Laksana Bebunyi Mimpi

Aku Ingat

Aku ingat hari yang miring
Tiang-tiang listrik, bayang-bayang terik hari;
Batang-batang pohonan dan daun-daun kering;
Miring laksana hari-hari yang juga pernah
Gerak-gerak para pejalan kaki turut miring
Sesering kata-kata berlontaran saling sahutan

Aku ingat,
Aku ingat hari-hari miring mengeja nama-nama
Hari-hari yang miring mengeja nama-nama
Hari-hari yang miring yang mengeja nama-nama
Aku ingat, dan senantiasa mengingat hari-hari
Yang miring yang meninggalkanku
Yang bertalu-talu kian gebu

2020




Aku si pejalan kaki

Aku si pejalan kaki
Tiang-tiang yang kulewati
Makin jauh berlari

Di belakangku laksana batu-batu

2020




Doddy Versus Jagger

kamu adalah apa
yang kamu makan,
seperti mereka pernah
punya bacot.

padahal arah angin,
endus dan dengusnya
tak pernah berganti, bukan?

dengar saja seornya pada dedaun lamtoro itu
nyaring, dan demikian kentara menggelisahkan
seperti pernah sepasang merpati menghinggapinya.

kanakkanak sudah kembali pula pada pangkuan ibu-ibu mereka,
tapi sejak kapan pula matahari bingung pulang, lupa sarang?

kalau kamu suka aku suka, naik delman istimewa…*)
ya, kebun binatang mungkin tempat pakansi yang lebih
menenangkan ketimbang diskotik atau panti pijat

but you’d better watch your step, girl…**)
dalam sekam, sedalam sekam
sedalam yang paling
dalam

demikian cangkir kopi,
abu rokok, nasi sisa,
dan kertas usang
itu

pernah bercerita tentang luka lampau
yang masih sesilau galau di dada
pukau laksana umbar
si tua bangka

“seekor anjing tak perlu pulang!”
seperti salak si pirang bermata sipit itu

Oktober, 2020

*) dari larik lagu Naik Delman, Elpamas
**) dari larik lagu Play With Fire, Rolling Stones





Anakku Menggambar Pelangi

Anakku menggambar pelangi
Dikumpulkannya warna-warna
Hijaulah yang paling dia suka
Sebab terangnya tiada bertepi,

Demikian pernah diucapnya
Seperti canda seorang bayi
Dalam dekap Sang Peri
Kental, dan sarat irama

Anakku makin pandai menggambar
Baur warna-warna itu makin akrab saja dengannya
Bunyi-bunyi serangga bahkan makin cemburu
Pada mumpuni gerak-tangan yang mungil itu

Tak perlu ada bidadari turun mandi,
Begitu hardiknya tiap kali
Selesai memenuhi
Kertas-kertas
Tanpa alas

Tak usah ada ksatria mencuri-curi
Dengan meninggalkan tapak kaki
Apapula melipat celana hingga
Lekuk mata kakinya

Anakku sungguh cinta pelangi
Senantiasa dinanti-nantinya segera
Selepas rintik merdu meningkahi daunan
Di tiap pagi selepas mandi

Betapa dicintanya menggambar pelangi
Gegurat tanpa batas dan bunyi sepi
Tiada ujung mendung
Yang murung

2019




Organum

coba dengar decak stik itu tak pernah lelah sudah,
dan coba tebak bunyi apa selanjutnya. adakah jenak
suara si jenaka itu mengalun demikian lengkingnya,

atau senyap saja tiba-tiba?

I woke up in morning, and got myself on mirror…*)
seperti teriaknya. tapi bukankah pagi selalu datang terlambat, sobat?
maka lebih banyak kejadian sesuatu
ketika malam merebah-tiba
dengan segala pekat-lelah
yang dikandungnya

lalu bebunyi ketuplak tiptap itu sesekali
seperti mengajak cengkrama
padahal cengkeram usia
makin kentara

semisal denyut sesuara akordion dari kejauhan sana,
laksana bebunyi mimpi yang pernah: lekang dan usang,
meski girang rengek kanakkanak merujuk-rayu nan syahdu:

“london bridge is falling down, falling down…” **) reriang mereka
sesekali, seperti lengking luka itu begitu sayat di telinga:
sembilukah itu yang menggurat atau malau lelucon tua?

nyinyir itu anyir tanjeda di telinga

Oktober, 2019


*) Roadhouse Blues, The Doors
**) Barney’s Song





Di Kampung ini, di Negeri Dunia

Anjing menyalak. Kanak-kanak berlarian ketakutan. Takut yang sangat
seperti aku tiba-tiba teringat teriak serak ketua partai yang keparat itu
Kita memang harus segera berhenti minum kopi, sayang, sebab bahkan
secangkir teh manis saja memang sudah demikian mewahnya, aduh

2019







-=============

Bagikan:

Penulis →

Acep Utsman Arifin

(kadang menggunakan nama pena Pun Acép), lahir dan tumbuh di Bandung; alumnus Fakultas Satra Universitas Padjadjaran; menulis dan menerjemah dalam Basa Sunda, Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Beberapa karya berupa puisi, cerpen dan esai dipublikasikan di Harian Pikiran Rakyat, Inilah Koran, Majalah Risalah, Majalah Sunda Cupumanik, Majalah Bina Da’wah, beberapa media online seperti jagadmedia.id, ngaderes.com, bewarajabar.com, juga di beberapa buletin sastra. Buku Kumpulan Puisi pertama bertajuk “Ibadah Semut” diterbitkan tahun 2016 (Wahana Iptek Bandung)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *