Mawar Berdarah

/1/

MALAM ini pertunangan anak perempuan kandidat calon walikota Hermawan yang bernama Jane dengan Tom. Wangi bunga semerbak memenuhi ruangan gedung. Ornamen dan dekorasi acara mengambil tema Mawar. Lambang kisah cinta yang abadi. Tamu yang hadir dari kalangan pemerintah, pengusaha dan tokoh penting lainnya. Di tengah keramaian itu hadir detektif kota Albert dan asistennya, Rudy.

“Sepertinya malam ini hujan akan turun deras, angin berembus kencang,” kata Pak Albert kepada Rudy.

“Sepertinya begitu, Pak. Langit sudah sangat gelap.”

Mobil sedan putih berhenti di depan gedung. Sugiono keuar dari mobil diikuti oleh Felix, tangan kanannya. Sugiono berjalan menghampiri Albert.

“Orang penting seperti anda sempat hadir di acara ini, Pak detektif?”

“Arah angin yang membawa saya kemari, Pak calon walikota.”

“Haha, sapaan anda terlalu dipaksakan. Saya datang atas undangan dari Pak Hermawan, teman akrab saya.”

“Bukannya rival terberat anda memenangkan kontestasi politik panas tahun ini?”

“Maaf, Saya pikir kita tidak perlu berbasa-basi terlalu jauh. Di sini acara pertunangan, kurang etis jika membahas politik. Saya permisi, Pak Albert.”

Sugiono meninggalkan Albert, dia berjalan menyalami tamu yang hadir. Felix mengikutinya dari belakang sambil membawa kado berukuran besar.

“Sambutan yang begitu dingin ya, Pak, acaranya membosankan. Saya masih tak habis pikir, Bapak meninggalkan olah TKP pembunuhan jurnalis Denis demi menghadiri acara ini. Apa ini karena surat kaleng anonim kemarin?” tanya Rudy.

Albert tersenyum melihat Rudy, “Justru aku semakin tertarik, ada misteri besar yang akan terpecahkan di sini. Kasus jurnalis Denis erat kaitan dengan acara ini. Penyelidikan saya dengan polisi Marlon sebelumnya sudah menemukan bukti hubungan Denis dengan dua kandidat calon walikota, Hermawan dan Sugiono. Kedua kandidat itu rival sekaligus rekan bisnis. Denis menduga keterlibatan  PT. Asasen Group milik Pak Hermawan dan PT. Woods II milik Pak Sugiono dalam proyek ini. Sayang Denis tewas kecelakaan.”


/2/

SETELAH olah TKP di Rain Street tempat kejadian kecelakaan, polisi Marlon memeriksa kondisi mobil yang dikendarai Denis. Mobil itu rusak menabrak pembatas jalan. Pengecekan mesin, mobil dikendarai dengan kecepatan tinggi. Di mobil itu terdapat botol wisky kosong, puntung rokok, dompet, kamera, dan alat perekam. Di dalam dompet itu ada uang tujuh ratus ribu, kuitansi makan di restoran Blue Hotel, kartu ATM dan foto masa kecil. Wajah Marlon serius mellihat temuan itu. Dia meninggalkan dua rekan polisi lainnya untuk mengecek semua isi mobil. Dia bersama satu rekannya yang lain menuju Jalan Jasmine ke kontrakan Denis.

Di kontrakan mereka menemukan berkas-berkas laporan lama. Investigasi kasus pembakaran hutan itu nihil. Polisi Marlon bergegas putar balik ke kantor polisi dia janjian bertemu dengan Ado, redaktur koran tempat Denis bekerja.

“Tidak ditemukan handphone Denis di TKP, yang banyak ceceran wisky di jok mobil. Hasil otopsi menyatakan Denis mengendarai mobil dalam keadaan mabuk. Dia tidak terkontrol lalu menabrak pembatas jalan. Polisi sudah mengecek mesin mobil, rem dan semua onderdil dalam keadaan baik. Bisa saja ini murni kecelakaan tunggal.” Marlon menatap mata Ado.

“Ini memang kasus besar menyeret tokoh nasional. Denis mengambil risiko dengan harus kehilangan nyawanya. Saya turut melakukan investigasi. Data-data awal ada di saya, tapi data akhir ada di flashdisk Denis. Sekarang data itu hilang bersama matinya Denis,” jelas Ado.

“Sebelum dia mati, dia mengabarkan rencana apa, terakhir kali bertemu siapa?”

“Dia terakhir kontak saya tiga hari lalu sedang meliput warga yang terdampak pembakaran hutan. Dia berambisi membongkar kasus ini mengejar nama perusahaan-perusahaan nakal itu. Ada empat perusahaan terlibat mega proyek ini. Semua sudah diwawancarai, tinggal dua orang yang belum, Pak Hermawan dan Pak Sugiono.”

Well, artinya kita perlu menemui empat orang pemilik perusahaan itu. Saya sudah perintahkan anak buah mencari tahu ke hotel yang tertera di kuitansi milik Denis, semoga ada titik terang. Oh ya kamu kenal dua orang bocah laki-laki dalam foto ini?”

“Setahu saya, Denis sudah yatim piatu sejak dia kecil, bocah laki-laki di sampingnya mungkin saudara laki-lakinya. Tapi dia masih punya seorang paman tinggal di daerah Lake City. Saya bisa antarkan anda menemuinya.”


/3/

PERTUNANGAN berlangsung Tom menggenggam tangan Jane berjalan ke atas panggung diikuti seorang pelayan yang membawa nampan berisi kotak cincin dan sebuah buket Mawar. Keduanya saling bertukar cincin. Tom mengambil sebuah buket Mawar dari nampan memberikannya kepada Jane. Jane tersenyum menerimanya dan mencium buket itu. Tom mendekat, memeluk pinggang Jane, mencium buket Mawar itu bersama, perlahan buket itu jatuh, Tom mencium wangi Mawar dalam ciuman Jane.

“Brugh!”

Jane seperti tercekik dan jatuh ke pelukan Tom. Tom pun sama, tercekik, lalu keduanya jatuh ke lantai.

***

Nyawa Jane tidak tertolong sementara Tom selamat setelah mendapatkan perawatan intensif dari tim medis yang disediakan oleh panitia acara. Albert mengumpulkan semua orang dekat korban di ruang utama: Sugiono, Hermawan, pelayan Siska. Albert melarang mereka pergi dari TKP. Sementara dirinya dan Rudy memeriksa semua ruangan.

Selang satu jam kemudian. Albert dan Rudy ke ruangan utama. Rudy meletakan botol, sisa sarung tangan, laptop, masker yang terbakar, dan sapu tangan di atas meja. Rudy keluar ruangan lalu balik lagi dengan membawa Tom. Tom memasuki ruangan dengan kursi roda yang didorong oleh Rudy. Albert duduk di kursi dekat meja tempat barang bukti. Semua orang berdiri tegang menunggu Albert.

“Bu Siska, anda pelayan yang bertugas membawa nampan. Atas insiden tadi, apa yang bisa anda jelaskan, dari mana anda mendapatkan buket Mawar itu?” Selidik Albert.

“Saya ambil dari ruangan itu, panitia yang menyuruh saya mengambilnya, saya ambil pukul 20.15,” jelasnya.

Rudy membuka laptop menampilkan rekaman CCTV ruangan. Terlihat sosok dua laki-laki yang masuk ke ruangan itu sebelum Siska.

“Dari CCTV gambar diambil dari sisi kanan, terlihat sosok tinggi, postur sedang, kemeja hitam. Dan di antara kita hanya ada dua orang laki-laki yang memakai kemeja hitam dengan postur itu, hanya Pak Sugiono dan Tom.” Jelas Albert.

“Saya memang masuk ke ruangan itu tapi saya hanya mencocokkan jam tangan saya yang salah penunjuk waktunya dengan jam dinding di ruangan itu. Waktu itu saya bingung, jam tangan saya selisih 15 menit dengan dinding itu.”

“Ahh, dasar bajingan tengik! Kau curangi aku di proyek hutan, kau lakukan black campaign pemilihan walikota, aku bisa diam. Tapi kau bunuh putriku, kau harus mati!” Hermawan meninju Sugiono, memukulnya beberapa kali tanpa perlawanan.

“Pak Sugiono, anda dikenal orang yang sangat disiplin waktu, jam tangan Snda rusak, anda berjalan mencari ruangan terdekat untuk membetulkannya. Pembunuh Jane adalah orang yang ditemui terakhir oleh Pak Sugiono, orang itu adalah Tom.” Tom, kau pembunuh Jane!” Seru Albert.

“Arghh… jadi laki-laki bertopi dan berkumis yang menumpahkan minuman ke tangan saya…” Selidik Sugiono.

“Iya, itu Tom yang menyamar, sengaja menabrak Pak Sugiono dan mengarahkan Anda menyesuaikan jam tangan dengan jam dinding di ruang itu.” Jelas Albert.

“Tidak mungkin, kenapa kau begitu sadis membunuh kekasihmu sendiri!” teriak Hermawan.

“Apa itu bukti kuat menuduh saya pembunuhnya?”

Albert memegang botol racun di atas meja dengan sarung tangan. “Jika kamu korban seharusnya racun itu hanya tersebar di tanganmu, di wajahmu. Tapi racun itu juga tersebar di kemejamu. Saat melumuri buket Mawar, kamu mendengar langkah kaki orang, orang itu Siska, kamu terburu-buru dan terpleset, bubuk itu jatuh ke kemeja, ke celanamu, dan ke lantai. Saat kau tak sadarkan diri, kami melepas kemejamu. Rudy sudah memeriksa kemejamu ke laboratorium. Hasilnya valid.

“Arghh! Harusnya aku mati bersama Jane agar tak menanggung dosa ini. Aku sangat mencintai Jane, tapi Jane yang membunuh kakakku. Jane bermuslihat meracuni kakakku dengan wisky. Jane pengacara berbakat, kakakku menemuinya di restoran Blue Hotel. Tapi Jane licik. Dia seperti ayahnya, Pak Hermawan!”

Handphone Albert berbunyi. Ada panggilan dari Polisi Marlon.

“Mawar tak selamanya harum, ada kalanya anyir darah. Well, Rudy, kita antar Pak Sugiono, Pak Hermawan dan Tom ke kantor polisi. Mereka sudah ditunggu Polisi Marlon. Tim polisi menemukan petunjuk baru atas kematian jurnalis Denis.”


Cilacap, 11 Januari 2022






===========
Winda Efanur FS seorang penulis lepas. Telah menulis buku antologi bersama: Pelangi Kenangan (2012), Menjadi Indonesia, Tubuh Bencana (2014), Aku Bangga Jadi Orang Indonesia (2015), Hitam Putih Kata, Suara Anak Negeri (2017), Rinai Hujan (2018), Jejak Pasir (2018), Palung Tradisi (2019), Eidetik 2 (2020), Temanten (2020). Buku tunggal antologi puisi Denting yang tak Berbunyi (2016), kumpulan cerpen Cogito ‘Love’ Sum (2018). Aktiv sebagai pendamping sosial PKH Kecamatan Patimuan, Ketua Komunitas Rumah Penyu Cilacap, Komunitas BuAI (Buku Untuk Anak Indonesia), anggota Komunitas PPI Penyair Perempuan Indonesia.

Bagikan:

Penulis →

Kontributor Magrib

Tulisan ini adalah kiriman dari kontributor yang tertara namanya di halaman ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *