Menafsir Cinta


Senja Pada Sebuah Kehilangan

di bebatuan karang ombak menggeletar
cinta di dadaku membusung menderu
kupanggil kau kudapati abai

apakah cinta?
di kedalaman dadamu
karam pun tak!

senja kesekian kau potret sekali lagi
kesiur angin memeluk tubuhmu
laut menampik gelombang kapalku
biru nirwana melibas habis kangenku

perempuanku, di pinggir pantai ini
harus tak kukenang dengan apa dirimu
sedang seluruh tetek-bengek senja
terbuat dari senyummu?

2022




Tetapi, H

malam terlampau pendek
untuk sebuah pertemuan
meja-kursi mestilah rapuh
untuk kangen yang penuh

tetapi, h, di sini kita
sebagai apa?

aku membacamu sebagai
sebagai sebait sabda
kau membacaku hanya
sebuah sebaris pesan

tetapi, h, di seluruh kangen,
di ngungun pertemuan, di antara
bait puisi ini, apa benar kita
ada di dalamnya?

2022




Pada Sebuah Kereta

apakah benar kereta ini melaju
membawa ke tempat baru, sedang
di sini kehilangan adalah panjang rel?

tak ada. tak ada gerak di sini
ruang & waktu tak berguna
tubuhku masih di tubuhmu

tetapi kepergianmu adalah
kepulanganku, tetapi jalan
rumahku melewati rumahmu

bagaimana aku harus berjalan
tanpa harus mengenangmu
tanpa harus mengutuk habis diriku?

2022




Solitude

pun malam, panjang bising sunyi.
pada secangkir kopi sebuah wajah
angslup menjelma sebuih getir.

sehembus angin, roman perempuan
amsal datang-pergi hehantuan
hirup-embus kenangan.

kelebat bayang, panjang angan
& sepatah reranting beringin
jatuhi atap seng: ngungun.

2022




Puisi yang Mungkin Terakhir

barangkali ini bait puisi terakhir, bacalah.
tentu tak ada kesedihan. di sini sepasang
lengan memeluk erat tubuhmu. sevas bunga
tumbuh dengan layu di hadapanmu.

bacalah puisi ini sebagai kidung asmaradana.
tentu tak ada kekecewaan di sini. kubangun
megah rumah yang tak pernah kau singgahi.
tak ada metafora yang melupakanmu. bacalah.

tak perlu kau menafsir dengan sungguh
sebagaimana kau menafsir cinta. sebagaimana
kau mengenaliku sebagai penyair. bukan munir.
bacalah. sebuah bahasa melambai padamu.

2022





=============
Miftahul Munir
lahir dan besar di Madiun. Mahasiswa Prodi Sejarah Peradaban Islam IAIN Ponorogo. Alumni Pondok Pesantren Darul Huda Ponorogo dan Pondok Pesantren Al Amanah Bahrul Ulum Tambakberas Jombang. Bisa disapa di Instagram dan Facebook: @munirpokoke.

Bagikan:

Penulis →

Kontributor Magrib

Tulisan ini adalah kiriman dari kontributor yang tertara namanya di halaman ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *