Bersarang dalam Sepatu Usang

Di Bawah Langit Besi

Kuda liar tidak lagi menapakkan kaki, menjauhkan landam
Pacuan itu dengan kasar melaju ke celah langit besi yang retak
Kau mungkin akan memulainya kali ini, menulis risalah
Sebelum ringkik kata-kata beristirahat di bawah lidahmu
Kisahkanlah lantas tulis alamat dimana hujan terasa hambar
Tempat para perempuan aman berlindung di luar bunker
Menyusui dan menidurkan anak tanpa lagu gugur para serdadu

Adapun sungai asing yang mengental dan membiru
Meninggalkan sebuah jalur berlumpur di petamu
Banyak yang tertinggal sekaligus membalikkan badan
Menatapmu dengan punggung makin mendekat ke kejauhan
Derap kuda liar, udara yang bersarang dalam sepatu usang,
Dan segala yang kau miliki akan beristirahat dan memulai
Peperangannya sendiri, lantas kau memulai risalah ini

“Seorang pejalan menembakkan api pada langit yang terbuat dari besi.”

Yogyakarta, 2022




Buangan

Aku diajarkan melempar batu untuk meledakkan trauma pada tubuh
Sehari-hari membaca sisa peluru di halaman tengah sebuah buku
Seandainya kau mengajariku sejarah sembari aku mengajarimu melukis
Aku akan percaya jika cinta dapat diturunkan di tengah peperangan
Namun, sebagaimana Tuhan telah terlanjur memisahkan gelap dan terang
Kita akan berpusar pada tidak menjadi apa-apa
Sesudah ini, jangan lagi kita saling mencari sebab di ujung senja yang dulu
Cakrawala telah patah dan kudaku lepas dari tambatannya

Yogyakarta, 2022




Tubuh-Tubuh Larut

Langit terbuang dan awan berarak berbaring di tanah
Burung-burung melipat sayap dan paruh
Doamu pada telaga bukan untuk lentur alga
Melainkan tubuh-tubuh tenggelam yang ditekan keheningan
Tulang-tulang lebur di dalam air, jauh dari garis tepi
Gelembung memecahkan kematian di halaman puisi ini

Lantas musim terbagi jadi gelap dan senyap
Jauh dari daratan yang gagah meraungkan kematian
Kini katakanlah, jika mati merupakan kegagalan
Lalu mereka tenggelam sebagai orang buangan
Namun, apa yang telah mereka bawa di tangan
Tidak pernah seangkuh meriam atau senjata api
Mereka telah sepenuhnya mengerti
Detik itu, Tuhan yang diidam-idamkan
Menjadi larut dan seasin garam

Yogyakarta, 2022




Baris Penghabisan

Tak ada lagi yang sanggup ditangisi dalam peperangan
Kepercayaan pada takdir dan kewajiban bagi keluarga
Dipertanyakan dalam setiap limpahan bangkai dan darah beku
Apa lagi yang harus dipertahankan jika pandangan terbatas
Pada masa lalu yang terlampau luas, tapi tak sehasta pun melintas

Benar bahwa tak ada lagi yang wajib dibaluri air mata
Dunia terisi debu dan berat dengan senjata
Tajam kata-kata bukan milik siapa-siapa
Tangan jauh dari ingin menggenggam satu dua cinta
Hanya melambai dan terus menggapai, ajal yang makin lihai

Yogyakarta, 2022




Mata Itu, Kejadian Itu

Aku tak sanggup menyelinapkan dedaunan pada jemari
Yang pada hari itu nyaris patah digenggam angin pagi
Di lereng Pangrango yang kau ceritakan berulang kali

Sejenak kutatap matamu yang rimbun oleh cahaya kecil
Siapa yang bersinar dan menahan kelopak mata itu
Begitu tangguh lantas berkata bagai lengkap gemericik air

“Tetaplah terbuka, oh kedua mata, agar langit juga
Retak awan di kejauhan menitipkan anak cuaca”

Yogyakarta, 2021




Menyusur Matahari

Duduk termangu manisku di selasar sore
Belum sempurna hari-hari, tiba-tiba matahari
Melipat kepala ke balik tengkuk bukit
Manisku mengendapkan sayu di jalur angin

Dikulitinya sisa-sisa cahaya dari ujung telunjuk
Beruntun pada punggung tangan hingga sela
Antara bulu-bulu halus dan bekas luka

Sebelum itu, manisku mendaratkan matahari
Di atas garis urat siku, pundak, dan dada
Sebagai tanda agar tak tersesat anak cahaya
Dari letup nanah dan amis darah, dari kerak ke borok

Manisku tiba di depan rumah
Bertanya pada anak semata wayang
Siapa gelap siapa terang
Jika mata dibalas mata dalam konflik panjang
Siapa pejalan siapa si pincang
Jika perbatasan hancur tiada setapak jalan

Yogyakarta, 2021




Bagikan:

Penulis →

Ng. Lilis Suryani

Lahir di Cianjur dan kini tinggal di Yogyakarta. Menyelesaikan pendidikan di Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia UGM. Antologi puisi pertama SATU DAN LAIN HAL terbit pada 2020.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *