Mengenyah Kejahiliahan Rusuk Bangsa

Judul Buku   : Kereta Semar Lembu
Penulis      : Zaky Yamani
Penerbit     : Gramedia Pustaka Utama
Cetakan      : 2022
Tebal Buku   : 320 halaman 
ISBN         : 978-602-066-463-7

KEMIJEN, 17 Juni 1864. Seratus lima puluh delapan tahun yang lalu. Hari dimana Gubernur Jenderal Baron Sloet van den Beele melakukan cangkulan pertama pembangunan rel kereta api pertama di Nusantara––menghubungkan desa Kemijen dan desa Tanggung. Delapan bulan berikutnya, 17 Februari 1865 lahirlah tokoh kita Semar Lembu. Anak yang lahir dari perzinahan. Ibunya ditiduri sekian banyak lelaki ketika hamil sekalipun, sebab ia seorang perempuan penjual diri. Ketika lahir di genggaman orok Semar Lembu terbawa kerincingan perak yang biasa dipasang di ujung kulit penis laki-laki kaya atau bangsawan.

Jadi, ibu Semar Lembu pernah ditiduri seorang kaya dan berbangsa ini. Laki-laki dari kalangan biasa sudah tentu tidak ada yang sanggup membeli kerincingan perak. Ibunya membuatkan tali untuk menggantung kerincingan di leher sang bayi seperti seekor anak lembu. Kerincingan ini bertuah. Bila dibunyikan akan datang halilintar yang membunuh orang bersamaan datangnya para punakawan.

Tak ada yang tahu kerincingn siapa yang mampir di rahim ibuku. Menurut ibuku, ayahku tak mungkin memasang kerincingan perak di penisnya, karena biasanya lelaki miskin hanya memasang kelereng dari biji-biji tanaman di balik kulit penisnya. Jadi kerincingan perak itu pastilah milik lelaki yang cukup kaya. “Mungkin punya mandor perkebunan, aku tak ingat lagi,” kata Ibu, ketika suatu hari aku bertanya tentang asal kerincingan itu. (hlm. 28).

Kisah hidup Semar Lembu yang tak bisa lekang dari gerbong kereta api—siapapun tak sanggup menjauhkan dirinya dari gerbong dan sekitar stasiun kereta—menjadi panduan cerita “Kereta Semar Lembu” (KSL) yang sangat mumpuni. Berhasil menyabet juara satu sayembara Novel DKJ 2021, bertutur kisah perjalanan bangsa yang kini bernama Indonesia. Jawa bisa dibilang pelopor untuk kebebasan atau kemerdekaan, namun sekaligus punya cerita kejahiliahan yang dahsyat dan menjijikkan.

Saat berusia 12 tahun, di tempat tinggal saya, bersebelahan dengan sebuah bangsal kereta api yang dihuni sebagian besar warga bersuku Jawa, anak perempuan 9 tahun dikawinkan. Dijadikan manten. Orang tua di kampung bilang, itu biasa bagi orang Jawa. Tahun 1996 ketika saya tinggal di Bali, seorang kenalan asal Banyuwangi melakukan ritual membakar kemenyan dan membuat sajen menyambut bulan puasa. Menurutnya apa yang dilakukannya untuk menyambut kedatangan arwah keluarganya. Perempuan 30 tahun ini tanpa beban menyusui anak perempuannya dari suami pertama yang sudah berusia lima tahun lebih dihadapan ayah tiri sang anak yang jauh lebih muda darinya.

Hal semacam itu tak ditemui dalam keluarga saya yang Melayu. Lalu, dari mana tradisi ini diturunkan. Zaky Yamani, dengan KSL memberi pengetahuan asal-usul orang Jawa yang dekat dengan kemenyan, pelacuran, judi dan berbagai mitos?

Budayawan Damiri Mahmud menceritakan pengalamannya pasal ronggeng di kampungnya Hamparan Perak—20 km arah barat laut Medan—bersama teman-teman sebaya yang sedang puber mengintip para perempuan ronggeng dibalik panggung seenaknya bergulat badan dengan laki-laki sesama awak ronggeng. Dalam berbagai diskusi ia juga menceritakan seperti apa yang diungkapkan Zaky dalam KSL. Di Jawa banyak kepercayaan terhadap kesaktian seseorang mendatangkan keberkahan menjadi kaya, menjadi penguasa, atau membuang sial. Selain berbagai ramuan, menjadi keharusan si pencari berkah atau si pembuang sial bersebadan dengan dukun yang bisa memberikan berkah ini.

 Ibu Semar Lembu dan sahabatnya Min—perempuan yang lahir dari kehamilan sebatang pohon mawar—sepanjang hayatnya tak pernah berhenti dari profesi menjual diri. Terlebih setelah Lembu berteman dengan Mbah Semar dan Petruk yang ghaib, hanya Lembu yang dapat melihatnya. Sama juga kemampuan Lembu sejak kecil dapat melihat jutaan manusia yang terperangkap dalam alam arwah gentayangan. Ibunya dan Min makin naik daun menjadi penjual diri kelas atas, karena melalui Lembu, mereka berdua minta disampaikan hal-hal yang dimaui kliennya kepada Mbah Semar dan Petruk.

Kejahiliahan yang keterlaluan sebagai cara hidup warga di Jawa saat itu yang digambarkan Zaky. Dibawah tekanan Belanda dan kemudian Jepang, Zaky juga memunculkan kejahiliahan dan kekejaman bangsa sendiri lewat tragedi pembunuhan jutaan bangsa Indonesia yang dituduh PKI, juga tragedi di masa Orde Baru.

Novel bertema mitos dan realis ini dibuka dengan setting tahun 2015. Ketika tengkorak Semar Lembu ditemukan di bawah rel kereta. Hadir orang baik, tetangga Lembu di Kedungjati yang percaya kepada semua cerita perjalanan hidup Lembu. Tengkorak Semar Lembu yang didapati bertanduk benar-benar menyerupai lembu. Kedua tanduk ini didapat Semar Lembu ketika detik-detik nyawanya lepas dari badan.

Tok! Tok! Tok! Mereka memakukan dua paku besar di keningku. Saat dunia terasa semakin gelap dan lidahku begitu kelu dan seluruh tubuhku terasa membeku, aku masih mendengar seseorang berkata sambil terbahak, “Lengkaplah dia sebagai lembu!” (hlm. 300).

KSL ditutup dengan keriuhan perayaan penjemputan Semar Lembu oleh para pemangku langit. Semua arwah gentayangan hadir, mulai dari arwah tentara Mongol yang pernah menyerang Jawa, tentara Mataram yang dibunuh karena kalah melawan Batavia, korban pembangunan Borobudur, hingga korban ketika Suharto berkuasa. Semua ingin melihat prosesi keberangkatan Semar Lembu. Genderang bermacam alat musik dibawakan oleh para arwah gentayangan. Prosesi yang sudah 300 tahun tidak dilakukan. Semar Lembu sendiri sudah 50 tahun menjadi arwah gentayangan yang setiap saat—sebagaimana jutaan gentangan lainnya—ingin dikuburkan normal dengan iringan doa-doa.

Mau tak mau, kejahiliahan yang menjadi rusuk bangsa kita harus disepakati untuk dienyahkan—kejahiliahan seperti prostitusi, pembunuhan, kerakusan, dan berbagai rupa kekejian. KSL dapat menjadi bacaan yang mengasikkan bagi peminat sastra yang menyukai perjalanan sejarah bangsa ini yang masih rendah tabiatnya hingga kini.



Bagikan:

Penulis →

Nevatuhella

Lahir di Medan, 1961. Alumnus Teknik Kimia Universitas Sumatera Utara. Buku ceritanya Perjuangan Menuju Langit (2016) dan buku puisinya Bila Khamsin Berhembus (2019).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *