Maut dan Segala Luka



Di Gazebo

Tak sengaja kita berbincang tentang Gaza
maut & segala luka-darah peristiwa
yang kita tonton di halaman surat kabar
nyaris menuntun pikiran kita untuk bertanya;
benarkah kita khalifah di atas bumiNya?

Di Gazebo
pagi berjalan lebih gesit
& kita melamun dengan lambat
pada sebuah parit yang kehilangan arah

Kita menyaksikan para bocah
meratapi nasibnya dimakan rayap
satu bunyi ledakan mengarah pada jiwa
hingga tak ada yang namanya sepi sedamai telaga

Di Gazebo
kita seakan lelah
menyaksikan kekalahan;
bumi Palestina yang diratakan.

Yogyakarta, 2023




Zionis
;Theodor Herzl

ia ingin merampas
dengan cara menindas
nyawa.
untuk berkuasa
agar leluasa.

di bawah langit, Jabalia
malaikat pucat peristiwa
kemudian, ia menjatuhkan ledakan
& air mata bocah panas seketika
ada pula yang bertanya;
Tuhan sedang apa?

Yogyakarta, 2023




Rumah Kita

Aku ingin membangun rumah, Za
tapi tanpa harus dibantu uang negara
meski warna lantainya seputih sepi 
dan atapnya mesti sejumlah puisi

Rindu paling paku
akan melekatkan;
hatimu dan hatiku

Halamannya telah kupagari dengan cinta
sedang tamannya kutanami bunga mawar
yang kusiram dari air mata tawarmu setiap hari
agar kebahagiaan tumbuh di antara nganga luka

Ini rumah abadi kita, Za
masuklah, kita bersihkan dulu
masa lalu yang masih berantakan
setelah itu, kita rapikan waktu
demi masa depan yang rahasia.

Yogyakarta, 2023




Lagu Luka

ini luka; lembut ternyata
duh, aku berlari
dengan hati pincang
tak tahu lagi
tempat aman bersembunyi

pedih menindihku bertalu-talu
lewat bayanganmu
karena sepi menjelma paku
dalam diriku

aih, mengapa cinta ini datang
saat matamu milik orang lain
sungguh asin rasanya harapan
bila segalanya jadi kenangan.

Yogyakarta, 2023




Ia Membawa Belati

terlukalah hatiku
dan benar-benar terluka
karena belati sepi
menusukku tanpa henti

berdarah sudah harapanku
lebur dalam geligi malam

oh, luka macam ini
pedihnya melambatkan waktu
bekasnya menjadi racun
yang membayang
hingga ke alam sembahyang.

Yogyakarta, 2023




Di Laut yang Lain

Di laut yang lain
Kami tak menemukan rasa asin
Dan ikan-ikan yang kerap kami tangkap
Kini terjerat dalam racun sebelum mati-tengkurap

Laut kami telah bau mesiu
Karena tangan mesin yang digunakan
Karatnya berjatuhan seperti waktu
Bahkan menguap asap ke berbagai penjuru

Di laut yang lain
Kami kehilangan harapan
Menyaksikan sisa buih pada pasir
Seperti sedih yang ditanggung penyair.

Yogyakarta, 2023




Bagikan:

Penulis →

Agus Widiey

Lahir di Sumenep 17 Mei 2002. Alumnus pondok pesantren Nurul Muchlishin Pakondang, Rubaru, Sumenep. Karya-karyanya dimuat dipelbagai media baik lokal maupun nasional. Seperti; Rakyat Sultra, Lombok Post, Banten Raya, Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat, Suara Merdeka, Fajar Makasar, Bangka Pos, Koran Merapi, Nusa Bali, Pos Bali, Cakra Bangsa, Harian Waspada, Radar Madura, Radar Banyuwangi, Radar Tuban, Radar Madiun, Radar Kediri, Radar Bojonegoro, Radar Pekalongan, Majalah Elipsis, Harian Bhirawa, Suara Sarawak, Utusan Borneo, Harian Ekspres, Nolesa co, Litera co, Riau Sastra, Bali Politika, Sinar Baru Indonesia, Magrib.id Barisan.co dan lain-lain. Selain itu, puisinya terkumpul dalam antologi bersama. Pernah memenangkan lomba menulis puisi yang diselenggarakan Majelis Sastra Bandung (2021). Saat ini belajar di daerah Yogyakarta.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *