Berpendar di Lubuk Kesedihan


Leutheria

kebebasan mungkin sekali
cukup pasi untuk melambai
    menyapa,
         apa lagi
    menaruh hati,
         mustahil lagi

begitulah, aku baca
pada huyung jarum jam
berjalan sedemikian ia
     menyanggah,
        ah
    berhentikah,
        sudah

(Surabaya, 2021)



Dari Balik Dinding

— 1
kabar kematian kudengar
tindih-menindih dari balik dinding

— 2
doa-harap bertebaran
di kaki ketidakpastian meraksasa

— 3
hari-hari serupa pesta
berlaksa paruh condor mengangkasa

— 4
sedih, para pencuri berlomba lari
di antara masker, mayat, serta vaksin

— 5
kabarmu kudengar setengah-setengah
napas ini sendiri pun lelah terengah

— 6
hingga pangeran tanah impian datang
menyuntingmu yang berkali berkalang

— 7
kusaksikan dengan dada terbelah
dari balik dinding beraroma tanah

(Mojokerto, 2021)





Donna Donna (1)
:: dari dan untuk Joan Baez

telinga memanjang
kala lelarik pertama disenandungkan
tentang anak sapi bermata pualam
yang berpendar di lubuk kesedihan
lupakan burung yang terbang
sebab semua hanya tertawakan
walau musim belum penuh berjalan
baru setengah menjelma muara tertawaan
telinga menguncup kemudian
pada lelarik tentang pesan
dari petani
        ——- yang kami tertawakan

sementara cermin di rumah selalu katakan
“Kamilah anak sapi yang bermimpi terbang,”                 

(Mojokerto, 2021)

Donna Donna (2)

     bibir itu
melupa pilu
di reffrain lagu

     serupa sayap laju
kau terbang tembus
versi demi versiku
kagumimu

     sebentuk cinta itu
di multiverse semesta biru
berpuisi duka menyembilu

(Mojokerto, 2021)




Pada Sebatang Lisong

pada rajangan tembakaunya
terlahir mimpi sederhana
tentang dunia lebih dari biasanya

pada lilit kertasnya
keringat berdansa tralala
di bawah bayangan semestinya

pada bubung asapnya
terbang pula kecewa
tinggalkan ingin pada tempatnya

pada abu puntungnya
tersisa kisah-kisah perjuangan
terkenang selamanya

(Mojokerto, 2022)






Bagikan:

Penulis →

Anjrah Lelono Broto

Aktif menulis esai, cerpen, serta puisi di sejumlah media masa. Beberapa puisinya masuk dalam buku antologi bersama Pasewakan (Kongres Sastra Jawa III, 2011), Margasatwa Indonesia (Lumbung Puisi IV, 2016), Klungkung Dalam Puisi (Dewan Kesenian Klungkung, 2016), Memo Anti Kekerasan Terhadap Anak (2016), Sang Perawi Laut (2018), Tamasya Warna (2018), Kunanti di Kampar Kiri (Hari Puisi Indonesia-HPI Riau, 2018), When The Days Were Raining (Banjarbaru’s Rainy Day Literary Festival 2019), Antologi Kritik Sastra dan Esai, Jilild Kedua (2021), dll. Karya tunggalnya adalah Esem Ligan Randha Jombang (antologi geguritan, 2010), Emak, Sayak, Lan Hem Kothak-Kothak (antologi cerkak, 2015), “Nampan Pencakan (Himpunan Puisi, 2017), Permintaan Hujan Jingga (antologi puisi, 2019), dan Kontra Diksi Laporan Terkini (antologi puisi, 2020). Terundang dalam agenda Kongres Bahasa Jawa VI (2016), Muktamar Sastra (2018), Kongres Budaya Jawa (2018), dan Musyawarah Nasional Sastrawan Indonesia III (2020). Karya naskah teaternya “Nyonya Cayo” meraih nominasi dalam Sayembara Naskah Lakon DKJT 2018. Sekarang bergiat di Lingkar Studi Sastra Setrawulan (LISSTRA), dan Komite Sastra Dewan Kesenian Mojokerto (DKKM).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *