Redam Rindu-dendam

Relief Kenangan


i/
Dari runtuhan waktu,
Kupahat sejumlah bayanganmu
Agar tercipta relief kenangan
Dan tersusun jejak kebahagiaan juga kesedihan.

ii/
Dalam diriku yang kaku,
Kubiarkan rindu erat-mengikat kepergianmu.
Dan bahasa akan jadi suaka
Ketika harapan menjelma nganga luka.

iii/
Aku tahu, nama lain dari masa lalu adalah kenangan
Sedangkan nama lain dari masa depan adalah kecemasan
Seperti bayanganmu yang mengetam dalam purba kesunyianku
Adalah dendam yang terpendam dalam cinta kita yang kehilangan restu.

2023, Yogyakarta




Seperti Syahrir

Aku tak ingin mati
Sebelum jumpa
Banda Neira.

Ke sana
Aku akan membawamu
Melihat laut biru
Yang sebenarnya
Terbuat dari luas hatimu.

Jika dahulu,
Syahrir mendengarkan musik klasik
Dari Mozart dan Hayden,
Maka aku hanya ingin mendengar suaramu
Membacakan seluruh sajak-sajakku.

Ingin aku duduk bersamamu
Membiarkan sepasang kaki
Dijilat ombak dengan tenang
Hingga mengelupas segala cemas
Hingga redam segala rindu-dendam.

Mungkin yang berbeda
Waktu itu,
Syahrir diasingkan Belanda
Ke Banda Neira
Tanpa Duchateu menggandengnya.

Aku tak ingin mati
Sebelum jumpa
Banda Neira
Membawa cintaku
Dan berenang, sesekali.

2023, Yogyakarta




Kepada Ibu

: Minatun
Demi hari-hari yang berlari
Kukenang kasihmu, ibu

Dengan racikan bahasa
Sebagaimana engkau dulu;
Yang tabah menyorong kayu
Di antara kepulan asap tungku.

Bagaimana rindu bisa matang
Sementara jarak masih membentang
Hingga dewasa ini
Sunyi terasa mentah di hati.

Kepulanganku, ibu
Sudah tertunda berkali-kali
Tapi bayanganmu, ibu
Melintas di ruang pikiranku.

Di sini, ibu
Semata wayang harapanmu
Diancam bermacam kegagalan
Ditindih beragam godam kesepian.

Tapi dengan membayangkanmu, ibu
Nyaliku menyala sebagaimana engkau dulu:
Menghidupkan tungku, dan mematangkan kedewasaanku.

Yogyakarta, 2024




Lempuyangan

Di stasiun ini,
Kereta membawamu pergi
Menjauh dariku dini hari
Dan dingin mulai mendekat.

Sedang  gerbong hatiku
Tak sanggup mengangkut rindu
Yang adalah sejumlah bayanganmu.

Kini, tinggal jejak sunyi dalam diriku
Setelah ciumanmu meleleh keruh
Di rel waktu yang berdebu.

Di stasiun ini,
Kulihat kedipan matamu
Membekaskan kenangan
; pada ingatanku.

 2023, Yogyakarta





Elegi Waktu

Waktu adalah lingkaran,
Di dalamnya; kau dan aku
Diancam jadi masa lalu
Dicemaskan masa depan
Karena sejumlah harapan
Mengintai seperti kematian
Meski belum tahu kapan
Kau dan aku memakai kafan
Dan memeluk kesunyian.

2023, Sumenep

Bagikan:

Penulis →

Agus Widiey

Lahir di Sumenep 17 Mei 2002. Mahasiswa Prodi Aqidah dan Filsafat Islam UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Menulis Puisi, Cerpen dan Resensi. Tulisannya tersebar diberbagai surat kabar seperti, Koran Tempo, Rakyat Sultra, Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat, Solopos, Lombok Post, Banten Raya, Koran Merapi, Bangka Pos, Riau Pos, Cakra Bangsa, Utusan Borneo, Suara Sarawak, Haluan, Nusa Bali, Ruang LiteraSip, Magrib.id, Barisan.co, Majalah Elipsis, dll. Pernah menjuarai beberapa lomba cipta puisi, salah satunya menjadi juara lomba cipta puisi yang diselenggarakan Majelis Sastra Bandung (2021).

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *