Merayakan Kematian
Kekasihku,
jalan buta, cerita berhenti seketika
mereka tertawa, aku masih memungut bahasa
menjahit doa, merangkai luka
hari telah basi
waktu berputar membelit dirinya
menyalip matahari yang hanya datang dan pergi
dinding kamar menatapku dengan wajah sedih
terlihat Potret eric fromm menggil
di antara deretan buku-buku
Ayla, kekasihku
maukah engkau merayakan kematianku
dengan sebotol kesedihan kesukaanmu
Jakarta, 2021
Bibit Kerinduan
bibit kerinduan yang engkau tanam di
musim itu sudah menua
akarnya merentang jauh di antara dada
kita
orang-orang sepakat mengatakan
itu adalah jalan menuju muara telenteyan
muara tangisan di tanah kelahiran
satu persatu daunnya mulai gugur
menerjemah setiap detik yang tugur
di bawahnya engkau menyapu sepi
sambil mendengarkan siul angin
yang ikut menyahut dengan petani
Sepi terbuat dari dingin dan birahi
tubuhku telanjang memeluk bayang
melupakan kenangan dan arah menuju pulang
ingin kutulis segala tentangmu
sebagai ranjang peristirahatan
dari rindu yang selalu berlahiran
Jakarta, 2021
Sebelum Aku Tersesat di Pelukmu
yang Hangat
sebelum aku tersesat di pelukmu yang hangat
di teluk matamu aku diam-diam menyelinap
menyalakan kedap kesedihan
tubuhmu batu-batu yang licin
saat kaki kerap jatuh dan tergelincir
rambutmu serabut akar puisi
menanam sepi dalam diri
yang sama sekali tak pernah kita amini
Jakarta, 2021
Manuskrip Kepergian
Ayla,
sebelum kepergian benar-benar menjadi ibu
tempat rindu diasuh dan menyusu
sudah kucatat alamat kepulangan
di dalam dadamu
cantikku,
tidaklah engkau tahu
seberapa jauh nyali seorang bajingan
yang bermimpi menebas leher kesedihan
“tapi, di dalam sepi
kita hanya bocah penakut
yang merindukan peluk,”
bisikmu
Jakarta, 2021
Para Bhebeje
telah datang orang-orang di luar
bibirnya gemetar hendak memberi salam
tangan kanannya mengetuk pintu
tangan kirinya memegang bingkisan rindu
aromanya menyengat di leher magrib
seperti pernah kucium dan entah demi rindu
kubacakan ayat-ayat seluruh
meski yang tersampai hanya gemuruh
Jakarta, 2021
Satu Hari Di Jakarta
tubuh telanjang terselimut panas
keringat menguap di pori-pori jalan
bising merayap di dinding telinga
dan tubuhku tak lain hanya puisi yang
merindukan sepi
Jakarta, 2021