Yang Abadi Sejatinya Fana

Variasi Lain dari Prosa Liris Italo Calvino (Bag.5)


/Trude


setelah sesuatu ditandai;
mungkin warna-warni bunga
mungkin warna-warni rumah
segalanya jadi mengekal

tidakkah hari ini serupa hari kemarin?

setelah sesuatu ditinggalkan;
mungkin kamar hotel
mungkin bandar udara
segalanya jadi kenangan

tidakkah hari-hari lalu kerap berulang kembali?

dunia, terperangkap dalam lingkaran konsentris
selalu, dan akan selalu, melihat
yang sama pada yang tak lagi sama


/Cecilia

di jalan berliku itu
di gemerincing kalung domba

ladang-ladang tanpa nama
anjing yang turut serta berkelana
tak cukup tahu tanda-tanda

bukankah pengembaraan tiada mengenal kepulangan
bukankah waktu kerap kali melenakan

di jalan berliku itu
di gemerincing kalung domba

gembala tersesat bertahun-tahun, mengira
telah jauh penjelajahan diri
meski yang terpijak hanya
sedepa padang rumput belaka


/Esmeralda

ke mana burung layang-layang itu pergi?
seekor nyamuk mati tersambar di pucuk atap

para pelintas berangkat
mengikuti peta, mencari jarak terjauh
hanya agar tak lekas kembali

tapi jalan terbuka menutupi yang sembuyi
dan tikus-tikus berlari dalam kegelapan
bersama para penyelundup
memadati saluran bawah tanah

rahasia menjadi satu-satunya yang tertinggal
sebelum ketakutan menghantui
sebelum rasa bosan menyerang sudut-sudut

burung layang-layang itu, sepanjang rute
memberi tanda untuk kembali
menguasai seluruh jalur udara


/Valdrada

dinding-dinding yang menghadap air itu tak menghadap air
para pembunuh yang melempar pisau itu tak melempar pisau

apa-apa yang terlihat bukanlah apa-apa yang terjadi
kenyataan yang ada melainkan yang tak ada

penyangkalan demi penyangkalan
yang satu terhadap yang lain

maka percayalah, yang serupa tak pernah sama
maka yakinlah, yang abadi sejatinya fana

sebab di depan cermin, tiap-tiap sisi menjadi terbalik

2023




Ritus Puisi

pada mulanya kesedihan dibentangkan
aforisma tumbuh dari kehampaan
seperti nubuat pertama di pengasingan

tak ada pelipur
lambang-lambang membangun surga
demi menawar derita
fatamorgana dalam kenikmatan
alkohol dan nikotin

siapa pemilik semesta padika
kata-kata begitu merana
tak bertuan sejak sedia

sunyi mungkin nasib yang tersurat
gemetar di sepi abadi

“bahasa, bahasa, apakah mesti menanggung kepunahan?”

puisi, membiarkan diri mendatangi penyair
dengan kemurnian dan kekalisan
sebagaimana sakramen, untuk

menggenapi kultus
persekutuan paling kudus

2023





Bagikan:

Penulis →

Irma Agryanti

Buku puisi terbarunya Merah Alizarin (Diva Press, 2023). Bergiat di komunitas Akarpohon, Mataram.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *