Manifesto Para Supir Truk
Para penganjur revolusi lupa kalau nyawa perubahan ada di tangan para penyalur logistik.
Apakah kalian tidak pernah mendengar parah juragan marah-marah dan menyalakan polisi yang sering menilang mobil truk karena kelebihan muatan.
Itu kibul para supir truk kepada juragan. Di dunia ini, para supir truk telah bersumpah di kongres internasional kedua mereka yang digelar tanpa sepengetahuan intel dan jurnalis.
Mereka telah mengeluarkan manifesto sebagai jalan revolusi sekaligus usaha menenangkan istri mereka di rumah. Semua bermula iklan pomade di televisi yang menampilkan wajah ganteng. Musabab iklan itulah sehingga istri mereka menggugat cerai.
Para supir truk percaya kalau di dunia ini merekalah nyawa perubahan dan kegantengan bukanlah syarat utama menggelorakan revolusi. Cukup mencongkel ban truk mereka dan semua distribusi logistik terhenti. Itu kunci yang membuat para juragan berhenti memesan pomade satu truk.
Sebagai supir truk juga suami idaman, mereka tak perlu menempeli pelembut tak berguna di rambut mereka. Mereka hanya perlu kaca spion dan tak perlu sisir. Sebab fungsi spion untuk menengok masa lalu dan bukan membandingkan wajah mereka dengan model iklan pomade.
Mereka tak mau melihat codet di pelipis akibat terbentur di bak truk sewaktu menurunkan barang. Buruk rupa dan ganteng hanyalah ilusi kelas. Supir truklah yang realitas.
Pangkep, 2020
Besi Peradaban
Duduklah sejenak, akan kuceritakan peristiwa truk yang terbalik di tanjakan berkelok di Bulu Dua. Sayang, nama supirnya sudah kulupa. Sebenarnya aku tak ingin mengingatnya lagi. Dulu ia kernet dan meminta diajari mengemudikan sepuluh roda.
Kau tahu tulisan di pantat truk ini. Dialah yang menuliskannya. Suatu ketika setelah siuman dari mabuk, ia mengatakan kalau ia memiliki ide dari tontonan yang sering ia lihat di YouTube. “
“Truk ini sudah waktunya menegaskan diri agar tidak dianggap sama dengan truk yang lain.” Begitu ia berkata dan mulai mengaduk cat minyak.Truk ini saksi dan jaminan baginya meninggalkan bangku sekolah yang kerap membuatnya ribut dengan bapaknya di pagi hari.
Hari itu ketika bapaknya menuju masjid menunaikan panggilan azan magrib. Bergegas ia kabur menuju tepi jalan di ujung kampung.
Aku melihatnya jongkok dengan dengan rokok tersulut di bibirnya.
Sekali ancang ia meloncat di pintu dan masuk melalui kaca pintu yang terbuka.
“Bawa saya ke mana truk ini pergi.”
“Kau sudah berhenti sekolah.”
“Tidak penting.”
“Aku tak bisa memberimu gaji seperti pegawai depan rumahmu itu.”
“Tidak mengapa.”
“Apa yang kau cari.”
“Berhenti menjadi kaleng-kaleng di sekolah. Saya ini manusia.”
Pangkep, 2020
Sebaiknya Lupakan Saja Resolusi dan Revolusi
Di tahun yang baru, kaum kanan membuat resolusi. Kaum kiri, konon, membuat revolusi.
Bukankah jalanan itu senantiasa berlubang dan itu cukup sebagai alasan menolak membayar pajak kendaraan.
Jika pak polisi menilang, sampaikan padanya kalau jalan terjal ini akan selalu kita lewati.
Tidak ada revolusi di jalan dan resolusi hanyalah pengulangan. Persis pemilihan lima tahun sekali. Tidak ada pergantian karena semua bos punya jatah.
Pangkep, 2020
Pembunuhan yang Selalu Gagal*
Di atas jembatan sungai Pangkajene kapitalisme berhenti.
Bukan sejenak bukan sejam. Bukan protes bukan pemogokan. Aliran sungai menjebol tembok dan mesin mesin menjumpai takdirnya.
Di atas truk mengalun Killing in The Name. seorang kernet berdiri di atas kepala truk membakar rokok yang tak pernah berhasil. Hujan begitu perkasa.
Nanti kita tak perlu cerita tentang banjir kali ini. Semuanya hanya pengulangan. Tak perlu menungguku pulang dan besok jangan biarkan anak-anak ke sekolah. Bebaskan saja mereka menikmati mandi hujan di selokan.
Sisa itu yang gratis, sayang.
Saya tidak bisa menelponmu lama-lama. Pulsa saya hampir habis. Tidurlah.
Pangkep, 2020
*Meminjam judul bukunya Hikmat Budiman: Pembunuhan yang Selalu Gagal, Modernisme dan Krisis Rasionalitas Menurut Daniel Bell
==================
F Daus AR terlibat kerja apa saja. Menjadi kontributor di sejumlah buku seperti Quer-Melampaui Identitas Menemukan Kemungkinan Baru (EA Books 2020), Menarasikan Indonesia (New Naratif-Insist Press: 2021), dan Warisan Pengobatan di Segitiga Wallacea (Makassar Biennale: 2019). Puisi puisi yang diterbitkan ini merupakan respons atas tulisan di bokong truk yang penulis jumpai di jalan dan disertakan sebagai foto ilustrasi.