seseorang tidak bisa hadapi ataupun pukul secara fisik di hidung atau ajak berargumen secara rasional untuk disingkirkan?
Di pihak Mei, Mei benar-benar dikalahkan. Dia mencintai Hock Leng. Dia tahu Hock Leng adalah jodohnya. Tapi Mei juga tahu dia tidak bisa memaksanya untuk bertahan kepada keraguan berlanjut itu yang akan terus mengikuti Mei sampai… sampai kapan? Sampai Hai Leng Ong memilih untuk membuat gerakan?
Mei berdoa dalam hatinya untuk keselamatannya dari penderitaan yang tidak dapat dijelaskannya. Dia berdoa untuk bertatap muka dengan iblis itu dan menyelesaikan urusannya.
Saat mereka duduk di sana di tempat makan terbuka, suara yang akrab terdengar memanggil Mei.
Itu adalah Ah Too. Tapi mulanya Mei tidak dapat mengenalnya. Bagaimana dia bisa? Ah Too memukau dalam balutan blus merah muda berkilau dan celana panjang merah longgar. Rambutnya dikeritingkan seluruhnya dan wajahnya ditutupi kosmetik.
“Ah Too!” seru Mei. “Kamu datang ke sini seperti itu?”
“Iya, Mei,” aku Ah Too dengan malu-malu, “aku sudah melakukannya untuk beberapa waktu. Diam-diam. Tapi tidak keberatan kalau kamu tahu sekarang. Aku senang datang ke sini. Bertemu dengan teman yang menyukai hal yang sama denganku—saudari-saudariku.”
Mei menatapi Ah Too, masih belum terbiasa dengan perubahannya. Hock Leng merasa jijik tapi dia tidak mengatakan apa pun. Dia selalu berpikir Ah Too kecewek-cewekan dan itu tidak mengejutkannya sama sekali untuk bertemu dengan Ah Too yang menjadi waria.
Ah Too berada dalam keadaan yang disukainya. Tidak sedikit pun malu. Dia sangat jelas telah minum-minum dan tidak sadar sepenuhnya. Di satu titik, dia sedikit kehilangan keseimbangan. Pada saat itulah mereka menyadari sepatu hak tingginya.
“Nenek akan membunuhmu,” Mei menyampaikan pikirannya.
“Aku tahu,” Ah Too mengucapkannya dengan senyuman. “Tapi dia tidak akan memiliki kesempatan itu. Aku akan pergi. Aku dalam perjalanan ke Eropa besok. Sebenarnya aku sudah meninggalkan pesan untukmu dan kakak tertua di rumah. Aku akan pergi untuk operasi. Operasi ganti kelamin. Temanku yang mengaturnya untukku.”
“Teman apa?” tanya Mei. Ah Too tidak langsung menjawab. Dia malah pergi dan datang kembali mengatakan. “Temuilah pacarku ini.”
Mei menatap pada orang asing yang ikut serta di belakang Ah Too. Dia seorang kaukasoid yang kasar tapi ramah. Mungkin seorang pelaut. Itu karena dia memiliki jangkar yang ditato di salah satu tangan berbulunya dan sesuatu yang mirip naga di tangan lainnya.
Dia langsung menyadari kalau mata Mei terpaku pada tatonya. Dia tersenyum menampakkan giginya yang hilang.
“Kau suka tatoku, eh? Mau lihat sesuatu yang sangat hebat?” tanyanya. Dan tanpa menunggu lebih lama dia membuka kaos oblongnya dengan cepat.
Di dada berbulunya terdapat tato besar. Itu menggambarkan raja berbulu yang dikerubungi oleh ikan. Tato itu memiliki penjelasan. Tertulis: “Raja Neptunus”.
Mei menatap dengan mata terbelalak pada tato itu, benar-benar mematung. Pada akhirnya dia datang, pikirnya.
“Kamu Hai Leng Ong!” dia lebih menyatakan daripada bertanya.
“Apa itu?” si pelaut bertanya. Dia juga agak mabuk dan goyah di kakinya yang besar. “Bagaimana kau bisa menebaknya? Kau tidak bicara dengan baik tapi, yup, aku Harley Young… Dan si cantik di sini adalah kekasih manisku. Orang yang aku pilih. Dari kalian semua di sekitar sini. Inilah yang kupilih.”
“Aku pikir kamu akan datang untuk seorang perempuan,” Mei menceploskan tanggapannya pada Hai Leng Ong.
“Sayangku di sini hampir perempuan. Aku tahu. Dia memberitahukanku segalanya. Itu tidak apa-apa. Kami sudah merencanakan operasi untuknya. Ketika kami tiba di Kopenhagen. Kemudian kami akan menikah… dan kami akan hidup bahagia selamanya… jauh di rumahku,” Harley Young bergumam dalam balasannya.
Dan dengan bergandengan, pasangan aneh itu menjauh dan menghilang ke dalam gelap malam.
Dan pada saat itulah, Mei tahu dia terbebas untuk selamanya dari kutukan Hai Leng Ong.