Nyonya Cheese

CERITA ini sudah berlangsung lama, mungkin sekitar lima atau enam tahun lalu. Kirana baru saja diterima di salah satu perguruan tinggi bergengsi. Letaknya ada di kota besar, jadi dia perlu merantau meninggalkan kampung halaman tercinta beserta sanak keluarganya. Berat rasanya ketika melambaikan tangan dari balik kaca jendela kereta yang ditumpanginya. Ibunya tidak menangis, hanya membekali ikan asin dan dendeng yang sudah dikecupi semalam suntuk. Maklum, Kirana anak tunggal di keluarganya dan dia laki-laki.

Kirana tidak rewel untuk masalah tempat tinggal sementara selama menempuh pendidikan di perguruan tinggi. Dengan mudahnya ia dan satu teman ospeknya menemukan kost yang terbilang murah dan nyaman. Kostnya sendiri cukup dekat dengan kampus, jadi kalau dia kesiangan bisa langsung tancap gas motor lalu berangkat. Fasilitasnya juga cukup bagus, mulai dari wifi yang kencang sampai parkir motor yang luas. Tidak mengecewakan. Tipe kost idaman para mahasiswa.

Kamar yang ditempati Kirana berada di lantai dua. Isinya ada delapan kamar dan dua kamar mandi. Kamar Kirana ada di ujung, dekat dengan kamar mandi dan tempat jemuran. Lumayan, dia bisa mencuci sendiri bajunya, terutama dalaman miliknya yang mulai kumal. Sementara lantai satu merupakan rumah sang pemilik kost. Rumah dan kost-kostannya memang jadi satu tempat. Pemiliknya juga tinggal di rumah itu. Jadi kalau ingin memasak, bolehlah meminjam dapur sang tuan rumah. Tapi mana ada laki-laki yang bisa memasak dengan becus, apalagi masih anak kuliahan.

Sehari setelah beberes, teman kamar Kirana menganjurkan agar mereka berkenalan dengan penghuni kost lainnya. Hitung-hitung menjalin tali silaturahmi. Kirana setuju. Tujuh pintu kamar yang diketuk hanya tiga saja yang membuka. Mungkin yang empat belum kembali kemari. Dari tiga pintu yang terbuka, ada satu orang yang betah mengobrol dengan Kirana juga temannya. Banyak sekali yang diceritakan oleh orang tersebut, baik hal yang penting sampai yang remeh-temeh. Dari kejadian horor di kost hingga penghuni mana yang suka membawa pulang tuak atau anggur merah berwajah lansia. Tapi ada satu hal yang mendapat perhatian lebih dari Kirana.

“Ibu kost sering kasih makan gratis,” kata tetangga kost yang suka mengobral omong.

“Enak kagak, Bang?” tanya teman Kirana. Temannya anak Jakarta-an sana.

“Cocok-cocokan lidah aja,” ia menjentikkan rokoknya. “Masakan western gitu deh.”

Dalam hati, Kirana bersorak. Dia jarang makan masakan luar. Ibunya orang Jawa, jadi tiap hari dia selalu dicekoki nasi. Kirana baru makan masakan dengan tema kebarat-baratan kalau sedang jalan-jalan di tempat yang ada mall-nya.

Singkat cerita, apa yang dibilang abang tetangga benar adanya. Meskipun belum terlalu kenal karena masih anak baru, si ibu kost sudah memberikan kudapan di malam kedua. Bukan main, ibu kost memasak crêpe dengan isian beraneka macam buah-buahan. Kirana iseng membukanya sebab penasaran, kemudian tercengang bukan kepalang setelah melihat isiannya. Ia kira isiannya hanya penuh di bagian ujung atasnya seperti meme-meme yang banyak dia lihat di media sosial. Rupanya crêpe buatan ibu kost punya isian yang penuh hingga ke bawah-bawahnya. Tapi anehnya, parutan kejunya sangat melimpah ruah. Potongan pisangnya sampai tidak terasa karena jumlah keju lebih dominan di lidah. Teman kamar Kirana sampai hati membuang parutan keju yang membuatnya enek.

“Dia anak kota, tapi tidak suka keju,” gumam Kirana.

Itulah awal Kirana mendapat suguhan yang kebanyakan keju. Seiring perjalannya waktu, Kirana juga lebih mengenal ibu kostnya. Orang-orang sekitar memanggilnya Nyonya Cheese. Kenapa dipanggil demikian? Karena beliau adalah istri Tuan Cheese. Suaminya bekerja di pabrik keju import dan selalu membawa produknya ke rumah, setidaknya sebulan sekali. Tidak heran jika di kulkas dapur selalu penuh dengan tumpukan keju, bahkan Nyonya Cheese pernah membeli kulkas yang isinya khusus untuk menyimpan semua keju pemberian si suami. Totalitas sekali cintanya.

Suatu hari di siang yang terik, tiba-tiba perut Kirana mulas. Sepertinya dia kebanyakan kasih sambal di atas baksonya waktu sarapan tadi. Terpaksa Kirana keluar kamar dan melihat kamar mandi yang penuh semua. Kirana gigit jari. Itunya sudah diujung. Sebenarnya ada kamar mandi satu lagi di bawah, dekat dengan dapur. Tapi saat Kirana turun ke bawah, ibu kost sedang memasak. Derita anak kost. Biarlah dia menahan malu, asal isi perutnya bisa bebas dengan damai. Maka dengan muka yang ditebalkan, Kirana keluar dari kamar mandi setelah selesai dengan urusan perutnya. Si ibu kost memandangnya dengan menahan tawa dan Kirana meminta maaf berkali-kali. Untungnya, ibu kost tidak marah atau mengoloknya dengan candaan khas ibu-ibu perumahan. Malah beliau bilang akan memasakkan sup krim keju untuk Kirana. Waduh, keju lagi.

Kirana paham sebagai anak rantau dia harus hemat meskipun harus mengesampingkan sehat. Apapun pemberian orang selalu ia terima, termasuk masakan ibu kost yang kaya akan keju. Tapi jujur, dia juga manusia biasa yang bisa merasakan bosan. Walaupun masakan ibu kost bervariatif, mulai dari aneka pasta, burger atau pizza rumahan, sampai kentang oven yang dilelehi keju sudah pernah menggoyang lidah Kirana. Masalahnya adalah teman sekamarnya yang tidak suka keju. Seharusnya satu porsi untuk satu orang, sedangkan Kirana makan dua porsi sekaligus sebab menghabiskan jatah milik temannya itu. Dia sendiri bukan penggila keju yang fanatik, bukan pula pembenci keju sedalam-dalamnya. Dia tipe pemakan apa adanya, pokoknya bisa dimakan dan mengenyangkan. Kalau Kirana tidak ikut kegiatan ekstra di kampus, mungkin kolesterolnya sudah menumpuk akibat asupan keju yang hampir tiap hari dimakannya.

Liburan semester ganjil di awal tahun kedua dipakai Kirana untuk pulang kampung. Hampir setahun lebih berpuas diri makan bercita rasa luar negeri, nyatanya dia rindu dengan masakan dari dapur ibunya. Ia masukkan semua makanan yang ada di dapur ke dalam mulutnya. Singkong rebus, tahu tempe goreng, dan segala sayur-mayur yang dijadikan lalapan. Sesekali ia mengatakan masakan ibunya adalah masakan terenak sepanjang masa. Tapi itu tidak menyentuh hati ibunya. Ibunya justru takut kalau anaknya kena ilmu hitam karena seingatnya si anak tidak pernah memuji masakannya. Kejadian ini berlangsung sampai pada hari pernikahan anak budenya. Kirana sangat terharu bisa merasakan nasi goreng dengan rasa original, tidak ada tambahan parutan atau saus keju. Tidak ketinggalan dia memuja perempuan penjaga stan es puter, mengucapkan terima kasih yang terlalu banyak ketika diberi es puter rasa nangka. Kirana serasa hidup kembali menjadi manusia.

Saat mengecap es puter itu, teleponnya bergetar. Ada pesan masuk. Kirana menyingkir sebentar dari keramaian dan melihat siapa yang mengganggu hari bahagianya. Di ujung sana, teman sekamarnya memberitahu jika suami ibu kostnya meninggal. Ibu kost sedikit kewalahan karena kekurangan orang yang membantunya. Kirana juga tidak tahu, ibu kost punya anak atau tidak karena sepemantauannya beliau tinggal dengan suaminya saja. Teman sekamarnya meminta Kirana balik ke kota. Kirana menolak. Dia turut berduka, tapi ia sedang ada dipernikahan sepupunya. Jelas dia akan diceburkan ke kuali jika meninggalkan acara keluarga. Setelah mengucap belangsungkawa dan permohonan maaf, Kirana melanjutkan makan es puter yang sudah mencair.

“Makanan apa yang disediakan di rumah duka untuk para pelayat, ya?” Tanya Kirana pada dirinya sendiri. Seketika ia ingat rasa es krim cheese cake yang pernah dibuat ibu kost.

Liburannya tidak berjalan dengan baik. Setiap kali Kirana makan, maka selalu terlintas keju-keju dibayangannya. Tidak tahan dengan keadaan seperti ini, Kirana memutuskan untuk kembali lebih awal. Di perjalanan, dia berjanji akan memakan masakan ibu kost dengan lahap. Jika bisa, Kirana akan menghabiskan semua masakan ibu kost. Entah dorongan gila apa yang sedang menguasai dirinya saat ini. Setibanya di kost, dia disambut heboh oleh teman sekamarnya. Banyak hal yang diucapkan temannya itu. Abang cerewet yang tidak ada remnya, suara-suara aneh di malam hari, pompa air yang mati dan masih banyak lagi.

“Tapi yang paling parah masakan ibu kost!” serunya seolah sengaja menyimpan bagian menarik di penghujung cerita.

“Kenapa?”

“Masakannya makin kreatif,” jawabnya. “Dan membumi.”

Aku tertawa. “Loh, malah bagus, kan?”

“Heh, lihat aja ntar.”

Kirana tidak ambil pusing atas peringatan temannya, toh temannya itu memang tidak suka keju. Tiba siang hari, pintu kamarnya yang sedang terbuka diketuk pelan. Ibu kost ada di ambang pintu sambil membawa nampan. Kirana segera mengaambil alih nampan itu. Ada sayur bening dan dadar jagung serta nasi hangat. Selesai mengucap terima kasih dan bilang tidak perlu repot-repot, Kirana langsung saja memakannya tanpa menunggu temannya pulang. Waktu itulah dia sadar jika di dalam sayur bening itu ada yang ganjil. Diperhatikan betul-betul, ternyata ada potongan keju berbentuk dadu dalam sayur itu. Kirana kaget. Kejutan kecil ini sangat di luar dugaannya. Tapi tak apa, ia bisa menoleransinya.

Sayangnya, kejutan itu semakin menjadi-jadi. Tidak hanya sayur bening dengan keju dadu, ada pula soto dengan taburan keju, sate ayam yang bumbu kacangnya dicampur dengan lelehan keju, sampai rujak dan gado-gado yang diatasnya ada parutan keju. Untuk dua menu yang terakhir, Kirana angkat tangan. Mungkin ibu kost sedang menantang dirinya memasak masakan nusantara dan mengkreasikannya dengan keju. Itu tidak masalah, tapi yang dilakukannya tidak tanggung-tanggung. Kirana pernah mendengar ada yang menyebut rujak dan gado-gado layaknya salad buah atau sayur khas Indonesia. Tapi bukan berarti ibu kost bisa mencampurkan bumbu kacang atau bumbu petisnya dengan parutan keju. Kirana sampai harus keluar mencari penjual rujak atau gado-gado hanya untuk membeli bumbunya saja.

Suatu pagi yang masih dingin, Kirana dan temannya diganggu oleh suara ribut. Awalnya hanya berupa teriakan kecil, tidak lama terdengar suara barang yang pecah. Kirana dan temannya keluar kamar. Di depan pintu, abang doyan omong itu mengusak rambutnya yang berantakan. Sepertinya dia baru saja tidur, matanya terlihat merah. Tanpa komando, ketiganya turun ke bawah. Kirana pikir, mungkin ada pacar salah satu penghuni kost yang datang kemari, menuntut pertanggung jawaban si pria karena sudah membuat perutnya bunting. Tapi itu imajinasi sembarangan Kirana saja. Di bawah, rupanya ada tiga perempuan yang sedang beradu mulut dengan ibu kost. Kirana tidak tahu siapa ketiga perempuan tersebut. Setelah dilerai, barulah Kirana tahu kalau tiga perempuan itu adalah anak-anak ibu kost. Mereka datang meminta harta warisan yang ditinggalkan ayahnya. Ibu kost merasa tidak dititipi surat wasiat atau sejenisnya, jadi beliau tidak bisa memberikan serupiahpun kepada anak-anaknya. Mendengar penjelasan ini, keadaan kembali ricuh. Kirana dan dua temannya turun tangan lagi. Perundingan antara ibu dan ketiga anak perempuannya berlangsung alot. Syukurnya bisa mendapat keputusan meskipun tetap saja tidak terlalu menguntungkan di satu pihak. Jadi setiap hari Senin, satu persatu anak ibu kost datang kemari secara bergantian. Si sulung akan datang pada minggu pertama, anak tengah pada minggu kedua, dan si bontot pada minggu ketiga. Mereka datang untuk meminta uang warisan seperti gaji bulanan.

Begitulah cerita ibu kost Kirana sewaktu ia masih kuliah. Pasca lulus, Kirana langsung berkelana mencari pekerjaan di tempat lain. Ia dan teman sekamarnya meninggalkan abang yang gemar berceloteh bersama dengan ibu kost. Setahun yang lalu, abang itu menghubunginya. Menyampaikan kabar bahwa ibu kost meninggal karena terpeleset di kamar mandi dekat dapur. Kirana hampir saja memesan tiket kereta pada saat itu juga, tapi dia mengurungkannya. Walaupun Kirana ke sana, dia tidak akan temukan lagi hidangan sayur bening dengan potongan keju berbentuk dadu.

Sekarang Kirana sedang berdiri di depan bakul sayur. Di dekatnya ada tiga ibu muda bergaya centil yang asyik bergosip ria lalu cekikikan dengan suara nyaring, sedangkan si tukang sayur seolah mengisyaratkan kepasrahan kepada Kirana, “Yah, inilah makananku sehari-hari, Nak. Eh, kamu mau beli apa?” Kirana memilah-milah sayur. Dia hendak membeli tauge, kangkung, dan kemangi. Setelah mendapatkan apa yang ia cari, dia segera pulang ke kontrakannya. Di sana dia menaruh belanjaannya, kemudian mengeluarkan sekotak keju dari lemari pendingin. Kirana ingin makan pecel bumbu saus keju pagi ini.

Surabaya, 9 Maret 2021








===========
Astari Wulandari, anak perempuan bungsu di keluarganya. Baru menamatkan sekolah strata satu di salah satu perguruan tinggi Surabaya. Berharap suatu hari nanti bisa menerbitkan novel yang sudah dibayangkan selama bertahun-tahun. Sekarang sedang menyiapkan naskah untuk diunggah di aplikasi novel online.

Bagikan:

Penulis →

Kontributor Magrib

Tulisan ini adalah kiriman dari kontributor yang tertara namanya di halaman ini.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *