Sajak Cinta Sendirian
Pohon waktu rindang meraba gulita
Jangkrik berpesta sepanjang sepi
Batu kali bernyanyi arus elegi
Bulan layu lalu gugur
Lumbung hati yang kosong
Merindukan perasan cahaya
Angin seperti jarum kehilangan benang
Dingin menusuk kulit kenangan
Seketika menyulam nelangsa
Rahasia merangkak dari bahasa
Alinea napas mengetuk pintu takdir
Meringkuk di atas doa yang samar kemungkinan
Padang, 2024
Insomnia
Ia meringkuk sambil melipat kertas hitam
Mata itu telah serupa jendela tertutup kain
Bintang-bintang bersarang di dalam ceruk hati
yang permukaannya doa-doa siasat
Tak ada lagi kata-kata di ranjang
tapi rintik-rintik menjelma bahasa andai-andai
Pikiran nyalang di hadapan pertanyaan
dan rahasia adalah napas yang memenuhi tubuh kamar
Sesak oleh duga-duga dan lupa menanggal hidup mana
yang harus dibasuh subuh
Pada lipatan kertas hitam jiwa pagi
menebas malam nan panjang
dan merakit jala kepada kicau burung
menyambut hari agar tak kacau
Padang, 2024
Menjadi Penyair
Hati dan pikiran berpagut
menyeberangi jalan hidup
yang ingar bingar
Lalu lintas waktu tak pernah raib
dengan kendaraan sepi yang karib
Sebatang jiwa menemukan lumbung nelangsa
Sepasang jari jemari memungut laguna bahasa
Siasat paling Panjang
Sesaat mendulang abadi
Padang, 2024
Cinta Seperti Api
Di rimba asmara, kau selayaknya patahan-patahan kayu.
Sebagaimana kayu unggun yang kehilangan diri sendiri.
Sebab, cinta seperti api; membakar siapa dirimu untuk
membuat seseorang hangat.
Padang, 2024
Rambutmu Waktu Tua
Di rambut rindang semerbak wangi itu
Kelak di sana tua akan bersemayam
Memutih tidak merata bagai waktu
menumpahkan cat umur
Pada sisa-sisa hitam rambutmu yang dimiliki kepala
Aku akan meneduhkannya dengan belaian kasih
Kadang hangat menjadi pelukan
Kadang abadi menjadi puisi
Niscayalah takdir memihakku
Mengukir banyak kenangan indah tergerai di rambutmu
Dan semesta uban mengantarku kepada ketakutan;
Hingga kita memiliki air mata mana lebih dulu
merayakan mata yang menutup
Hingga cinta kita tak pernah selesai
Padang, 2024
Perantauan
Malam terbentang lapang
Angin lusuh mulai merantau
meninggalkan kampung petang
Lampu kota lahir dari rahim bumi
seperti bintang-bintang menyala semu
Kegelisahan merambah ke lanskap gedung
yang membawa cemas dalam ransel kelam
dan membawa duka dalam ponsel sepi
Jiwa berbisik lirih sambil memikul harapan
Adakah seteguk dahaga kenyataan terpatri
di atas napas perjuangan?
Semakin umur ranggas setiap tahun
Hidup kian landai pada kesedihan
Hanya sebatang badan dilindas letih
Tapi cinta dan cita-cita berlalu-lalang
kehilangan pulang
Padang, 2024