AKU berumur 21 saat ayahku mati, dan kertas usang kosong berwarna putih yang dibingkai itu konon sudah berada di sana terpajang di antara foto keluarga bahkan sebelum aku lahir. Letak kertas kosong berbingkai itu berada di antara foto keluarga, foto ibu & ayah dan di tengahnya adalah sebuah bingkai yang berisi kertas kosong berukuran A4. Saat ayah masih hidup aku pernah bertanya perihal kertas kosong yang dibingkai itu. Ayah malah celilian seperti maling tertangkap basah mencuri sesuatu. “Tanyakan pada ibumu,” katanya. Saat kutanya pada ibu perihal kertas usang berbingkai itu, ibu malah tersenyum-senyum sendiri. “Tak penting,” kata ibu sambil terus tersenyum dan melanjutkan pekerjaannya.
Aku memiliki satu kakak perempuan dan satu adik laki-laki dan kami hidup bersama ibu di rumah ini. Ada satu aturan tak tertulis di rumah kami bahwa siapapun tidak boleh menurunkan kertas usang berbingkai itu apapun yang terjadi, sehingga aturan tak tertulis itu kemudian menjadi semacam dogma dan kepercayaan di keluarga kami. Pada akhirnya kami memang tidak pernah menurunkan kertas kosong berbingkai itu. Tapi di dalam hati kecil kami, tentu saja kami merasa penasaran. Maka saat kematian ayah, ini adalah waktu yang tepat untuk membongkar tentang kebenaran dan sejarah dan alasan yang membuat kertas kosong usang yang dibingkai itu terus menerus ada di sana, mengapa dan untuk apa.
Maka saat 40 hari kematian ayah aku dan kedua saudaraku mendekati ibu dan menggenggam tangannya lalu mencoba untuk menyemangati dan menenangkannya. Setelah dirasa cukup, perlahan aku bertanya lagi perihal kertas putih yang dibingkai itu
“Memang ada rahasia apa dari kertas itu, Bu? Apakah ada sesuatu dengan kertas itu?” kataku. Mendapati pertanyaan seperti itu, Ibu kemudian diam sejenak memandang wajahku, lalu ia tersenyum sambil memandang kertas yang dibingkai itu.
“Ah mungkin kalian memang harus tahu kebenarannya, sejarahnya,” kata ibu sambil tersenyum dan menahan tangis
“Coba kau ambil bingkai itu Nak, bawa ke sini,” perintah ibu, aku segera bangkit dan mengambil kertas yang dibingkai itu, lalu menyodorkannya kepada ibu
“Kalian selama ini pasti penasaran bukan, dengan kertas berbingkai ini?”
“Iya sih, tapi kami terlalu takut untuk menurunkannya.” Mendengar jawaban itu ibu hanya tertawa, tapi tawanya tetap tak bisa menghilangkan raut sedih di wajahnya, aku tahu itu.
“Sekarang coba kamu buka bingkainya Nak,” kata ibu sambil memberikan bingkai itu kepadaku, perlahan aku mencoba membuka bingkainya, menekuk cantelan dan pengait di belakang bingkai, tak sengaja aku menjatuhkan penutup bingkainya bersamaan dengan itu beberapa kertas pun jatuh pula. Ternyata tidak hanya satu kertas seperti yang kami duga, ternyata ada tiga kertas, satu kertas kosong dan dua kertas berisi tulisan-tulisan, aku mengambil ketiga kertas itu dan memberikannya pada ibu. Tapi ibu malah memintaku untuk membacanya, aku melihat pada kakaku dan adikku, dengan tangan gemetar aku mencoba untuk membaca tulisan di kertas tersebut, aku membaca kata demi kata, kalimat demi kalimat, paragraf demi paragraf dengan perasaan campur aduk. Antara sedih, senang, terkejut, sekaligus terharu.
***
Mungkin ini terdengar lucu, atau terdengar tak asing bagimu, atau mungkin ini terdengar terlalu cepat. Aku tak pernah mengatakan ini kepada perempuan yang tak menarik minatku, atau perempuan yang tak berpotensi memiliki tempat dan cinta di hatiku. Oleh karena itu, ketika aku mengatakan ini padamu, entah secara lantang berani, atau dengan berbisik dan terbata-bata, itu berarti aku memiliki kerertarikan padamu, dan kau berpotensi memiliki tempat di hatiku.
Aku bingung atau tak bisa mengungkapkannya secara langsung. Akan tetapi jika kau cerdas dan peka, maka sebenarnya kau akan tahu kemana arah percakapan ini bermuara. Sebenarnya banyak yang ingin aku katakan atau kutuliskan tentang perasaanku, tetapi itu semua akan berkait dengan inti yang akan aku katakan ini, hanya dua kata saja eh tiga
“Aku mencintaimu”.
Ah iya sudah kubilang di awal mungkin ini akan terdengar lucu/kikuk atau mungkin terdengar terlalu cepat atau bahkan tak asing bagimu, karena kupikir perempuan semenarik dan sehangat dirimu mungkin sering mendengar atau mendapatkan kata-kata semacam yang barusan aku katakan. Intinya hanya itu yang ingin aku sampaikan. Aku belum berani atau memastikan harapan-harapan/ gambaran ke depannya seperti apa, atau membayangkan hal-hal yang indah ke depannya, sebelum aku mendapatkan jawaban darimu.
Aku tak memaksamu untuk menjawabnya sekarang, karena aku paham mungkin jawabannya tak akan mudah atau aku tak tahu kau akan menjawabnya seperti apa. Tapi mungkin tiga hari cukup untuk menjawab atau merespon pernyataanku ini. Untuk itu aku memberikan dua kertas kosng ini (sebenarnya aku ingin memberikan satu saja, tapi kalau dua kurang kau bisa membelinya sendiri, agar kau bisa menjawab dan merespon pernyataanku, mmm, kukira setelah pengakuan dan pernyataan ini kita akan menjadi canggung untuk beberapa waktu atau entahlah aku tak tahu. Oh iya aku berharap peristiwa ini hanya kita berdua saja yang tahu, dan jika terpaksa kau membutuhkan saran, mintalah saran pada seseorang yang benar-benar dekat dan sayang padamu. Baiklah aku tunggu jawabannya, aku tunggu tulisanmu, terima kasih.
***
Untuk memulai ini aku ingin mengutip kata-kata terakhir di dalam surat pernyataan/ pengakuanmu itu, terima kasih. Terima kasih karena kau sudah berani mengungkapkan perasaanmu sendiri padaku, hahahaha, awalnya sebenarnya aku bingung ingin menanggapinya bagaimana, karena setelah dua hari aku mendapatkan surat pengakuan darimu, aku hanya bisa senyum-senyum sendiri seperti orang gila, hahaha. Ya kau benar, aku tak terlalu asing dengan kata-kata yang kau sampaikan padaku. Dua kata itu (eh atau tiga?) banyak memang lelaki yang mengatakannya padaku. Tapi itu kuanggap hanya sebagai angin lalu saja. Sebenarnya kau juga termasuk akan kuanggap sebagai angin lalu saja, akan tetapi bagaimana caramu mengatakannya dan menyampaikannya padaku, astaga hahaha aku salting dibuatnya hahaha. Kau benar-benar orang yang aneh, lelaki yang teramat sangat aneh, masa untuk menjawab atau menanggapi pernyataanmu saja aku harus repot-repot menulis ini hahaha. Tapi kuakui pengakuan atau pernyataan yang kau sampaikan padaku adalah pengakuan yang indah (sekaligus aneh tentu saja) dan oleh karena itu sekali lagi aku mengucapkan terima kasih.
Nah jika aku berhenti di sini, aku tahu jawaban ini akan menggantung dan sebenarnya aku lebih suka jawabanku berhenti sampai di sini saja hahaha, tapi aku tahu bukan itu yang kau harapkan, atau setidaknya jawaban yang kau inginkan. Ah aku bingung benar-benar bingung, ya ampun kau benar-benar hahahaha.
***
“Bagaimana menurutmu?” kata ibu, setelah aku selesai membaca surat-surat itu.
“Ini tak bercanda kan, Bu?” aku masih ternganga dan bertanya memastikan sekali lagi, bahwa kertas kosong berbingkai yang selama ini diselimuti misteri dan rahasia serta yang membuatku penasaran akhirnya terkuak juga.
“Ini benar ayah dan ibu yang menulis ini?” tanyaku sekali lagi mencoba meyakinkan diri sendiri.
“Waktu kami masih di Aliyah,” ibu hanya mengangguk sambil tersenyum
“Ayah benar-benar ya, Bu,” kataku. Ibu semakin mengangguk dalam dan air matanya perlahan mengalir tak terbendung ke pipinya.
“Iya ayahmu memang benar-benar,” kata ibu sambil menangis.
Purwokerto, 2023