Alpa Menjejak Tanah





Aksara-aksara Gundul


aksara-aksara gundul telah melahirkan
akar pemikiran melalui perantara orang-orang
yang cakap akan peribadatan. Sedang
dewasa ini orang tua memilih tempat
menuntut ilmu, memilah
antara yang favorit
atau kualitas
melainkan alpa juntrungan bersanad

kembali yang silam:
nadi berdebar
sorogan urung pulang
di sisa-sisa malam
takror menunggu
di antara kealpaan pegon
dan jumawa ilmu
abadi dalam qalbu

Kartasura. 2022




Sekolah di Kedai Kopi

Matahari sudah menelusuri celah asrama
sedang kau masih mengigau tentang asmara
hingga pagimu berdetak bel sekolah
orang-orang telah terlelap rapi di ubin kelas
“masihkah waktu membersamaiku?” gerutumu
lantas kau berlabuh di kedai kopi
memesan harapan
yang tinggal secuil
bersama hembusan nafas
kau mendengar kicauan sesal
dan pasrah
menyatu
ah, manisnya sekolah di kedai

belum usai merukunkan kretek
keamanan sudah mencidukmu
hatimu terborgol di ruang pengap:
persidangan
sesal dan pasrah menguadrat.

Kartasura. 2022




Perasaan Patah Sebelum Bangkit

I                                                     
Pernahkah kau menggulung denyut pada urat nadi-mu, Capt
ketika jantung terengah-engah dan nafas memburu medali
di gelanggang: tungkai tidak lagi menjuntai. Barangkali
berlari sudah alpa menjejak tanah wajib terpenuhi
atau serupa pekerja membuat peluh demi peluh. Lantas
udara menjelma barang sukar dihisab
setelah sekian waktu remeh-temeh
bahkan temeh-temeh
hingga sebelum mendekap rangkaian akhir, Capt
kau merasakan patah sebelum bangkit.

II
Kota ketika langit muram tanpa awan berahim hujan
kami bilangan semangat baja yang beregu
mengiringkan cawan berkaki emas atau tidak
kami hanya terus giat berlatih, bukan?
sejurus penglihatan mata diperoleh harapan,
kecintaan terhadap kota lahiran, dan
keluarga yang sedang risau menunggu

III
Desember bulan kemenangan ketika gerak tawa merekah
sekaligus patah menadah saat perjuangan bermuara payah
adalah federasi yang setiap mata berkaca rupiah, dan
melihat bagaimana udara disesapi jual-beli
atas nama kerakusan, telah kusaksikan
kau telah dikalahkan tapi tidak pada sebuah perjalanan
teruslah berlayar menyibakkan riak-riak keangkuhan yang masih tertinggal.

Kartasura,  2022




Pengakuan Orang-Orang Waras tentang Jadzab


I
Nyana orang sebatas kedipan pupil
sungguh di luar keganjilan nihil
secuil ritme derak langkah goyah
di tepi mulut ngelantur seperti panjatan doa-doa basah
dan batin rekah dengan sendiri. Laduni.

II
Dia lahir atas nama harapan
pundak kanan estafet asuh melekat
sedang orang-orang menyerahkan duga
dengan dagi menopang congkak
kerak telah mendahului
sebelum menimba dari kedalaman sumur: ngilmu

III
Dan orang-orang pun mengakui, bahwa:
setiap dari jadzab terdapat labirin yang
mungkin beribu-ribu jalan dan perlu membunuh
setiap angkuh
untuk bisa menyesap kedalaman
tetapi kita kadung tergesa-gesa
hingga kaku

IV
setiap dari jadzab bahasa tergantung di antara langit yang
tersembunyi dan kita terang-terangan mengelabuhi pikiran
dengan dusta seakan-akan dunia terhadang sekat
sekali lagi, orang-orang telah sirna akan terang
menyisakan gelombang keinsafan
setiap bertambah hari
semakin menggebu-gebu mencondongkan
wajah ke bawah, ke ujung tungkai,
dan ke relung jiwa.

Kartasura. 2022

Bagikan:

Penulis →

Agung Rahmadi

Lahir di Bojonegoro, belajar di Fakultas Adab dan Bahasa UIN Raden Mas Said, Surakarata.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *