Kisah di Halaman yang Sama
Matahari bersembunyi di balik awan
Sinarnya yang burai
Menjahit daun-daun yang sobek
Oleh angin yang gusar
Hari-hari adalah kesepian
Bagi orang yang sendirian
Ia menjadikan sunyi adalah nyanyian
Untuk mengecilkan rindunya yang semakin dewasa
Di halaman mata
Rerumputan adalah kawan berbincang
Bepergian bersama angin
Bunga-bunga adalah mimpi yang kuncup di kepala
Setelah berulang kali hari-hari tak menjadikan apa-apa
Pada kesendirian
Musim basah telah datang
Kisah orang-orang berpindah halaman
Sedangkan kita tetap mengeja
Pada halaman sama
Sambil menerka dan menanak rencana
Pada hal-hal yang masih terjeda koma
Riau, 2021
Musim Basah
Musim basah datang
Rerumputan semakin hijau dan beranak pinak
Kupu-kupu bermetamorfosis
Di dalam rumah
Hujan mengetuk atap
Pintu memegang erat tubuh rumah
Halaman lunak
Tak dibiarkan langkah melangkah
Rencana-rencana menangis
Memangku tubuh di atas dipan
Memeluk tubuh yang hangat
Sedangkan dingin menjadi selimut
Kepada rindu yang sesegukan
Riau, 2021
Setelah Sebagian Kuntum Bunga Patah
Di pagi itu
Tak ada lagi ranting berbunga matahari
Tempat kabar baik menjadi awan biru
Malam hari
Tak ada lagi pohon berbuah rembulan
Tempat tubuhmu bermandikan cahayanya yang perak
Setelah sebagian kuntum bunga patah
Tak ada lagi cerita yang berbicara
Kepadaku dan semesta
Kisah yang ditulis di ruas jalan
Remuk dilindas harapan
Aku lusuh dibantai hujan
Tempat teduhku rubuh
Dihantam badai berulang
Riau, 2021
Pelita yang Temaram
Pelita itu temaram dari dadamu
Karena seluruh angin datang menuju arah rindu
Ia juga membunuh gelap dari bola matamu
Yang kini hanya berpura-pura bersinar
Sedangkan dalam jiwamu
Cahaya itu samar
Sumbunya telah tua memeluk kesedihan
Semakin lama semakin tiada dan gelap merambat
Seluruh kepura-puraanmu
Menjadi kupu-kupu yang indah
Menungkik di bunga-bunga dan mengharap madu
Untuk menerangkan lentera yang meletup-letup
Siapa yang mengira
Sebuah terang sebenarnya hitam
Telah lama menanggalkan sebuah nama menjadi abu
Dalam dadamu yang telah tercipta pembakaran
Namun kemudian
Hujan datang memadamkannya
Hingga yang tersisa hanya cahaya kecil
Sekuat tenaga menahan diri
Dari hembusan angin
Riau, 2021
Badai di Lautan Biru
Kelak kita seperti sebuah kapal yang berlayar
Di tengah lautan dan layarnya patah berserakan
Dikarenakan oleh angin yang tak pernah kita inginkan datangnya
yang sering kita halau jika gumpalan hitam memberi pertanda
kita kapal kecil yang berlayar
berusaha menyeret tubuh untuk menjauh bersama arus yang bergerak
namun nahkoda kita kalah ulung dari semeru badai
ia menghantam habis seluruh apa yang kita bawa
mimpi dan harapan itu pecah berhamburan
kita mencoba untuk saling meraih
demi sama-sama untuk menyelamatkan
namun seluruh tubuh itu telah gigil dalam dinginnya lautan biru
tak ada yang tesrisa
hanya sebuah harapan yang masih menunggu dalam dada kita yang dingin
sedangkan tubuh kita telah telah jauh terlempar dan terpisah
Riau, 2021
Kepergian
Aku ingin mengemas tangis
Dari matamu yang terus mengalir
Membanjiri ke dalam palung dadaku yang dalam
Dan seluruh mendung juga tak pernah pergi
Dan aku ingin pergi membawa segumpalan awan hitam
Ke dalam pangkuanku dan menghempasnya bersama angin
Dan membersihkan duri-duri dari dadamu yang tumbuh
Agar tidak membuatmu berdarah
Dan biarkan seluruh perih terbenam dalam tubuhku
Dan aku jua tak ingin menciptakan ruang untuk saling merindu
Jalan yang kita lalui juga sudah penuh dengan belukar yang tak mungkin ditapaki
Kita menjadi sepasang hening yang tak pernah meninggalkan sebuah kata
Kejelasan untuk sebuah perpisahan
Namun pada akhirnya itulah yang kita harapkan
Biar sebuah luka tidak menjadi telaga
Riau, 2021