Tafakur Subuh
akhirnya sampai juga aku
di tubuhmu yang gemetar
menjalin hubungan dalam diam
dengan zikir sepanjang ilalang.
bila kulabuhkan
hangat badanku pada remang
dingin bagai daun-daun
berayun-ayun melepas embun
tak terasa
fajar menyentuh kelopak mata
jatuh di kebun anggur
menjelang angan diam di musim gugur.
Sampang, 2020
Belaian Luka
sunyi yang mana lagi
yang ingin kau lahirkan
jika hening di kepalaku belum abadi
pada segala rasa yang kau bawa pergi.
Dari kidung bumi
aku dengar suara burung kepodang
menyanyikan zaman yang kerontang
seorang lelaki terus menjadi gila
bukan dengan cinta, tapi dunia
seribu danau yang hijau
dan laut yang biru
menggetarkan jiwamu
bukan karena rindu, tapi menyemu.
Kau lebih gelap dari malam
buta memandang kebaikan
hingga mataku ingin terpejam
untuk melupakan segala yang datang.
Sumenep, 2020
Aku Ingin Bertemu
~Pingkan
aku ingin bertemu
tanpa harus merindu
hanya sekedar menatap
di pangkuan mimpi
sebelum bangun pagi.
aku ingin bertemu
di lain kisah
yang tak bersejarah
seperti aliran darah
di kedalaman warna merah.
aku ingin bertemu
dalam doa yang kulupa
sebab hanya ini satu-satunya cara
mencintaimu tanpa kuduga.
Sumenep, 2020
Setelah Pertemuan
kulepas segala cuaca di dada
dengan ketabahan ragu pada jalan pulang
merayu angin pasang dan lentik bayang-bayang
yang akan kau gambar pada gelap malam.
bukan tentang bagaimana cahaya itu menerangi
melainkan langkah pertama yang kuduga semakin pasti
menjadi nyanyian di sepanjang sunyi
ketika janji-janji tak pernah menyisakan mimpi.
maka angin yang menjauh
lebih dingin dari engkau yang bergemuruh
lebih gigil dari ayah di ladang
saat hujan datang mengejar.
Sumenep, 2020
Kerlip Magrib
senja telah membunuh remang
dengan warna dasar doa-doa
saat cahaya berderai di atas gelombang
dan luka sembunyi di selat karang
tak tahan berlama-lama
hidup di sepanjang riuh makna.
lalu senja pulang
berbekal bekas senyum di dadanya
lari dari kefanaan yang sederhana
berseru di langit-langit daksina.
Sampang, 2020
Saat Sunyi Datang
sebagaimana yang disampaikan angin
kepergian adalah sedih paling dingin
berdiam di kelopak mawar
memenuhi sekeliling pagar.
sia-sia cahaya mengilaukan makna
ketika sungai menampung daras hujan
tak seorang pun dapat menyentuh
kesepian yang lekat di tubuh.
lewat lamunan jejak-jejak hadir
perlahan mengalir ke lembah takdir
menyentuh mata-mata ingatan
hingga buta menentukan jalan.
Sampang, 2020
Sayap Gelap
mata malam
rinai hujan menyentuhku
dari tepian redup kabut
gelap terbang setinggi rumput
mengelilingi bundar bayang
sebelum luka jatuh ke jurang.
beberapa detik lagi
dongeng senyap hinggap kembali
mencari jalan bagi akar doa
yang berjalar di dasar sandiwara.
tak ada kedap jarak
menjelang langkah melepas jejak
diam adalah macan hutan
yang mengintai tubuh perawan.
Sampang, 2020
Tembang Musim Hujan
aku masih berteduh dalam lipatan kerudungmu
saat rona pipimu mengantarkan cahaya
pada bola mata dirundung kedipan
nampak mirah bibirmu dalam pejam.
tak ada lembut tangan, selain tanganmu
tangan mereka adalah batu
yang menghuni aliran bisu.
kupelihara lirikanmu
yang kuasa melempar sunyi
ke belantara ladang-ladang
saat runcing daun siwalan
hendak menjatuhkan sisa hujan.
bagaimana mungkin
kebosanan ini dapat tersalin
bila suaramu menolak risau
turun mengusir kemarau.
maka, cukuplah aku
yang tau jumlah lekuk di lehermu
yang lain biar menjumlah daun hijau
di musim hujan menjelma desau.
Sampang, 2020
Sublim
-Niswa
bibirmu yang mirah delima
beraroma sengat asap tembakau
sungguh aku merindukanmu
seperti ramang pagi
menanti kilau matahari
alismu yang runcing
serupa anak panah pendekar
yang menggenggam takdir kematian.
Pipimu yang merona
pengembaraan para perjaka.
Kukenang kedip matamu pasrah
seperti gemuruh awan
perlahan menjatuhkan hujan
di hatiku tumbuh kembang ayu
yang mekar jadi rindu.
Sumenep, 2020