Di Makam Ayah
Hampir seluruhnya adalah keletihan
yang memasung usiaku di dinding waktu
aku telah tiba pada warna putih hidupku
tiba pada puncak keyakinanku
bahwa kehidupan bukan untuk dirayakan
melainkan dipertahankan
sebelum kita siap menyongsong kematian
Benarkah itu sebuah keberuntungan?
ketika Tuhan terlalu terburu-buru
mengirimimu sebuah jalan
menuju pulang. Lalu aku sempat ragu
benarkah ada cinta Tuhan seperti yang
dikabarkan
dari atas mimbar. Melihat ibu yang terus
menangis, aku jadi beranggapan bahwa ternyata
Tuhan tak hanya mencintai air mata
dari khusuknya doa-doa, tapi juga yang
menetes dari sembab mata umat-Nya
Mungkin di sinilah tempat ternyaman
di antara teduh pepohonan
berbaring diam di rahim segala kesunyian
tanpa bau busuk kehidupan, lalu melupakan
harapan dan kebahagiaan yang terkadang
hanya serupa bayangan
tiba-tiba datang, lalu kembali menghilang
ketika matahari mulai padam
Hampir seluruhnya adalah keletihan
yang kelak ingin kubaringkan
di antara teduh pepohonan, tapi
biarlah waktu terlebih dahulu puas memeras
peluhku
sebelum ia beranjak meninggalkan nadiku
sebelum Tuhan mengirimiku alamat untuk
berpulang
sebelum kematian melepaskanku dari segala
kecemasan
yang justru selalu dibisikkan oleh kehidupan.
Bekasi, April 2022
Sebuah Rumah dari Masa Lalu
di sepetak tanah belakang rumah
ayah mengarifi rahasia musim
sebelum menabur benih-benih
kehidupan. Orang bilang
tanah kita tanah surga, katanya
tongkat kayu dan batu jadi tanaman*
ia pun menanam batang-batang ketela
lalu menjalar menjadi otot di tubuhku
di pekatnya malam, ibu sejenak
terdiam, mengarifi rahasia kesunyian
sebelum gaduh menaikkan doa-doa
agar nasib baik tak selalu meronta
dan di dapur yang kecil itu, ibu
menyalakan tungku
merebus keringat ayah, lalu menanak
mimpiku, yang saban malam
selalu kubisikkan di tubuh waktu
dari sebuah rumah di masa lalu
aku memburu pagi dengan beberapa
buku, dengan kaki
yang tak pernah mengenal sepatu
berangkat menjemput rindu
yang tergantung tinggi di tiang waktu
sebelum keringat ayah mengering
di sepetak tanah itu, sebelum doa-doa
menjelma sunyi di bibir ibu.
Bekasi, Mei 2022
Catatan: *adalah penggalan dari lirik lagu Koes Plus yang berjudul Kolam Susu
Sajak Naik Pesawat
kau meraba dadamu yang cemas
ketika mikrofon di atas kepalamu
berbunyi dan mengabarkan
bahwa jarak kehidupan dan kematian
bisa sesingkat perjalanan, tak sejauh
alamat rumah yang baru saja
kau tinggalkan. kau melayang-layang
di udara, bukan sebagai burung-burung
tapi sebagai pikiran yang hampa
sinyal HP tak bekerja dan
selain bising suara mesin
yang mengalir di tubuhmu
adalah kesepian. kau melihat arloji
di tangan
dan merasa detik begitu lambat
memburu jadwal tiba
hingga akhirnya kau paham
kecemasan di dadamu adalah tentang
bagaimana kau harus mengucap doa-doa
agar masih diberi waktu untuk dapat
memeluk yang fana. dan kehidupan
tak terburu-buru menjadi kenangan
di luar jendela kau berharap pada cuaca
ketika awan tiba-tiba menghitam
dan tubuhmu merasakan sebuah
guncangan, tanpa sadar kau bergumam
aku seperti melihat Tuhan!
Bekasi, 11 Juni 2022
Sajak Pagi
serupa rasa lapar, ia tak pernah terlambat
menyalakan
cahaya. Melemparkan bunyi alarm yang
memukul-mukul
gendang telingaku. Mengetuk-ngetuk
pintu ingatanku. Di almanak
angka-angka menjerat usia, lalu
menjelma serupa jarak yang menyingkat
atau aroma kematian yang menyengat
aku menyeduh kopi sebelum lampu
di beranda dipadamkan. Istriku
menyusun kata-kata. Menjadi doa
agar nasib buruk tak datang tiba-tiba
duduk di ruang tamu
tanpa permisi apalagi mengetuk pintu
tapi, ada yang tiba-tiba mengucap salam
aku dan istriku saling berpandangan
jangan-jangan itu kenyataan, katanya
penuh kecemasan
dan bibirnya kembali menyusun kata-kata
kembali menjadi doa-doa
Bekasi, 3 Juni 2022
Sajak Ulang Tahun
dini hari tadi
ada yang tiba-tiba mengetuk sunyi
mengabarkan waktu yang terus berlari
dan selembar usiaku dibawanya pergi
dini hari tadi
ada cahaya samar yang tiba-tiba datang
mengabarkan sebuah kefanaan
dan aku meniupnya berulang-ulang
Bekasi, 10 Januari 2022