Waktu yang Berlari

Berjalan Petang Ini

SAYA berjalan petang ini
tidak lewat arah biasa di mana
kau selalu menungguku. suku
kata sudah disiapkan, tak boleh
saya salah letak. membuat saya
terguncang di laut dalam. nuh
tahu arah maka disandarkan
perahunya di bukit itu
sampai banjir surut

DAN saya mesti ke arah itu. Nuh
di depan, karena tak mau disebut
putranya yang terseret gelombang
“saya tak mungkin menolak naik
kapal itu. tak mau mati sendiri
dalam bah.”

SAYA hanya…




Aku Perapian Itu

KAU gigil?
aku akan pindahkan hujan
dari tubuhmu ke dalam tubuhku
jika kau sakit aku yang duka!

kau mencintai hujan?
tubuhmu yang basah
biarkan aku jadi handuk
akan kuhapus air itu

kau merapat?
aku dekap dirimu
kuusir gigil itu
dari dalam tubuhmu

: aku perapian itu





Kenapa Kau Tak Tiba?

selalu kau bertanya,
bahagia apa lagi yang
kau ingkari sedangkan
kerianganku sudah
kuserahkan semua?

nikmat yang mana 
kau muntahkan, sedangkan
segala nikmatku kutuangkan
ke dirimu. tak kupilihpilih,
tak kutundatunda?

ke segala arah jalan
kulempangkan bahagiaku
untukmu. ke pesisir
maupun lereng gunung
maupun hutan, putik
kenikmatan itu kutabur
kembang; kau bisa cium
wanginya untuk datang
kenapa kau tak tiba?



Ingin Sembunyi Dari Maut

ingin kusimpan kematian
kau mengirim maut padaku
hingga ke dalam sembunyiku

aku ingin memutar kematian
ke bagian lain waktu
kau sediakan setiap putaran
dengan kematian yang sedia

ingin sembunyi aku dari maut
yang tak pernah diam mengintai
tapi kematian selalu membayang
– menarinari di tiap kedip mataku




Memandangi Waktu

memandangi waktu yang
berlarilari di jam tangan
adakah langkah kita juga untuk sampai atau ikut
bahagia dalam nyanyiannya?

mengikuti irama gerak kaki
waktu yang mendendangkan
harihari, apakah pesan untuk
kita agar hatihati melangkah?

menikmati detak waktu di jam
tangan, seperti mengingatkan
kita: apakah semua itu ialah
jalan yang ditetapkan untuk
kita?

                     bahwa…





Laut Membawa Pergi

laut yang membawaku pergi
bukan maut yang kaudatangkan
angin yang menyorong perahu ini
bukan badai yang akan kausiapkan

di mana aku kini?

selat sunda yang pekat
tualangku yang lekat!





Bagikan:

Penulis →

Isbedy Stiawan ZS

Lahir di Tanjungkarang Lampung. Banyak menulis puisi, cerpen, esai, dan jurnalistik. Dipublikasikan di sejumlah media cetak, tabloid/majalah, dan online. Buku puisi terbarunya Mendaur Mimpi Puisi yang Hilang dan Nuwo Badik, Dari Percakapan dan Perjalanan (2022).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *