Menunggu Cahaya

A Whisper
: Ibrahim Naji

ke mana lagi aku
harus mencari dan mencuri
jawaban

di dunia penuh trauma
orang-orang tak lagi percaya
contekan yang kusebut cinta

malam acap mengaborsi
mimpi-mimpi
terbuang ke selokan dan sungai

seakan masa depan
mewanti-wanti
kehancuran

dari balik cahaya kuning
mata bayi
suci

apakah kini
rumah-rumah tak mampu
menaungi pendar air mata?

hanya pada reruntuhan bangunan
akan kutemukan
serpihan puisi
sorot cahaya
yang membutakan
kesedihan

atau, mungkin akan kudengar
sebuah bisikan:
nama Tuhan

Februari, 2023




Pohon Baobab
: Antoine de Saint-Exuper

benih—tak terlihat
tidur dalam kegelapan tanah
menunggu cahaya, air
atau sekadar percikan
hasrat kebangkitan

satu tempat di tata surya
—Asteroid B-612
Pangeran Kecil sanggup menyesap senja
empat puluh tiga kali sehari

pengetahuan, terasa lebih mengerikan
dari kenyataan
akankah ketamakan pohon
mampu melumat planet?

“pohon baik berasal
dari benih baik;
pohon buruk berasal
dari benih buruk”

agar tak dilumat:
dihancurkan berkeping-keping
Pangeran Kecil—meskipun bosan
rutin menyucikan planetnya
setiap hari
setiap pagi: seorang diri

kuncup baobab tercerabut
sebelum penyesalan kian terik
dan memberangus kepala

namun di bumi
Pangeran Kecil (seperti kebanyakan manusia) mungkin
lebih memilih menunggu:
waktu selesai bekerja

Januari, 2023




Hanya Sungai

segala yang memisahkanmu
mungkin tak benar-benar nyata
hanya sungai, berada di luar kalkulasi
tempat di mana waktu
mengasihani dirinya sendiri

seperti jeritan biola dari Italia
jika saja hari-hari tuli, mungkin
kita tak perlu lari
bersembunyi dari kesedihan

sementara duri mawar
tak henti bertasbih:
“cantik itu luka-
cantik itu luka…”

terkadang hidup laiknya momentum
daun Maple di musim ranggas
yang memasrahkan nasibnya pada angin,
jatuh ke sungai sunyi,
memberi gelombang sesaat
lalu (perlahan) tenggelam:
terlupakan

Januari, 2023




Mushotoku

seseorang dalam diriku
mencoba membius badai

di tubuh angin
apa yang tertinggal selain kebebasan?

pepohonan sadar: remah cahaya tak akan cukup
menjadi penenang
asap masa lalu yang bergerak
dari satu ketiadaan ke ketiadaan lain

di hari itu
burung-burung tak lagi bertanya
mengapa abu berjatuhan dari langit

dan ikan-ikan tak punya nyali
melabrak air
yang ketahuan terbang bersama angin

kenyataan telah menakutimu:
berhenti mencari keberadaanku,
melalui mulut kesedihan yang berbisik,
“yang kau cari tak lagi mencarimu”

Agustus, 2022 




Traffic Light

ketika derita menyala
waktu bermalas-malasan

ketika bahagia hampir padam
waktu tergesa-gesa

ketika cinta berkedip-kedip
waktu berlagak tak peduli

Januari, 2023





Bagikan:

Penulis →

Adnan Jadi Al-Islam

Lahir di Klaten, 21 Oktober. Lelaki galau, pengagum kata-kata, penikmat ojek penyet dan sambel welut. Sering insomnia lantaran kebanyakan kopi dan kenangan. Tulisannya tersebar di beberapa media cetak dan daring. Sekarang bermukim di Klaten.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *