BUDAYA adalah kebiasaan yang muncul, saat daya cipta sudah terbiasa dilakukan. Sebagai suatu etnis yang mempunyai sejarah yang panjang. Melayu mempunyai pola pikir yang sangat kaya atas perwujudan daya cipta, kasra, dan rasa orang Melayu itu sendiri. Sejarah kebudayaan Melayu barangkali dari sungai. Seperti yang tercatat di “Sejarah Melayu” atau “Silalatus Salatin” seluruh kerajaan Melayu semua terdapat di wilayah pesisir. Paling dekat dengan kita hari ini adalah kerajaan Siak. Itu pun terlihat jelas terletak tidak jauh dari sungai. Memang sungai menjadi salah satu tempat yang patut ditelusuri untuk membaca jejek sejarah. Sebagai pintu masuk budaya itu sendiri.
Sedangkan istilah “Melayu” di dalam tulisan untuk menunjukan kepada suku bangsa yang mendiami wilayah-wilayah Islam di Indonesia, Malaysia (Semenanjung), Petani (Mungthai Selatan), Brunei Darulsalam dan Mindanau (Philipina Selatan). Dalam cangkupan wilayah. Demikian, juga disamakan pengertiannya dengan “Asia Tenggara” atau “Nusantara” yang mencangkup wilayah yang sama pula. Tidak terbatas pada wilayah kepulauan yang kini masuk kekuasaan Republik Indonesia. (Mahdini).
Dari sekian banyak negera yang dituliskan tersebut saya kira, kita bisa menyamakan pemikiran. Bahwa orang Melayu sangat erat dengan pemikiran Islam. Yaitu agama yang dianut oleh orang Melayu itu sendiri. Tentu pemikiran orang Melayu sangat berpengaruh dengan kepercayaan yang dianutnya. Setiap negera yang disebut di atas sangat kuat kekuasa Islam di wilayah tersebut.
Interaksi budaya Melayu dan Islam mempunyai sejarah yang panjang. Dalam reaslitas masyarakat Melayu, nilai-nilai Islam itu terenkulturasi dalam segala aspek. Sebab Agama Islam sebagai pandangan hidup orang Melayu. Kemudian menjadi spirit kehidupan berbudaya orang Melayu. Dalam menyelesaikan masalah hidup, orang Melayu menggunakan pandangan Islam.
Kuatnya pengaruh Islam dalam masyarakat Melayu sangat didorong oleh munculnya kerajaan-kerajaan Islam di pesisir. Raja-raja Melayu menempatkan dirinya sebagai keturunan Iskandar Agung. Ketika Islam semakin berkembang dalam lingkungan dan pemikiran Melayu. Maka pemikiran Islam semakin diakui dengan mutlak oleh orang Melayu itu sendiri. Lalu dianggap sebagai agama yang wajib dianut. Sehingga semua aspek orang Melayu, termasuk kebudayaan itu sendiri, harus didasari oleh ajaran Islam.
Dari sisi lain juga dapat kita lihat dari kuatnya pengaruh pemikiran orang Melayu terhadap ajaran Islam. Terlihat jelas pada aksara Arab-Melayu atau Jawi yang digunakan dalam masyarakat Melayu. Aksara tersebut menjadi rujukan, bahwa pemikiran orang Melayu adalah pemikiran Islam. Keberadaan aksara ini juga dipertahankan oleh orang Melayu. Seandainya jika ada orang yang mengaku Melayu. Kemudian pemikirannya tidak mengarah ke arah Islam. Berarti ia bukan orang Melayu. Namun hari ini dengan derasnya arus teknologi, apakah orang Melayu masih mempertahankan pemikiran tersebut?
Orang Melayu terkenal dengan tradisi penulisan. Dari penulisan tersebut kita bisa membaca bagaimana pemikirannya dituangkan. Berbau Islam, yang artinya sangat kental dengan ajaran-ajaran Islam. Salah satu pengarang Melayu, Raja Ali Haji misalnya, dengan karya agungnya yaitu “Gurindam Dua Belas” tulisan ini sangat jelas pemikiran Islam yang tertuang di karya agung tersebut. Dan terus ada “Tunjuk Ajar Melayu” yang ditulis oleh Tenas Effendy juga dengan pemikiran Islam yang kuat. Sehingga sampai hari ini di Masjid-Masjid tertentu terus membahasnya.
Orang Melayu telah memilih Islam sebagai identitas yang terus menjadi darah daging. Mengabdikan diri sebagai hamba yang telah diatur oleh Islam. Pengabdian ini tercermin dalam kehidupan orang Melayu. Sehingga timbul dalam ungkapan orang tua-tua Melayu, bahwa orang Melayu mestilah Islam. Bila ia tidak Islam berarti ia bukan orang Melayu. Nah dari pemahaman ini, seandai orang tersebut mengaku sebagai orang Melayu. Namun tidak mengikuti ajaran Islam, apakah bisa disebut sebagai orang Melayu? Hal semacam ini menjadi pertanyaan yang harus kita jawab sebagai orang Melayu.
Namun, tidak pula orang Melayu harus mengekang pemikiranya. Artinya tidak membaca pemikiran yang tidak serasi dengan Islam. Wajib juga mempelajari ilmu di luar Islam, namun jangan sampai terbawa dalam kesesatan atau keburukan ke dalam adat-istiadat. Sebab orang tua-tua Melayu menegaskan bahwa apapun ilmu yang dipelajari wajib untuk disaring dahulu. Sesuai dengan akidah Islam kemudian diserikan dengan nilai-nilai budaya leluhur dan norma sosial yang dianut masyarakat Melayu.
Orang tua-tua Melayu selalu mengingatkan, bahwa sebaik-baiknya manusia yaitu mereka yang memiliki atau memahami antara pengetahuan dan keimanan. Harus memiliki keseimbangan yang lazim. Hingga tidak terjatuh harga diri sebagai orang Melayu.
Orang tua-tua Melayu juga menyeru kepada anak keturunan agar menuntut ilmu pengetahuan sebanyak mungkin. Tidak hanya di bangku Sekolah atau Kulyah, juga di mana saja. Asal jangan sampai menyimpang dari aturan Islam, dan nilai-nilai leluhur yang telah mereka warisi secara turun-temurun. Ilmu itulah yang diyakini sebagai perahu yang membawa manfaat dalam kehidupan di dunia dan akhirat. Sebab menuntut ilmu hendaklah dengan cermat dan berhati-hati. Agar ilmu yang dipahami tidak membawa malapetaka bagi kehidupan orang Melayu.
Islam juga sebagai penda yang kuat bagi orang Melayu, untuk membedakan orang Melayu dan tidak Melayu. Kuatnya pengaruh Islam dalam hidupnya, membuat sesuatu yang tidak bisa dipisahkan pada diri orang Melayu. Sampai mati pun Islam menjadi agama yang dibawa. Karena telah menyatu dalam diri untuk menjadi panduan hidup. Pemikiran Melayu mengajarkan bahwa sebagai makhluk yang benar-benar terarah dalam meyakini penciptanya. Sehingga harus menimbulkan komitmen yang kuat dalam memeluk Islam.
Nilai leluhur Budaya Melayu harus dipahami dengan aturan-aturan Islam. Walaupun arus teknologi semakin menggila, namun akarnya tetap pada Islam, agar pandangan terhadap orang Melayu dan kebudayaannya menjadi lurus. Saat ini nilai Melayu itu seakan-akan ditinggalkan. Namun terus menguatkan diri dengan menerapkan budaya Melayu yang benar pada kehidupan, untuk menepis itu semua.
Daftar Rujukan:
Elmustian Rahman, Tien Marni, Zulkarnain. 2033. Alam Melayu; Sejumlah Gagasan Menjemput Keagungan, Pekanbaru: Unri Press.
Tenas Effendy. 2004. Tunjuk Ajar Melayu, Yogyakarta: Balai Kajian Dan Pengembangan Budaya Melayu.